30. Rencana

685 83 23
                                    



Bandung siang ini panas banget, dan malamnya dingin banget

Jadi ... langsung cusss baca aja deh ya, hehehe ... 


*** 


Beberapa hari sebelum tiba di kediaman Tumenggung Nala, saat itu rombongan masih dalam perjalanan dan memutuskan untuk mendirikan tenda-tenda peristiratan. Menjelang dini hari, Hayam Wuruk tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya. Di sebelahnya, Sudewi masih terlelap. Dipandanginya wajah Sudewi. Tak diungkapkan pun, semua orang akan mengatakan bahwa permaisurinya itu sangat cantik. Dia suka dengan mata dan bibir Sudewi. Dulu. Sebab sekarang ini, mata yang bulat itu sering menatapnya datar bahkan beberapa kali tampak sengit. Sedangkan bibir ranum yang membuatnya candu, tak lagi tersenyum malu-malu dan manis padanya.

Dia masih tidak tahu apa yang membuat Sudewi tampak sengit dan datar. Apakah Sudewi masih menganggapnya sama? Seperti yang disampaikan oleh Sudewi saat di hutan waktu itu. Namun, bukankah hal itu sudah beberapa bulan yang lalu, bahkan sejak kembali ke kotaraja, dia banyak menghabiskan malam-malamnya bersama Sudewi dan Praya karena sedang mengandung. Tapi mengapa Sudewi rumit sekali bagi Hayam Wuruk. Terlebih lagi saat ini. Dia berusaha beberapa kali untuk mengajak Sudewi bicara dan ingin sekali mendengarkan segala keluh kesah di kepala Sudewi. Namun, Sudewi selalu bisa bersikap tenang dan biasa saja. Hayam Wuruk tidak tahu dinding yang seperti apa yang dibangun Sudewi untuk membatasi dirinya sendiri.

Berbeda sekali dengan selir-selirnya yang lain, bahkan Praya. Di antara selir-selirnya, tentu Praya yang paling mencuri perhatiannya. Praya lebih lugas dalam berbicara dan memperhatikannya dengan baik. Sedangkan saat bersama Sudewi, perlu waktu yang tepat untuk bisa membuat permaisurinya itu bicara panjang lebar. Sudewi lebih mudah diajak berdiskusi mengenai pemerintahan dan rakyat. Kadang, dia berusaha tidak peduli, tapi kenyataannya sangat sulit mengenyahkan Sudewi dari pikirannya. Karena itu Hayam Wuruk berharap perjalanan mereka kali ini akan bisa membuatnya tahu dan memahami Sudewi lebih dalam. Merekatkan hubungan keduanya kembali.

Namun, sebelum nantinya akan tiba di kediaman Tumenggung Nala, Hayam Wuruk harus segera mengirimkan pesan pada Praya. Dia hanya ingin menuliskan pesan permintaan maafnya bila nantinya dia tiba dan kembali ke kotaraja lebih terlambat dari perkiraan, dan melewatkan kelahiran anaknya. Setidaknya Hayam Wuruk berusaha untuk terlihat memberikan perhatian meski berada di tempat yang jauh, sehingga Praya akan menjaga kandungannya. Bagaimanapun itu adalah anaknya dan calon penerus Wilwatikta, sebab saat ini belum ada wanita-wanitanya yang mengandung selain Praya.

Dia pernah berharap bahwa Sudewi lah yang akan melahirkan seorang penerus, akan tetapi kenyataannya, hingga saat ini Sudewi masih juga belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Hayam Wuruk mengembuskan napas panjang, lalu mengendap-endap menjauhkan diri dari Sudewi dan menuju meja kecil yang di atasnya sudah terdapat lembaran lontar dan pengerupak. Sebelum menggoreskan aksara, Hayam Wuruk sempat menoleh dan menatap Sudewi lagi—seakan meminta izin dalam diam untuk menuliskan pesan pada Praya.

Rahayu Dinda Praya, semoga Sang Hyang Agung selalu memberikan perlindungan padamu dan anak kita

Saat ini rombongan sedang meneruskan perjalanan menuju kediaman Tumenggung Nala lalu akan berlanjut ke Tirip.

Dinda Praya, mungkin perjalanan ini akan memakan banyak waktu, dan aku khawatir nantinya melewatkan kelahiran anak kita. Karena itu aku hanya ingin menyampaikan jagalah kesehatan dan kandunganmu agar anak kita lahir dengan selamat.

Sri Rajasanagara

Setelah menuliskan pesannya, Hayam Wuruk melipat lontar itu, menaruhnya pada sebuah kampil. Dia agak tergesa-gesa dan segera keluar dari tendanya. Di depan tenda, sudah menunggu beberapa prajurit Bhayangkara yang memang sudah diberi perintah untuk kembali ke kotaraja dan menyampaikan pesannya pada Selir Praya.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang