Berita kehamilan Praya menjadi suka cita bagi Wilwatikta. Setelah memastikan sendiri bahwa Praya benar-benar hamil, Sudewi meninggalkan kamar peristirahatan Praya, dan kembali ke kamarnya. Dia mengabaikan bisik-bisik dari para selir tentang Praya—bagaimana Praya menjadi selir paling beruntung—karena bisa memberikan keturunan pertama bagi Sang Prabu dan Wilwatikta. Sudewi hanya lelah dan ingin segera beristirahat. Tidur dan kembali melanjutkan perannya sebagai parameswari (permaisuri). Begitu sampai di kamar peristirahatannya, Sudewi meminta pada prajurit yang menjaga untuk tidak mengizinkan siapa pun mengganggu istirahatnya sampai pagi hari. Dia benar-benar berbaring di atas peraduannya, memejamkan mata dan mengalihkan pikirannya yang berisik agar segera tidur. Sebab dia tidak ingin menjatuhkan air mata untuk kesedihan yang sia-sia.
***
Sebelum perjalanan ke Telaga Wendit di Buring, Hayam Wuruk mengumumkan berita kehamilan Praya pada seluruh sentana raja dan selir. Karena itu sebelum keberangkatan, Hayam Wuruk meminta beberapa pendeta Siwa dan Buddha untuk memberikan doa dan berkahnya bagi Praya dan Wilwatikta untuk kehamilan Praya. Jika Hayam Wuruk tampak bahagia, tidak halnya bagi para selir dan keluarga raja, terutama Ibunda Tribhuwana dan Kudamerta. Beberapa kali keduanya melirik ke arah Praya. Sedang Sudewi sendiri tampak paling tenang, cenderung tidak peduli dengan kabar yang disampaikan.
Ketika tiba waktunya rombongan untuk berangkat menuju Telaga Wendit, Hayam Wuruk sebelumnya berpesan untuk penjagaan Praya semakin diperketat dan dipantau kesehatannya. Namun, saat perjalanan menuju telaga, Hayam Wuruk memilih menaiki kudanya dan jalan beriringan bersama Mahapatih Gajah Mada, sebab Sang Mahapatih meminta waktunya untuk berbicara.
"Sepertinya ada hal yang sangat penting, hingga Paman tidak sabar untuk mengajakku berbicara di atas kuda seperti ini," kata Hayam Wuruk sembari mengendarai kudanya dengan laju sedang. Sedang rombongan keluarga yang ikut, memakai tandu dan kereta.
"Hamba mohon ampun, Gusti Prabu."
"Apa yang hendak Paman katakan."
"Gusti Prabu, hamba menghaturkan doa baik atas kehamilan Selir Praya. Berkah dan kejayaan untuk Wilwatikta," ujar Gajah Mada.
"Katakan dengan terus terang, Paman, seorang Mahapatih Gajah Mada sangat tidak terbiasa basa-basi, bukan?" sindir Hayam Wuruk pada Gajah Mada.
"Hamba tulus menghaturkan doa. Namun, hamba hanya ingin memberikan sebuah pesan, tentang masa lalu, bagaimana negeri ini—"
Hayam Wuruk segera menyela ucapan Gajah Mada. "Paman ingin mengatakan tentang kisah mendiang Raja Jayanegara, kan?" duganya. "Aku sengaja mengumumkan berita kehamilan Praya ini, untuk melihat bagaimana tanggapan keluarga kerajaan dan para punggawa. Sikap Ibunda Tribhuwana dan juga Raja Wengker yang merupakan ayah mertuaku sangatlah sesuai dugaan. Tapi aku menduga-dua, yang mereka khawatirkan adalah nasib negeri ini atau takhta? Sebab menduga-duga sesuatu yang kita saja belum tahu apa pun, adalah hal yang salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...