21. Bukan Sepadan

798 97 47
                                    

Perjalanan lawatan ke berbagi daerah Wilwatikta kembali dilanjutkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perjalanan lawatan ke berbagi daerah Wilwatikta kembali dilanjutkan. Beberapa hari lamanya, rombongan berada di Patukangan kemudian berangkat kembali menuju Keta. Tidak ada kegiatan yang berubah. Masih tetap sama. Beribadah, ziarah pada leluhur, dan memantau keadaan rakyat di wilayah tersebut. Dan di malam hari tetap ada perjamuan makan malam disertai hiburan.

Di Patukangan bahkan perjamuannya lebih mewah. Para penari topeng khusus ditampilkan dan memiliki wajah yang cantik, sengaja dipersembahkan untuk dipilih raja baik menjadi selir ataupun hanya sekadar menemani raja. Jika biasanya Hayam Wuruk menikmati setiap hiburan terutama tari topeng dan wayang orang, tapi sejak hari itu, dia tidak bisa menikmati apa pun. Fokusnya hanya tertuju pada ziarah leluhur dan masalah pemerintahan. Waktunya bahkan lebih banyak dihabiskan di tempat peribadatan dan memeriksa beberapa kerusakan pada tempat pendermaan para leluhur, Hayam Wuruk meminta ada perbaikan agar bangunan suci tersebut tetap berdiri kokoh.

Setiap malamnya pun dilaluinya sendiri, tidak ingin ditemani oleh siapa pun. Dia hanya mengatakan ingin banyak istirahat agar perjalanan lawatan saat arah kembali ke kotaraja bisa dilalui lebih cepat dan segera sampai menuju tempat terakhir di Tumapel-Singhasari. Sedangkan hubungannya dengan Sudewi tidak ada perkembangan apa pun. Masih dingin. Mereka berdua benar-benar hanya saling berbicara saat di acara jamuan resmi kerajaan.

Beberapa bulan rombongan kerajaan menjalani lawatan ke berbagai daerah hingga akhirnya sampai di Tumapel-Singhasari yang menjadi tempat terakhir yang dikunjungi sebelum kembali ke kotaraja Wilwatikta. Tumapel dan Singhasari adalah tempat asal dan cikal bakal Wilwatikta. Wangsa Rajasa lahir dan besar dari sini hingga eyang buyutnya Maharaja Sri Kertanegara dan saat ini merupakan kekuasaan ayahnya—Cakradhara. Oleh karena itu selama berada di sini, tidak membangun tenda melainkan tinggal di kedaton Singhasari.

Tempat pendermaan pertama kali yang ditujunya adalah Candi Kagenengan di sebelah selatan kotaraja Singhasari yang merupakan tempat pendermaan Sri Ranggah Rajasa (nama gelar Ken Arok yang disebutkan dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama). Pagi-pagi sekali rombongan sudah siap-siap berangkat dari Kedaton Singhasari menuju Kagenengan. Emban dan abdi dipersiapkan untuk membawa segala hal yang dibutuhkan dalam ziarah kali ini, seperti; umbul-umbul,,makanan, sesajian dan juga kain-kain. Para pembawa ini berada di barisan depan kemudian barisan rombongan keluarga kerajaan yang ikut serta termasuk para sentana raja, selir dan juga para menteri.

Setibanya di Candi Kagenengan yang puncaknya menjulang tinggi ke langit, rombongan disambut rakyat yang sudah menunggu kedatangan rombongan lawatan. Sorak-sorai terdengar serta puji-pujian yang dihaturkan untuk Wilwatikta serta raja dan permaisuri. Begitu masuk ke halaman Candi Kagenengan, aroma wangi bunga tanjung yang memenuhi taman sekitar Candi membuat mata Hayam Wuruk tak lepas memandang indahnya bunga tanjung yang selalu mengingatkannya pada Sudewi.

Kedatangan rombongan disambut oleh para pendeta, kemudian Hayam Wuruk dan Sudewi masuk terlebih dulu menaiki undakan Candi untuk beribadah lebih dulu dan pemberkatan oleh para pendeta kepada raja dan permaisuri agar selalu sehat, panjang umur dan segera mendapatkan keuturunan. Setelah beribadah untuk beberapa menit lamanya, Hayam Wuruk dan Sudewi kemudian menuju ke luar halaman candi dan mendatangi para rakyat. Di sinilah makanan dibagikan untuk rakyat yang datang, sedangkan kain-kain dibagikan untuk para rama di dukuh sekitaran candi.

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang