38. Keteguhan

765 92 48
                                    

Ibunda Tribhuwana menggenggam tangannya, menatapnya dengan tegas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibunda Tribhuwana menggenggam tangannya, menatapnya dengan tegas. "Ananda Parameswari, ingatlah bahwa Ananda dipilih sebagai Parameswari bukan sebagai pengganti mendiang Putri Dyah Pitaloka, tapi Ananda adalah yang dirahmati Hyang Agung. Sebagai parameswari, Ananda tidak boleh lemah. Teguhlah pendirian. Ingatlah bahwa setiap kebaikan akan mendapatkan karma baik, akan tetapi tidak semua orang layak mendapatkan kebaikan."

Netranya berkaca mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Ibunda Tribhuwana. Suara sang ibu suri sedikit melembut. "Anakku, dulu ..., ibunda sama sepertimu. Terlalu lemah tak hanya fisik tapi juga hati. Dulu, ibunda sempat menyalahkan kuasa semesta yang membuat Ibunda tak bisa hidup dan mencintai seseorang yang ibunda inginkan. Karena itu, ibunda ingin Ananda Parameswari tak goyah dan teguh pendirian. Selama ibunda hidup, ibunda akan menjaga Wilwatikta dan kalian, akan tetapi bila ibunda sudah tiada, siapa yang akan menjadi pengendali negeri ini bila bukan Ananda Parameswari. Nak, Ananda Prabu telah jatuh hati padamu, hidupnya tak hanya milik Wilwatikta tapi juga milikmu. Kelak, Ananda Parameswari lah yang akan menjadi pengendali dan pengingat Sang Sri Nata ketika lemah dan goyah. Jadi, kuatlah! Teguhlah!"

Sudewi mengangguk. Air matanya luruh begitu saja. Dia merasakan ketulusan dan juga motivasi yang sangat kuat dari sang ibu suri padanya. "Jalan yang akan kamu lalui masih begitu panjang. Sedang orang-orang yang berniat untuk menguasai tempatmu sudah berlari kencang untuk bisa menggapainya. Sedikit lagi, kita akan bisa melenyapkan kutu yang mengganggu. Menyadarkan di mana tempat mereka yang sebenarnya."

Sekali lagi Sudewi mengangguk. Ibunda Tribuwana benar bahwa hanya dia yang sanggup mempertahankan miliknya juga Sang Sri Nata. Langkahnya tidak akan lagi ceroboh. Dan, tidak seorang pun bisa memanfaatkan kebaikannya untuk kepentingan ego semata.

***

Bibi Padmi terisak sembari merawat lukanya, sedang Sudewi hanya terkekeh kecil melihat Bibi Padmi yang tampak khawatir padanya. "Saya masih baik-baik saja, Bibi," kata Sudewi berusaha menenangkan Bibi Padmi.

"Baik-baik bagaimana, Den Ayu, ini lukanya saja cukup lebar, pasti perih. Seumur-umur Bibi merawat Den Ayu, tidak pernah sampai luka separah ini dan Den Ayu malah tertawa."

"Terima kasih, Bibi Padmi selalu merawat saya dengan kasih sayang."

"Tadi, Pasangguhan (bisa diartikan sebagai pelayan atau hulubalang raja. dalam cerita ini menunjuk pada Darya) datang dan mencari Den Ayu. Bibi tidak tahu harus menjawab apa, mungkin nanti Bibi akan dihukum karena telah berbohong—"

"Tidak akan, Bibi, saya akan melindungi Bibi."

Dari arah pintu, terdengar bahwa Sang Sri Rajasanagara mendatangi tempat Sudewi. Segera Bibi Padmi membukakan pintu setelah menutup tubuh bagian atas Sudewi yang telanjang. Bibi Padmi menunduk takut ketika melihat Hayam Wuruk melewatinya. Wanita paruh baya itu sadar untuk meninggalkan sang majikan dengan suaminya.

Sudewi sendiri tak berani untuk membalikkan badan ketika mendengar derap langkah yang kian dekat. Belum sempat dia merangkai kata untuk menghadapi Hayam Wuruk, laki-laki itu sudah berdiri di depannya dan segera membuka kain selendang yang menutupi bagian atas tubuhnya. Hayam Wuruk mendesis seraya memejamkan matanya.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang