Bagian 57 : Pulang

715 38 1
                                    

HELLO AGUSTUS!

Hayoo siapa yang ulang tahunnya tanggal 17 Agustus? Ada gaaa

Semoga di Agustus ini, semoga bulan yang membawa kebaikan. Apa yang kita inginkan semoga tercapai di bulan ini. Apa yang kita rencanakan, semoga segera tercapai.

Semoga kita juga diberi kesehatan selalu, kemudahan menjalankan suatu hal apapun itu.

Amin

***

Malam itu, seorang pria tengah berdiri di depan jendela kaca. Matanya terus menatap sorang wanita yang tengah mendudukkan diri membelakanginya. Wanita itu tampak tenang dan seperti tertidur.

Lima menit kemudian, wanita itu bangkit dari kursi dan menyerahkan seorang bayi mungil pada seorang perawat. "Nyonya, suami anda di luar." Kata perawat tersebut. Wanita itu, Violette menolehkan kepalanya, hanya menatap Argan sekilas tanpa membubuhi ekspresi senang sedikitpun. Wanita itu hanya berwajah datar.

"Hari ini Logan sudah boleh pulang." Kata seorang dokter yang baru saja datang menghampirinya.

"Benarkah, dok. Apa tidak apa-apa?"

"Tidak, Logan adalah bayi yang sehat. Dia sangat kuat menjalani berbagai macam perawatan." Kata Dokter.

"Terimakasih, dok."

"Anda sudah bisa memberikan ASI pada Logan. Yang teratur ya biar ASI nya tidak padat. Kalau untuk susu formula, lebih baik nanti saja ya setelah Logan 6 bulan ke atas."

"Baik, dokter." Senang Vio, ia mengambil Logan dari gendongan perawat. "Saya permisi dulu, dok."

"Jaga kesehatan Logan. Logan senang mommy pasti senang."

Vio tersenyum, ia pun mengeluarkan diri dari dalam ruangan. Kemudian, seorang pria sudah menghadangnya. "Logan sudah boleh pulang, sayang?" Tanya Argan.

"Sudah."

"Ayo kita pulang."

"Aku pulang sendiri saja, aku mau pulang ke apartemen."

"Apartement siapa?"

Pertanyaan Argan membuat Vio beku. Nyatanya, Vio sudah tidak memiliki apartement ataupun rumah untuk ia tinggali. "Aku mau pulang kerumah tante Lodya."

"Sayang, Lodya sedang tidak di rumah, kan?"

Begitu sialnya Vio saat ini, dengan terpaksa ia harus mengikuti Argan pulang kerumah pria itu. "Aku pulang dengan pak Davit saja, kamu pulanglah sendiri." Kata Vio. Ia memberanjakkan dirinya berjalan mendahului Argan.

Argan, pria itu pun merasakan ada yang berubah dengan sang istrinya. Perasaan bersalah dan menyesal tiba-tiba saja menyeruak pada perasaannya. Seharusnya ia tidak melakukan ciuman bersama Clara pagi itu. Mungkin saja, Vio sempat melihat mereka.

Argan mulai mengikuti mobil BMW itu yang sudah berjalan terlebih dahulu. Mobil itu sangat teratur dalam berkendara, tidak mengebut ataupun menyalip kendaraan lain di depannya. Argan pun terus menututinya.

Tidak lama, mereka pun akhirnya sampai di sebuah rumah tinggi dan megah dengan halaman luas itu. Seorang wanita menurunkan dirinya dari dalam mobil, tangannya menggendong seorang bayi dan satu tangannya menenteng sebuh tas bayi.

Wanita itu tidak sedikitpun menoleh pada Argan yang tengah menghampirinya, wanita itu langsung saja memasukkan dirinya kedalam rumah. "Sayang, wellcome home." Ucap Vio pada Logan. Ia pun segera menujukan dirinya kearah kamarnya. Namun, langkahnya terhenti ketika mendapati dua orang wanita tengah mengobrol di ruang keluarga lantai tiga.

"Vio, anakmu sudah boleh pulang?!" Kejut Clara.

"Iya, sudah." Jawab Vio dengan mengedarkan senyum yang ia paksakan.

"Gemoynya anak mumsy ini." Goda Seren.

"Halo aunty, namaku Logan."

"Nama yang bagus, Vi." Puji Clara.

"Ya sudah, aku ke kamar dulu ya. Kasian Logan sedari tadi di gendongan terus."

"Aku temani ya." Kata Seren.

"Sana Se, mama mau siapin sarapan malam dulu ya." Kata Clara, langsung beranjak pergi menuju lift, sedangkan Seren mengikuti langkah Vio yang sudah mendahuluinya.

"Wah! Ruangannya sudah di design khusus ternyata." Kagum Seren yang sudah memasuki sebuah bilik berpintu kaca yang tepat berada di kamar Vio.

"Hm," jawab Vio. Ia merebahkan Logan pada box bayi.

"Kenapa mirip sama ayah."

"Masa si, nggak deh. Mirip Vio kok."

"Seriusan, matanya mirip ayah. Tajam."

Seren dan Vio pun saling mengadu tawanya. Seperti tidak ada beban di antara mereka. Namun, sebenarnya mereka saling menyimpan pertanyaan dan beban yang hanya bisa mereka yang tahu.

Tawa Vio terhenti, sebuah tangan melingkar pada pinggangnya membuat Vio pun terkaget. "Senang sekali." Kata Argan.

"Argan, lepas." Ucap Vio, melepas tangan Argan.

"Rasanya Seren kayak jadi nyamuk." Guman Seren, tangannya terus mengelus pipi tembem milik Logan.

Vio melangkahkan kakinya menuju ruang ganti, di letakkannya sebuah tas milik Logan di sana. "Argan, jangan ke kamar Vio, ingat Clara." Ucap Vio dengan lirih.

"Sayang, kamu kenapa? Sejak tadi marah-marah terus." Kesal Argan, ia melepas jas dan kemejanya.

"Pikir saja sendiri." Kesal Vio, ia membuka pintu ruang ganti, sebelum ia menutupnya kembali, Vio angkat bicara. "Setelah ganti pakaian, keluar dari kamar ini." Tekan Vio, ia pun meninggalkan Argan yang masih berada di dalam ruang ganti. Vio menutup pintu ruangan itu dengan kasar sampai Argan pun terheran lagi.

"Se, kamu nggak sarapan?"

"Seren mau temenin Logan dulu. Kamu makan dulu aja sana."

Vio mencebik, ternyata sahabatnya itu sangat menyukai anak kecil. "Aku nggak lapar." Jawab Vio, ia mendudukkan dirinya di atas kursi jendela. Matanya terus mengamati jendela yang menampakkan halaman gelap yang terpancar oleh cahaya lampu.

"Vi, lagi marahan sama ayah?" Tanya Seren.

"Nggak."

"Seren tahu kalau mumsy Vio ini lagi marah atau nggaknya kok." Kata Seren, matanya menatap Vio yang terus memalingkan wajahnya dari hadapan Vio. Tangan mungil itu mengusap wajahnya. Seren yakin jika Vio menangis.

"Ibu menyusui katanya nggak boleh stress loh." Sindir Seren sukses membuat Vio mengedarkan tawanya, tetapi wanita itu terus mengelap pipinya.

"Se, Vio kangen jaman-jamannya sekolah dulu." Kata Vio.

"Kamu nyesel nikah sama ayah?"

Vio diam, entah menyesal atau tidak, Vio belum mengetahuinya saat ini, hanya mungkin. Yang pastinya, ia tengah menyesal dengan keadaan saat ini.

Tiba-tiba, suara bayi menangis muncul. Vio segera bangkit dari sofa dan menghampiri Logan. Ia mulai mengangkat bayi itu dan memberinya susu ASI.

"Se, bisa buatkan aku susu?" Tanya Vio.

"Belum pernah bikin si, tapi aku coba deh."

"Hem, ada petunjuknya kok di kemasan."

"Siap mumsy!" Semangat Seren, ia pun segera mengeluarkan diri dadi dalam kamar Vio. Kini, tinggallah Vio yang tengah memberikan ASI pada Logan sembari menahan tangisnya. Ia tidak ingin jika ia menangis di hadapan sang anaknya.

"Sayang, minum yang banyak ya biar cepat besar."

"Biar Logan bisa jadi pelindung buat mommy. Mommy sayang banget sama Logan." Ucap Vio, tetapi tangisnya tidak dapat ia bendung lagi. Wanita itu pun menumpahkan air matanya.

"Aah, Vio. Apa-apaan sih, kenapa jadi sensitif gini." Kesal Vio, bergumam.

*

[01-08-2023]

Your Daddy is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang