Selamat Membaca
***
Tahun 1364 Masehi
"Permintaan Kakang tidak mungkin saya lakukan." Dyah Wiyat menolak usulan Kudamerta. Mengangkat Aji Rajanatha sebagai anak dan nantinya kelak ketika dewasa akan dijodohkan dengan cucunya yang lain—putri dari Indudewi.
"Dinda Wiyat, percayalah, Yunda Tunggadewi, Sri Nata bahkan Sudewi tidak akan menolaknya. Aji Rajanatha bagai anak ayam kehilangan induknya. Meski pengasuh lamanya sudah kembali setelah menjalani hukuman, tetapi tetap saja bocah malang itu tak mendapat kasih sayang seutuhnya. Lagi pula Dyah Savitri bisa dipastikan akan menjadi Rajakumari. Seharusnya tidak ada hal yang menjadi kekhawatirkan bagi pihak keluarga kerajaan. Kehilangan satu orang anak dari selir, tentu tidak akan berdampak apa-apa, terutama pada takhta dampar kencana," kata Kudamerta berusaha meyakinkan Dyah Wiyat.
Dyah Wiyat bergeming. Merenungkan apa yang dikatakan suaminya. Seharusnya memang tidak menjadi masalah. Tetapi entah menapa, ada yang membuatnya ragu.
"Dyah Savitri memiliki banyak orang yang melindungi dan menyayanginya, namun Aji Rajanatha? Kesalahan ibunya memang tak bisa dimaafkan, akan tetapi Aji Rajanatha—anak sekecil itu sangat membutuhkan perlindungan dan kasih sayang. Dan itu bisa kita berikan," imbuh Kudamerta.
Tiba-tiba saja tangan Dyah Wiyat digenggam erat Kudamerta. "Dinda, aku menyayangi kedua putriku, baik Indudewi maupun Sudewi. Keinginan ini bukan berarti aku tak menginginkan mereka sebagai putriku. Sama sekali bukan. Hanya saja ... maafkan aku yang memendam keinginan ini, bahwa aku sangat ingin punya seorang anak laki-laki. Tentu kamu tak lupa bagaimana wajah Cakradara saat dulu sering mengejekku setiap bercerita membawa kedua putranya berburu. Sebagai seorang yang sudah di usia seperti sekarang ini, aku hanya ingin merasakan menimang seorang anak laki-laki dan membesarkannya. Tidak lebih."
Setelah menghela napas, Dyah Wiyat melipat bibirnya. Dia semakin tidak berkutik setelah mendengar penjelasan suaminya—mengapa ingin sekali mengangkat Aji Rajanatha sebagai anak. Terbesit rasa bersalah dalam diri Dyah Wiyat sebab tak bisa melahirkan seorang putra. Dia pun mengingat kembali akan kisah di masa lalu, sebelum pernikahan mereka, bahwa salah satu alasan yang memberatkan mendiang ibundanya, Gayatri Rajapatni, tidak mengangkatnya sebagai Rajaputri. Karena ternyata, Kudamerta memiliki catatan bahwa pernah menikah dan konon katanya memiliki seorang putra.
Ingat sekali Dyah Wiyat dengan hal ini, sebab ibundanya mengkhawatirkan tak hanya status dan kedudukan, akan tetapi juga kepantasan. Tidak mungkin seorang Maharani Wilwatikta ternyata merupakan pilihan kedua dari seorang laki-laki bangsawan yang menguasai Wengker. Sedang membatalkan pernikahan adalah hal yang memalukan, sebab akan memengaruhi kedua kerajaan, terutama Wilwatikta sendiri.
"Dinda Wiyat ...." Suara berat permohonan Kudamerta semakin memelas. "Tidak apa ... sungguh tidak apa, bila kamu merasa berat dan tidak enak hati pada Yunda Tunggadewi, aku tidak apa-apa, Dinda. Maafkan atas permintaan bodoh ini."
"Kakang ... esok saya akan mengirim utusan kepada Yunda Tunggadewi untuk menyampaikan pesan. Semoga Sang Hyang Agung memberikan kemudahan atas keinginan Kakang yang tulus. Akan saya usahakan untuk berbicara dengan Yunda, Sri Nata dan Mahapatih," ucap Dyah Wiyat yakin.
Mendengar janji yang diusahakan oleh Dyah Wiyat, Kudamerta tak menahan senyumnya untuk tersenyum kian lebar. Dia memeluk erat tubuh Dyah Wiyat, mengusap punggung istrinya dan tak henti-hentinya mencium puncak kepala Dyah Wiyat. Berkali-kali pula Kudamerta mengucapkan terima kasih pada Dyah Wiyat.
Tanpa Kudamerta dan Dyah Wiyat tahu, Nyi Tarsih melihat dan mendengar di balik pintu yang sedikit terbuka. Nyi Tarsih segera meninggalkan tempat Kudamerta dan membawa kain yang ingin diberikannya pada Kudamerta. Dia tak bisa berdiam diri, dia memutuskan mengirim seseorang untuk menyampaikan pesan ini pada Sudewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...