47. (b) Bakti Sang Selir

570 51 25
                                    

Part 47 (b) update. Selamat membaca.

***

Kudamerta akhir-akhir ini bekerja lebih keras. Di usianya yang semakin senja, tubuh dan pikirannya dipaksa untuk terus memikirkan rencana memperluas pengaruh dan kekuasaan. Rajadewi dan Nyi Tarsih terkadang bergantian menemani saat Kudamerta menghabiskan malam harinya hanya untuk mempelajari laporan perkembangan yang didapat.

Kudamerta berusaha bergerak tidak menimbulkan kecurigaan, meskipun sebenarnya sia-sia. Kapal yang akan berangkat ke Yuan tahun lalu sudah dihancurkan saat bersandar di Swarnabhumi dan beruntungnya tidak ada bukti kuat yang mengarahkan pada tujuan sebenarnya. Sialnya, Kudamerta tidak dapat leluasa berangkat dari Tuban maupun Lasem bahkan Ujung Galuh jika tidak ingin dicurigai. Karena itu dia berusaha membangun pelabuhan, sayangnya lagi hal itu bukan perkara mudah. Selain perizinan juga terkendala akan biaya pembangunan yang tak sedikit.

"Kakang Kudamerta, apa malam ini masih akan bekerja lagi?" tanya Rajadewi dengan lembut. Sedang Kudamerta sama sekali tak teralihkan.

"Dinda Wiyat tidur saja. Tak perlu bergantian menemaniku. Dinda Wiyat harus mengurus Kedaton Wengker dan Dinda Tarsih harus menjalankan perniagaannya setiap hari. Lagi pula akhir-akhir ini aku bekerja karena permasalahan permintaan para saudagar tentang penetapan pajak dan keinginan mereka agar Wengker memiliki pelabuhan sendiri," ujar Kudamerta yang sudah tahu bahwa istri dan selirnya datang menemui.

Kedua wanita Kudamerta saling bertukar pandang. Rajadewi lah yang berani bersuara. "Kakang, membuat pelabuhan bukan perkara mudah. Diperlukan izin dari Sri Nata Rajasanagara harus mengetahui dan menyetujuinya," ucap Dyah Wiyat memperingatkan.

"Iya, tentu! Aku tahu hal itu. Karena itu aku sedang mempelajarinya."

"Kakang bisa melakukannya di pagi atau siang hari. Sudah beberapa minggu ini kakang bekerja di waktu malam, kami berdua khawatir."

"Sudah kubilang, kan, tidak perlu khawatir," kata Kudamerta menegaskan. Pandangannya segera terpusat pada lontar dan kertas. Tak acuh pada istri dan selir. Seolah keduanya tiada kehadirannya.

Dyah Wiyat Rajadewi mendesah. Lelah melihat suami yang begitu keras kepala. "Dinda Tarsih lebih baik kita meninggalkan tempat ini saja."

Nyi Tarsih mengangguk canggung. Menunggu Dyah Wiyat keluar terlebih dulu dan berjalan di belakang. Nyi Tarsih selalu tahu di mana posisinya sebagai seorang selir. Apalagi Dyah Wiyat adalah putri raja besar, pendiri Wilwatikta.

"Dinda Tarsih, maukah malam ini kamu mampir ke kediamanku? Melihat Kakang Kudamerta yang terus bekerja hingga larut, sepertinya Kakang tidak akan tidur denganku atau denganmu, bagaimana?" ajak Dyah Wiyat.

Nyi Tarsi terkejut dengan penawaran Dyah Wiyat. Nadanya terbata saat menjawab. "Baik, Yunda."

Sebelum memasuki tempatnya, Dyah Wiyat meminta emban untuk menyiapkan minuman hangat dan kudapan untuk mereka berdua. "Duduklah Dinda Tarsih, jangan sungkan."

"Terima kasih, Yunda."

Mereka berdua berbasa-basi terlebih dulu sambil menunggu kudapan dan minuman datang. Aroma sereh dan kayu manis menguar dari cawan, menambah syahdunya malam di antara kecanggungan keduanya. "Dinda Tarsih, apakah pernah membayangkan bagaimana akhir kehidupan diri sendiri?" tanya Dyah Wiyat.

Nyi Tarsi meneguk sedikit lalu meletakkan cawan di atas meja. "Katanya manusia harus selalu mengingat kematian agar melakukan darma yang baik dan mendapat karma baik."

"Kamu benar. Rasanya tak heran melihat Sudewi sekarang ini sebab memiliki biyung yang bijak sepertimu." Dyah Wiyat tersenyum lemah. "Dulu Indudewi dan Sudewi selalu bermain bersama. Mereka sering mengunjungi kotaraja, karena Indudewi selalu memaksa Sudewi untuk ikut. Sedangkan Sudewi sering bersikap canggung dan tak percaya diri. Jujur saja aku sempat gemas dan berakhir menegurmu, agar Sudewi harus terbiasa dengan lingkungan Kedaton dan bersikap layaknya bangsawan meski terlahir dari selir, sebab garis ayahnya adalah seorang bhatara meski kekuasaannya di bawah Wilwatikta."

MATAHARI TERBELAH DI WILWATIKTA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang