31. Siasat

633 87 49
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Kedaton Wilwatikta

Semburat jingga tampak meneduhkan

Seperti saat aku melihat wajahmu

Kicau burung yang kudengar kali ini terdengar pilu

Apakah Dinda di sana sedang ....

Praya segera melipat lontar yang sedang dibacanya dengan desahan napas panjang. Dia terpaksa harus berdiri dengan senyuman yang manis untuk menyambut kedatangan Ibu Suri Tribhuwana dan Putri Dyah Nertaja. "Hamba mohon maaf atas ketidaksiapan hamba dalam menyambut Ibu Suri Tribhuwana dan Putru Dyah Nertaja," kata Praya. Netranya sedikit melebar saat melihat Tribhuwana dan Dyah Nertaja mendatangi tempatnya dengan beberapa emban—yang di mana tiap-tiap emban membawa kotak yang dibungkus dengan kain berwarna emas.

"Sepertinya kedatangan kitalah yang menganggu istirahat Selir Praya." Meski sudah sering bertemu dan mendengar suara Ibu Suri Tribhuwana, Praya masih saja tak bisa menghilangkan ketakjubannya, apalagi bisa berbicara langsung seperti ini. Rasa-rasanya sulit sekali membayangkan kedatangan keluarga kerajaan ke tempatnya.

Para emban pergi setelah meletakkan hadiah-hadiah yang diberikan oleh Ibu Suri Tribhuwana dan Nertaja. "Hadiah-hadiah ini dariku dan ibunda. Kami memberikan obat-obatan, sutra dari Cina dan juga perhiasan," ujar Dyah Nertaja sembari menunjuk kotak-kotak yang diletakkan di atas meja.

"Terima kasih Gusti Putri Dyah Nertaja dan Gusti Ibu Suri. Hamba merasa hadiah-hadiah ini sangat banyak sekali."

"Ini hanya sedikit. Sangat sedikit, bila dibandingkan dengan kedudukanmu saat ini yang sedang mengandung putra dari Raja Wilwatikta," kata Tribhuwana.

Praya sontak mengatupkan bibirnya. Meski terasa kaku, dia berusaha menyunggingkan bibirnya. Entah mengapa dia merasa perkataan Ibu Suri Tribhuwana bermakna ganda. "Di antara wanita Ananda Prabu, Selir Praya lah yang berhasil mengandung setelah sekian lama sejak Ananda Prabu menikah dan memiliki selir. Tentu saja ini adalah berkah bagi Wilwatikta, karena itu hadiah-hadiah ini sangatlah sedikit," ujar Tribhuwana menambahkan.

Desahan kecil keluar dari bibir Praya. Dia cukup lega mendengarnya. "Bagaimana yang Selir Praya rasakan selama hamil? Apakah ada keluhan?" Tribhuwana bertanya dengan lembut, tatapannya tertuju pada perut Praya yang semakin membuncit.

"Hamba berterima kasih atas perhatian Ibu Suri Tribhuwana. Beruntungnya hamba tidak merasakan kesulitan apa pun selama mengandung. Gusti Prabu memberikan walyan terbaik untuk membantu dan memantau keadaan hamba selama Gusti Prabu melakukan kunjungan, jadi hamba merasa selalu baik."

"Oh ya .... ?" Dyah Nertaja berdecak kagum. "Wah, aku sungguh tidak menyangka bahwa Kakang Prabu bisa selembut ini."

"Nertaja," tegur Tribhuwana. "Hal yang wajar dilakukan para laki-laki untuk memperhatikan wanitanya yang sedang mengandung, apalagi ini adalah Ananda Prabu. Jangan mengolok kakangmu sendiri."

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang