Akhirnya beneran kita sampai di bab Epilog. Selamat membaca
***
Surya Wilwatikta tak lagi menyinari Nuswantara. Satu per satu para tokoh yang melegenda telah tiada. Tidak ada tokoh yang menjadi teladan, dituakan dan disegani di kalangan para bhatara muda, membuat Wilwatikta tak lagi bertaji. Satu negeri yang agung itu bagai sebuah legenda, sebab kini sang surya terbelah menjadi dua. Wilwatikta barat dan Wilwatikta timur. Saling bersitegang. Tak ada yang mau mengendurkan sengit di antara sesama saudara.
"Gusti Parameswari ...."
Kusumawardhani berbalik dan menghampiri emban yang datang membawa pesan. "Ada kabar dari Yunda Nagarawardhani?" tanya Kusumawardhani cemas.
"Raden Panangkara hanya membawakan ini saja, katanya situasi di wetan pun sulit diketahui dan menempuh perjalanan ke sini, seakan bertarung nyawa. Di perbatasan kotaraja, penjagaan semakin diperketat apalagi bagi mereka yang baru pulang dari wetan. Mau itu pedagang, bangsawan apalagi jelata, sulit sekali menembus kotaraja. Begitu yang disampaikan Raden Panangkara," terang sang emban bernama Bibi Dasumi pada Kusumawardhani.
"Tapi Panangkara baik-baik saja, Bi?"
"Syukurnya tidak ada yang mencurigai Raden Panangkara, Gusti."
Kusumawardhani mengangguk, mengambil napasnya panjang. Raden Panangkara adalah prajurit Bhayangkara yang kini telah menjadi senopati. Mendapat kepercayaan dari suaminya dan juga merupakan prajurit pilihan. Beruntungnya Kusumawardhani mengetahui bahwa Raden Panangkara adalah salah satu pejabat pemerintahan yang bertujuan sama dengannya. Bersatunya Wilwatikta.
Bibi Dasumi segera menutup pintu dan berjaga di depan. Buru-buru Kusumawardhani membaca pesan dari sepupunya Nagarawardhani.
Dinda, apa kabarmu di kotaraja? Aku sudah mencoba meyakinkan Kakang Aji Rajanatha, bahwa penunjukkanmu sebagai Bhatara Lasem adalah kesalahpahaman. Suratmu pada Kakang Aji Rajanatha pun telah kusampaikan. Namun, Kakang Aji Rajanatha tetap menganggapnya sebagai upaya Gusti Prabu Wikramawardhana yang tak menganggapnya sebagai anak laki-laki mendiang Sang Sri Nata Rajasanagara dan bahwa Lasem adalah milik Wilwatikta wetan.
Dinda ... Kakang Aji Rajanatha mengungkapkan kekecewaannya dan begitu marah besar. Aku tak sanggup untuk meredakannya. Aku merasa rindu dengan masa lalu saat kita masih kanak-kanak. Hanya bermain dan tertawa, mungkin hanya berebut mainan. Tetapi mengapa kini, suami-suami kita saling berebut takhta.
Para leluhur pastinya menangis melihat keadaan saat ini. Aku akan tetap berusaha di sini. Jagalah diri dengan baik.
Kusumawardani tengadah. Harusnya dia bisa seperti mendiang Eyang Rajaputri Tribhuwana yang tak gentar dan ragu saat diamanahkan takhta. Atau harusnya dia menyerahkan takhta pada kakaknya saja, dan menetap di Pajang atau Kahuripan.
Isak tangis Kusumawardhani semakin pilu. Untuk apa aku mengabdikan hidup pada darma, bila justru aku tak bisa melindungi negeri dan rakyatku. Hyang Agung ... Engkau telah mengambil putraku sang yuwaraja, lalu mengapa kini harus dihadapkan pada keadaan yang menyesakkan antara suami dan kakaknya.
"Gusti Prameswari ...." Suara Bibi Dasumi dari luar pintu kamarnya, membuat Kusumawardhani segera menghapus sembab di wajah. "Gusti ... ada Selir Dara Ayu memohon izin bertemu," ucap Bibi Dasumi.
"Persilakan masuk, Bi."
Selir Dara Ayu memasuki kamarnya sembari menimang putri kecilnya yang baru lahir. Setidaknya kehadiran Dara Ayu dan putrinya menjadi pelipurnya. "Apakah hamba menganggu Gusti Parameswari?" tanya Dara Ayu lembut.
Kusumawardhani menggeleng dan menitahkan Selir Dara Ayu untuk mendekat. "Lama tak mengunjungi Suhita, tampak semakin gembul ya pipinya. Lihat, hidungnya pun semakin bangir," celoteh Kusumawardhani.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...