Sederhana. Namun, bagi dirinya yang hanya putra dari seorang selir tanpa gelar, hadiah kecil ini akan diingatnya. Hanya sampai batas waktu sebelum dia terikat pernikahan. Sebab, dia berusaha menepati janjinya pada dirinya sendiri. Merasakan dan melihat sendiri bagaimana dua orang wanita yang dicintainya harus hidup menjadi salah satu di antara wanita yang lainnya. Karena itu dia sengaja meminta hadiah ini pada Yunda-nya hanya untuk memberikan kebahagiaan pada wanita itu.
Melihat wanita itu begitu sibuk berlalu-lalang untuk mempersiapkan jamuan makan malam adalah kesempatan terakhirnya untuk menatapnya tanpa beban dan dosa. "Andai tidak menjadi permaisuri mungkin kamu cocok menjadi nyai pemilik sebuah kedai makan," ucap Sotor sembari mendekat lalu berdiri di samping Sudewi.
"Memiliki kedai makan dan menjual manisan. Saya bisa menjadi nyai paling kaya di Wengker," balas Sudewi terkekeh tipis.
Sotor pun ikut tersenyum. Dia menikmati bagaimana pancaran mata Sudewi yang berbinar indah. "Tidak ada kesulitan, kan, Sudewi?"
Sudewi menggeleng. "Saya hanya mencoba membuat bumbu dasarnya saja, sedang yang mempersiapkan dan memasaknya juga adalah para emban, jadi tentu saja tidak ada kesulitan."
"Jika bisa memilih, hidup yang seperti apa kamu inginkan?" tanya Sotor masih dengan pandangan yang tak terlepas dari Sudewi. Sedang tatapan Sudewi, hanya fokus pada para emban yang sibuk di dapur dukuh tempat peribadatan di Basini (Sekarang Candi Boto, Gumukmas, Jember) ini.
Sudewi menoleh, menatap Sotor sejenak, kemudian kembali fokus memperhatikan para emban yang sibuk membakar burung puyuh ataupun . "Saya tidak ingin lagi berandai-andai, Kakang. Sebab perandaian hanya akan membuat saya makin terpuruk atas keinginan yang tidak terwujud. Karena itu saya memilih lapang dada dalam menjalankan hidup saya, seperti yang Kakang bilang menjalani dharma dan karma baik, yang nantinya kelak akan membawa kebahagiaan bagi saya sendiri."
Sotor mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, sebab dia ingin sekali mengusap lembut kepala Sudewi. Gadis kecilnya yang dulu sering menatapnya malu-malu dan segan itu, kini menjelma sebagai rembulan Wilwatikta yang benar-benar bersinar terang. "Kamu benar. Perandaian hanya akan membuat kita semakin terlena dan melupakan tujuan kehidupan itu sendiri."
"Tapi Kakang ... saya mengucapkan banyak terima kasih atas hadiah ini," kata Sudewi dengan tulus.
"Sebenarnya ini bukan hadiah, kan, Sudewi, karena aku justru malah merepotkan kamu dengan kesibukan yang harusnya dilakukan oleh kepala dapur istana." Karena sesungguhnya ini adalah hadiah bagi dirinya sendiri. Sotor hanya meminta pada Nertaja untuk memberikan waktu baginya mempersiapkan jamuan makan malam di Basini dengan syarat harus ada Sudewi yang membantunya.
"Aku begitu takjub dengan kemampuan memasakmu dan caramu membuat manisan. Sungguh, aku tidak pernah merasakan manisan seenak buatanmu, Sudewi," puji Sotor.
"Saya hanya belajar dari Bibi Padmi, jadi Kakang sangat berlebihan," elak Sudewi.
Hanya ada riuh para emban dan kepulan asap dapur bercampur dengan aroma wangi burung puyuh yang dibakar dan digoreng dengan minyak kelapa. Keduanya terdiam untuk beberapa saat. Sotor kini sedang meremas kampil-nya. Sudah sejak lama dia menyimpan benda ini. Sebuah kotak kecil memanjang yang dibuatnya dari bahan kayu cendana. Sotor sengaja membuat ukiran bunga tanjung pada sisi-sisi luar kotak ini.
"Sudewi, boleh aku memberikan sesuatu untukmu?" tanya Sotor yang ragu. Sebab dia memberikan sesuatu secara pribadi pada permaisuri raja yang tentu saja tidak membutuhkan apa pun, karena raja bisa memberikannya segala hal di dunia ini.
Sudewi hanya mengangguk dan bergumam pelan, menanti apa yang akan diberikan oleh sotor. Matanya berbinar cerah saat melihat tangan Sotor yang sudah terulur padanya. Sebuah kotak kecil dengan bentuk memanjang. Kotak ini bisa difungsikan sebagai kotak untuk menyimpan perhiasan ataupun menyimpan pengerupak. Aroma cendana yang wangi menguar kuat. Sudewi semakin takjub saat menemukan motif ukiran bunga tanjung yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...