Tidak lama kemudian, Syahlana siuman. Ia melihat semua orang mengelilinginya. Adrian, Akasma, Rosana, dan Zivara.
"Kak Lana siuman," kata Zivara.
"Sayang," panggil Adrian dengan lembut.
"Aku... k-kenapa?" tanya Syahlana yang masih lemah.
Adrian tampak sedih, tapi juga berusaha tersenyum. "Kamu tadi sempat kritis. Tapi sudah gak papa. Dokter Susan bilang, kamu sudah baik-baik saja."
"Anak... kita, gimana?" tanya Syahlana lagi.
"Dedek juga baik-baik aja," jawab Adrian.
Syahlana tampak lega, dan terharu serta bersyukur. Air mata menetes ke pelipisnya.
"Kamu kenapa, Lana?" tanya Rosana. "Kalau ada yang mengganggu pikiran kamu, cerita sama Mama. Mama mau kok, dengerin."
"Aku gak papa kok, Ma," jawab Syahlana. Masih dengan lemah. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya.
Beberapa saat kemudian, seorang perawat mengimbau agar tidak semua orang menunggui pasien di dalam kamar. Ketika Adrian yang hendak menemaninya, tiba-tiba Syahlana menolak. "Aku mau sama Mamaku di sini."
"Ya udah. Kalo gitu, aku mau nebus obat kamu dulu," kata Adrian.
Syahlana menganggukkan kepala.
Zivara melihat Adrian duduk di depan ruang rawat Syahlana. "Kak Ian," sapanya. "Kok gak masuk?"
"Entaran aja," kata Adrian.
"Sebenernya, apa yang terjadi sama Kak Lana?" tanya Zivara.
"Aku juga gak tahu, Zi," jawab Adrian. Ia merasa begitu bodoh sebagai suami.
"Kak, kita semua tahu dong ya, kalo Kak Lana itu selalu mendahulukan orang lain, jauh di atas kepentingannya sendiri, apalagi soal kebahagiaan," ujaran Zivara disambut anggukan oleh Adrian. "Tapi mungkin Kak Ian gak tahu, kalau Kak Lana itu mudah stres. Dia lebih baik memendam masalahnya sendiri, daripada membuat orang lain khawatir apalagi sampai ribut."
"Arah pembicaraan kamu ini ke mana sih, Zi?" tanya Adrian, akhirnya.
"Aku tuh punya firasat, kalau memang ada hal yang mengganggu pikiran Kak Lana, sampai jadi begini." Zivara ingin menyebutkan nama, tetapi ditahannya.
Sebenarnya, Adrian juga menduga hal yang sama, hanya tidak enak menanyakannya.
Akasma bisa melihat dan merasakan, apa yang terjadi pada Syahlana. Memang bersabar menunggu hanya tinggal mereka berdua. "Lana, kamu adalah anak Mama. Darah daging Mama. Ada yang ingin kamu ceritakan?"
Syahlana memang tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, tetapi juga tidak mungkin menceritakannya. "Gak papa, Ma. Lana baik-baik aja. Hanya aja, sepertinya selama masa kehamilan ini, Lana ingin tinggal sama Mama. Boleh kan, Ma?"
"Sebenernya ada apa sih, Lana?" tanya Akasma lagi.
"Beneran, gak ada apa-apa, Ma. Mungkin ini kemauan jabang bayi Lana," kata Syahlana masih mengelak.
"Baiklah, Mama akan ikuti kemauan kamu. Tapi izin dulu sama Adrian."
Syahlana menganggukkan kepala.
Adrian memasuki kamar tempat Syahlana dirawat. Masih ada Akasma yang menemani. Namun mertuanya itu tahu, saatnya bergantian.
"Kalau begitu, Mama dan Zivara pulang dulu," kata Akasma. "Sebentar lagi, Papamu pulang dari luar kota."
"Iya, Ma," jawab Syahlana.
"Ya, Ma," kata Adrian. "Maaf, Ian gak bisa mengantar."
Akasma paham. "Udah, kamu temenin Lana aja."
Seusai Akasma pergi, Adrian duduk di sisi ranjang istrinya. "Gimana perasaan kamu? Apa ada yang sakit?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Istri Muda [COMPLETED]
RomanceAdrian dan Aisyah telah menikah lebih dari dua tahun. Tetapi belum juga mendapatkan momongan. Setelah diperiksa kesuburannya, rahimnya memiliki masalah, sehingga harus diangkat. Pernikahan yang tadinya jauh dari restu Rosana, ibunda Adrian pun kian...