Bagian 25 : Mengobrol

1.4K 52 1
                                    

Seren membuka pintu kamarnya. Berapa hari ia tidak makan di ruang makan? Pikirnya. Ia pun sekarang ingin makan malam disana, mungkin ia juga akan bertemu ayahnya. Lalu sekaligus ia ingin meminta maaf padan ayahnya.

"Se, udah sarapan?" Tanya Careline Violette, wanita yang sama saja baru mengeluarkan diri dari kamar.

"Be-belum." Jawab Seren.

"Sudah lebih baik?"

"Yaa lebih baik dari kemarin."

"Oke, kita sarapan di ruang makan saja." Kata Vio, berjalan terlebih dahulu. Seren pun mengamati Vio yang kian makin berubah, kian dewasa. Matanya mengamati tubuh Vio yang tengah berjalan di depannya. Wanita yang mengenakan piyama dress itu semakin seksi.

Vio menghentikan langkahnya, ia menoleh kebelakang. "Kita jalan sama-sama, kenapa harus seperti ini." Ucap Vio, ia menarik Seren untuk berjalan di sisinya.

Seren sempat terkejut, tetapi gadis itu menurut. "Miss Rini udah masak masakan kesuakanmu, nanti dimakan jangan di biarin aja."

Sesungging bibir Seren menyimpul. Lega rasanya melihat senyuman Seren lagi. Sejak ia tinggal dirumah Argan, gadis itu tidak pernah tersenyum padanya.

"Bagaimana Canada?" Tanya Vio. Seren sudah paham apa yang dibicarakan Vio, kampus di Canada yang sangat mereka idam-idamkan.

"Kamu sendiri?"

"Kamu sudah tahu jawabannya, aku hamil dan untuk kuliah entahlah."

Seren tersenyum kembali, mereka pun mulai hening. Setelah pintu lift terbuka, Seren pun segera mengeluarkan dirinya. "Aku juga nggak tahu." Kata Seren. Ia mulai duduk di ruang makan.

"Se, kalau mau minta sesuatu padaku, minta saja dan jangan sungkan. Eh, anggap aku seperti teman lagi. Kalau perlu bantuan juga, bilang saja padaku." Kata Vio, jangan sampai ia menyebut kata 'mama' di mulutnya. Sangat yakin jika Seren pasti benci mendengar kata 'mama' untuk dirinya.

"Iya, aku akan berusaha."

Vio semakin lega dengan keadaan Seren yang kian membaik, sarapan dengannya bahkan mengobrol dnegan tenang. Vio sangat bersyukur dengan keadaan sekarang. Ia hanya bisa berdoa dalam hatinya, semoga keadaan mereka berdua tetap baik-baik saja.

Lalu seorang pria berjalan menghampirinya. Sebelum mendudukkan dirinya di ruang makan, Argan menyempatkan diri untuk mencium kening istrinya. "Argan, jangan seperti ini, ada Seren." Gumam Vio, begitu geram dengan sang suaminya yang tidak melihat situasi.

Vio pun sedikit menjauh dari Argan, wanita itu menampani jas yang berada di tangan Argan. "Ayo makan dulu, bersih-bersih nanti saja. Vio nggak mau kamu telat makan terus." Kata Vio, ia pun berjalan terlebih dahulu, Argan siap mengikuti istrinya menuju ruang makan.

Tatapan datar Argan membuat Seren takut. Gadis itu tidak berani menatap ayahnya, ia terus menunduk sembari melanjutkan makannya. Vio pun merasakan kecanggungan luar biasa, tetapi Argan masih bersikap biasa saja sembari menyantap makanannya.

"Se, besok ada rencana kemana?" Tanya Vio. Seren pun mengangkat kepalanya, matanya menatap Vio. Sesungging senyum yang pun muncul.

"Nggak tahu, Vi."

"Panggil dia mama, Seren." Tekan Argan, sontak saja sebuah tendangan pada kaki Argan pun diterima. "Argan, jangan maksa kenapa." Kesal Vio.

"Semuanya butuh proses, nggak ada di dunia ini yang intsan." Lanjut Vio.

"Ada."

"Ahhh...," geram Vio. Ia pun mencebik pada Argan. "Besok kita jalan-jalan gimana, Se?"

"Boleh."

"Em, ayah ikut?" Tanya Seren dengan takut-takutnya.

"Ayah sibuk, kalian berdua saja." Kata Argan sembari membangkitkan dirinya dari kursi. Vio pun menatap piring Argan yang masih tersisa banyak makanan. Tangan Vio meraih pergelangan tangan Argan. "Argan, habiskan makanannya."

"Udah kenyang, Vi." Jawab Argan, wajahnya terus saja datar. Kini tangannya menyentak tangan Vio yang berada di genggamannya. Pria itu terus berjalan menuju lift.

"Ayah masih marah sama Seren." Batin Seren begitu kecewa.

"Ayah kamu mungkin lagi gak mood. Jangan gitu, Vio nggak mau liat kamu sedih."

"Aku susul ayahmu dulu ya." Lanjut Vio, Seren pun menganggukkan kepalanya.

Vio, ia langsung bergegas menyusul suaminya berada. Pria yang mungkin sudah sampai lada kamarnya. Hanya butuh beberapa detik saja menggunakan lift, Vio pun sampai pada lantai tiga dan segera menuju kamarnya.

Dibuka kamarnya dengan perlahan, tampak seorang pria tengah melepas dasinya. Vio pun segera menghampiri pria itu, tangannya yang memegang nampan itu pun ia letakkan pada atas meja. "Sayang, kamu masih marah sama Seren?" Tanya Vio, ia kini mendekat pada pria itu, tangannya mengambil alih dasi di tangan Argan.

"Aku nggak marah, hanya masih kesal."

"Apa yang membuatmu masih kesal, Argan?" Tanya Vio. Tangannya mengalung pada pinggang Argan.

"Dia masih tetap memelihara etika buruknya."

Vio menghela nafasnya, "Sayang, tadi Seren bilang mau memperbaiki sikapnya. Aku yakin Seren sedang berusaha."

"Ya, terus saja membelanya." Kesal Argan, wajahnya berpaling dari tatapan Vio.

"Kau sudah besar, buat apa membela kamu terus." Kata Vio, berpura-pura kesal pada Argan. Pria itu pun sontak menyentak tangan Vio, tetapi tangan wanita itu kuat bergelayut pada pinggang Argan. Kini, wanita itu justru merapatkan pada dirinya.

"Vio, lepasin, aku harus mandi." Kesal Argan.

"Kita makan dulu." Kata Vio, ia memundurkan langkahnya, pria itu pun sontak memajukan langkahnya.

"Aku sudah kenyang."

"No, kamu masih hungry. I know, dear."

Pria itu pun hanya pasrah, kini duduk di sebelah istrinya.

*

[2022, 26 November]

Your Daddy is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang