34. Gegayuban dan Asa yang Pudar

702 92 61
                                    

Ada yang bilang visualisasinya Praya ini cantik, tapi emang dia cantik, kan, soalnya di sini kan wajahnya mirip Dyah Pitaloka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang bilang visualisasinya Praya ini cantik, tapi emang dia cantik, kan, soalnya di sini kan wajahnya mirip Dyah Pitaloka

Apa pun itu, maricus baca 🔥🔥

***

Laki-laki tidak bisa hidup dengan satu wanita. Memang benar adanya meski tidak semua. Di zamannya ini, hal itu sudah sangat lumrah terjadi. Dirinya sendiri adalah anak yang dihasilkan dari wanita kedua Sang Wijayarasaja. Karena itu setelah pengakuan Hayam Wuruk, Sudewi semakin yakin akan langkah dan tujuannya. Baginya, dicintai Sang Sri Rajasanagara adalah hadiah dari ketulusan dan baktinya pada Wilwatikta juga pada Wengker.

Sudewi melalui awal kepulangannya ke Wengker dengan sebuah kejutan atas pengakuan Hayam Wuruk. Lalu mereka menghabiskan waktu bersama sepanjang hari—lebih tepatnya Hayam Wuruk meminta ditemani ke beberapa tempat yang disukainya selama tumbuh dan tinggal di Wengker. Namun, salahkah dirinya bila masih merasa canggung dan berpikir bahwa Hayam Wuruk hanya merayunya? Karena itu pula Sudewi belum merasa yakin bahwa harus untuk membalas dan mengatakan perasaannya pada sang raja.

"Sudewi ...," sapaan biyungnya membuat Sudewi tersenyum. Dia rindu pada mata biyungnya yang teduh.

"Biyung rindu pada saya?" tanya Sudewi seraya memasuki tempat Nyi Tarsih. Sejak dulu tempat biyungnya hampir tidak pernah diubah. Di sisi ruangan sebelah kanan, banyak sekali kain-kain hasil tenunan biyungnya ataupun para macadar (penenun) yang bekerja pada biyungnya. Selain membuat busana dari si pemesan, biyungnya juga menjualnya secara langsung dan bekerja sama dengan beberapa pedagang di pasar kota Wengker khususnya.

"Bagaimana biyung bisa rindu bila hari-hari biyung masih dan selalu disibukkan hal-hal seperti ini," balas biyungnya dengan bercanda.

Sudewi mencebik pelan, lalu mendekati sebuah kain sutra berwarna hijau yang menyegarkan mata tapi juga memiliki kesan lembut karena warnanya tidak terlalu terang. Diusapnya kain itu, terutama pada sisi tepinya yang berhias manik-manik dari emas.

"Indah bukan? Salah satu pekerja biyung yang membuatnya. Anak perempuan, masih sangat muda sekali, tapi pekerjaannya bagus dan tekun."

Sudewi menoleh. Menatap takjub pada biyungnya. "Benarkah?"

"Iya. Anak itu mengingatkan pada putri biyung."

"Jadi ..., biyung lebih mencintai gadis itu daripada saya yang hanya bisa makan ini," sahut Sudewi bernada manja pada biyungnya.

"Manisanmu masih nomor satu bagi biyung. Terkadang biyung kangen sekali manisan buatanmu. Tapi anakku, benarkah yang biyung dengar dari obrolan Yunda Rajadewi dan Gusti Ibu Suri, bahwa konon katanya Sri Rajasanagara menyukai manisanmu?"

Anggukan kuat dan senyuman Sudewi membuat Nyi Tarsih bernapas lega. "Biyung merasa bersyukur, sebab kamu dicintai dan disayangi bahkan oleh banyak orang."

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang