Bagian 6 : Trauma Vio

3.9K 130 1
                                    

Setelah menyelesaikan acara makan malam, Vio segera memulangkan dirinya. Tidak ada kepentingan lagi dan hari pun sudah larut malam. Deru mobil terus bergema melintasi jalanan yang masih terbilang ramai. Seorang gadis pun terus menebar senyumannya sepanjang jalan. Pria di sebelahnya pun menggoda dengan mencolek pipi kekasihnya itu.

"Argan jangan begini." Kesal Chareline Violette, tangannya memegang tangan kiri Argan agar tidak bergerak menjahilinya lagi. "Oh iya, Argan, aku belum bertemu anakmu."

Argan tersenyum, sudah sejak lama Vio ingin bertemu anaknya tetapi tidak pernah bertemu karena berbagai alasan. Begitupun Argan yang belum menjelaskan jika dirinya sudah memiliki kekasih. Hari ini, mungkin saat yang paling tepat sebelum pernikahan dilaksanakan. "Baiklah, kita putar arah dan mampir kerumahku dulu, oke."

"Well." Setuju Vio. "Apa dia lebih cantik dariku?" Lanjut Vio.

"Tentunya." Jawaban yang menbuat Vio kesal. Argan pun menyunggingkan senyuman jahilnya. "Benar, aku nggak peduli lebih jelek dari___" lanjut Vio tetapi di potong oleh suara Argan yang keluar.

"Kamu sangat cantik Vio." Ucap Argan membuat pipi Vio merona. Tentu saja, Vio pun langsung menyembunyikan wajahnya dari tatapan Argan. "Love you Vio." Lanjut Argan, tangannya mengkecup punggung telapak tangan kanan Vio. Gadis itupun serasa di permainkan perasaannya oleh pria itu lagi.

*

Tidak lama kemudian, mobil di hentikan di sebuah rumah modern besar berlantai lima. Mereka pun mulai mengeluarkan diri dari dalam mobil BMW i8.

"Besar juga rumah anda tuan Argantha Liem." Puji Vio, kepalanya mendongak ke atas menatap wajah pria di sebelahnya.

"Thank's for your praise."

"Bintangnya nggak keliatan sama sekali, langitnya pasti mendung banget." Oceh Vio, tangannya meraih puncuk lengan jas yang Argan kenakan. Argan pun ikut menatap langit yang hitam kelam. Argan segera menggandeng tangan kekasinya, matanya manatap wajah Vio.

"Kita masuk kedalam." Ajak Argan. Mereka pun mulai masuk kedalam rumah. Begitu masuk kedalam, mereka sudah di sambut dengan peralatan yang serba modern. Begitupun asisten rumah tangga yang mengenakan seragam hitam itu mulai menghampiri mereka berdua.

Baru saja mereka masuk, sebuah kilat menyambar. Hujan pun mulai turun disertai angin kencang. Vio, gadis itu langsung mengedarkan pandangannya berkeliling ruangan. Pagar-pagar kaca itu mulai menampakkan kerlap kerlip kilat yang terus menyala. Tangannya pun segera ia eratkan pada Argan. "Miss, ambilkan minum dan antar ke kamar saya." Kata Argan. Ia tahu apa yang menjadi ketakutan Vio. Sebuah trauma masa kecilnya yang mengingatkan setiap hujan datang. Argan pun tahu jika Vio sudah cemas sejak turun dari mobil. Dengan mengedarkan pandangannya kemanapun dan tangannya yang begitu dingin.

Segera, Argan pun menggendong tubuh lemas Vio. Mereka mulai menuju kamar Argan yang berada di langai tiga. "Argan, jangan lepaskan aku." Gumam Vio, sebulir air mata terus berjatuhan pada jas yang Argan kenakan.

"Argan berisik, aku takut." Lanjut Vio. Argan tetap diam dan segera menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Argan mulai meletakkan Vio pada ranjang king size miliknya. Gadis itu justru mendudukkan dirinya dan langsung mendekap Argan dengan kuat. Wajahnya ia umpatkan pada dada bidang Argan.

"Sayang, don't worry, atur nafasmu, okey."

Sesuai instruksi Argan, Vio pun mengatur nafasnya. Namun semuanya gagal, nafasnya yang ia hirup dan hembuskan terus tersengal-sengal. Argan pun mendekap Vio dengan kuat lagi, tangannya ia letakkan pada telinga Vio. "Atur lagi nafasmu, sayang. Pelan-pelan saja." kata Argan, Vio pun mengatur nafasnya kembali walaupun masih tersengal-sengal.

Kemudian, suara pintu di ketuk mulai muncul. Asisten rumah tangga pun muncul dibalik pintu yang terbuka dengan sendirinya. Wanita itu mulai masuk dengan membawa segelar air bening dan meletakkan pada nakas.

"Miss Rini, tutup gordennya." Kata Argan, Rini pun segeda menutup gorden di kamar Argan itu. Jendela kaca besar disana pun sudah tertutup dengan rapat, cahaya kilatan pun hanya muncul melewati celah kecil saja.

"Ada yang perlu saya bantu lagi tuan?"

"Tidak. Keluarlah dan tutup pintunya." Kata Argan, wanita itu pun segera keluar dari kamar Argan.

"Sayang, minum ya." Tawar Argan, Vio menggelengkan kepalanya, ia justru mengeratkan dekapannya pada Argan. "Sayang, tenanglah." Lanjut Argan.

"Sayang, jangan membayangkan kejadian itu, oke. Kamu harus melupakannya. Ingatlah hal yang membuatmu bahagia. Bayangkan kamu dalam tempat yang indah dan sangat nyaman." Kata Argan. Vio pun menghentikan tangisnya, Argan pun diam. Vio melonggarkan dekapannya, tangannya mengelap pipinya yang basah.

"Argan, aku sangat mempercayaimu." Ucap Vio.

"Iya, sayang."

"Argan,"

"Hmm,"

"Jangan pergi."

"Aku tetap disini." Kata Argan, tangannya kini membelai dengan lembut kepala Vio.

Sampai lama mereka berpelukan, akhinya Vio melepas dekapannya dengan perlahan. Hujan yang disertai angin dan petir itupun sudah mereda. Angin tidak terdengar bertiup dan petir jarang berbunyi, hanya sambaran cahaya kilat yang terus tampak. "Argan, aku menginap disini, boleh?" tanya Vio, gadis itu mulai duduk berhadapan dengan Argan.

"Tidurlah, sayang." Ucap Argan, ia pun membimbing Vio untuk menidurkan dirinya. Sebuah kecupan singkat mendarat pada puncuk kepala Vio. Gadis itu mulai memejamkan matanya. Baru beberapa detik ia terlelap dalam tidurnya, Vio merasakan jika Argan pergi dari sisinya. Vio pun membukakan mata kembali, ia mencari sosok Argan. Tampak pria itu tengah melepas jas dan kemejanya lalu menggantinya dengan kaus hitam. Vio pun mulai memalingkan wajahnya kembali, lega melihat Argan yang masih berada tidak jauh darinya.

Beberapa derik kemudian, Vio merasakan jika Argan duduk di pinggir ranjang kembali. "Argan," panggil Vio.

"Jangan pernah pergi tanpa pamit." Lanjutnya. Argan tersenyum, ia mulai membelai wajah Vio yang membelakangi dirinya. Argan tahu jika Vio tidak mau menunjukkan kesedihan didepannya. Argan pun menarik bahu Vio, gadis itu mulai berhadapan dengannya.

"Dan kamu, jangan pernah memalingkan wajah." Balas Argan.

"Aku tidak pernah memalingkan wajah darimu." Kesal Vio, ia mendudukan dirinya kembali. Rasa takutnya itu sudah mulai menghilang, hanya mata bengkak yang masih tertera pada wajah Vio akibat menangis.

"Benarkah?" Goda Argan. Vio menghela nafasnya, tangannya mulai meraih wajah Argan. Wajah mulus itu membuat Vio sangat tergiur.

"Agran sayang, Vio mu tidak akan pernah berbohong." Ucap Vio dengan nada lembutnya sembari menggoda Argan. Mata mereka saling bertemu, pria itu pun langsung berdehem. Takut ia terbuai dengan wanita didepannya, ia pun segera mengalihkan perbincangan.

"Vi, jangan seperti ini. Aku akan pergi keluar, kamu tidurlah." Kata Argan, tangannya meraih tangan Vio untuk tidak memegangi wajahnya terus menerus.

"Tidur di luar?"

"Di kamar tamu." Jawab Argan, mereka saling bertatap mata lagi. Vio yang terus mengerjapkan mata pun membuat Argan terusik. Kini, hancur sudah pertahanan Argan, ia pun langsung mengkecup bibir Vio. Vio yang tidak menolak dan mengikuti permainan Argan pun membuat Argan lebih leluasa. Permainan itu terus panas, tetapi Vio segera menghentikan aksi tangan Argan yang akan menjelajahi tubuhnya. Ciuman mereka pun terlepas.

"Agresif." Bisik Vio. Argan pun hanya menghela nafas kesalnya. Akan pergi dari hadapan Vio, tetapi ia segera menarik Argan pada pelukannya. Pria itu tidak mengelak, ia sangat menginginkan kahangatan yang Vio berikan. Argan pun membenamkan wajahnya pada pundah Vio.

"I'am sorry Argan, Aku tidak ingin lebih. Kamu tahu aku masih bersekolah."

"Yes, I know." Balas Argan.

Percakapan itu pun menjadi yang percakapan terakhir sebelum mereka terbenam dalam mimpi-mimpi indahnya.

*

[Wleesa - 15 January 2022]

Enjoy reading, dear! Jangan lupa vote yuk hihihi

Your Daddy is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang