Halo ...
Makasih banyak yang udah nagih update.
Ada yang kangen sama Hayam Wuruk, nggak.
Semoga part ini nggak mengecewakan.
***
"Dinda." Hayam Wuruk menghampiri Praya dengan langkah tergesa. Duduk di sebelah Praya sembari mengusap lembut telapak tangan selirnya. Dipandanginya wajah cantik Praya, perhatiannya pada bibir Praya yang tampak pucat dan kering. "Apa yang kamu keluhkan?" tanya Hayam Wuruk tampak khawatir.
Praya hanya menggeleng lemah. "Mohon maafkan hamba Gusti Prabu, telah membuat Gusti Prabu khawatir."
"Tidak apa, Dinda, lagi pula kamu sekarang ini sedang mengandung. Ada yang sakit?"
"Hamba hanya sedikit mual dan terasa pahit, kata Walyan perempuan yang sedang hamil akan sering mengalami hal yang seperti ini."
Hayam Wuruk tampak berpikir sejenak. "Ramuan obat dari Walyan apakah bisa meredakannya?"
"Ramuan dari Walyan bisa meredakannya, Gusti Prabu, hanya saja mungkin karena memang mualnya terus-menerus sehingga membuat mulut terasa pahit, mungkin dengan makan manisan akan bisa mengurangi rasa pahitnya," ucap Praya kemudian tertunduk.
"Manisan? Apa itu akan membantu?"
"Ah, maaf Gusti Prabu bila hamba mengeluh. Maafkan hamba, mungkin karena ini pertama kalinya merasakan kehamilan sehingga hamba masih beradaptasi." Praya terus menunduk. Memainkan jemari lentiknya. Sesekali menggigit bibirnya.
"Apa kamu ingin makan manisan? Aku akan meminta Darya untuk menitahkan emban dapur menyiapkannya." Praya mendongak perlahan. Menatap Hayam Wuruk dengan sayu.
"Tidak perlu Gusti Prabu, hamba akan makan apa yang ada saja, tidak perlu terlalu harus menyiapkan hal lainnya. Sungguh! Hamba minta maaf telah membuat kekacauan dengan kembali tidak sadarkan diri," ucap Praya dengan suara lirih dan terbata.
"Dinda Praya tidak perlu merasa seperti ini. Kamu adalah Selir Raja, tentu saja akan mendapatkan pelayanan yang terbaik, apalagi kini dalam keadaan mengandung. Anak yang ada dalam kandunganmu adalah berkah bagi Wilwatikta juga merupakan generasi selanjutnya bagi negeri ini. Karena itu kamu harus sehat. Apa pun yang kamu inginkan sampaikanlah pada emban, jangan merasa ragu-ragu," ucap Hayam Wuruk dengan lembut.
Praya menyunggingkan senyum malu-malunya, kemudian dia menyadari sesuatu. "Gusti Prabu, mohon maaf, hamba baru menyadarinya, di sini—" tangan Praya terulur dengan ragu saat hendak menyentuh rahang Hayam Wuruk yang tampak lebam.
Namun, Hayam Wuruk lebih dulu menjauhkan wajahnya sebelum disentuh Praya. Lalu tersenyum dan berkata, "tidak perlu khawatir, tadi aku berburu di hutan Nandaka, hanya sebuah insiden kecil yang terjadi. Sebelum ke sini, Darya sudah memberikan obat balur agar lebamnya tidak terlalu kelihatan."
Kemudian ditepuk-tepuknya pelan telapak tangan. "Istirahatlah. Besok kita akan pulang ke kotaraja, tentunya ini adalah kali pertama kamu akan tinggal di dalam Kedaton Wilwatikta. Sekarang, aku akan kembali ke kamar, ya."
Sorot mata Praya tampak tak rela saat Hayam Wuruk mengatakan hendak kembali ke kamarnya. Namun, dia tidak bisa melakukan apa pun untuk menahan Hayam Wuruk lebih lama lagi. "Jika memerlukan apa pun bantuan hamba bahkan ... bahkan untuk menemani Gusti Prabu di peraduan, hamba akan selalu siap," ucap Praya seraya menundukkan kembali kepalanya.
"Istirahatlah Praya, kesehatanmu lebih penting. Aku tidak ingin mendengar kamu sakit apalagi tidak sadarkan diri lagi."
"Hamba akan menjaga kesehatan hamba. Agar tidak membuat Gusti Prabu risau."
KAMU SEDANG MEMBACA
MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT)
Historical FictionBlurb: Tragedi Perang Bubat tidak hanya menorehkan jarak antara Majapahit dan Pasundan, tapi juga luka dan duka bagi dua kerajaan tersebut. Gugurnya Dyah Pitaloka-calon permaisurinya, membuat Hayam Wuruk melewati masa-masa sulit. Namun, Wilwatikta t...