Adrian belum bisa menerima keputusan Syahlana. Ketika wanita itu hendak beranjak dari duduknya, ia mencegahnya melangkah lebih jauh. "Tunggu dulu, Lana. Kalau persyaratan Mama seperti itu, dan kamu menolak. Lantas, bagaimana nasib Aisha?" Benarkah pertanyaan ini menandakan Adrian masih peduli pada Aisha? Atau hanyalah cara untuk membuat Syahlana berubah pikiran.
"Aku akan minta Zivara menangani masalah hukum untuk Aisha. Aku yakin, sesama wanita, Mama juga akan mengerti tentang keputusanku." Begitu jawab Syahlana.
"Kenapa sih? Apa yang membuat kamu gak mau kembali sama kami? Apakah kamu gak ingin dengar Aurora manggil kamu ibu?"
"Apa gunanya panggilan ibu untukku, kalau cuma aku yang bahagia, sementara ada orang lain yang menangis pilu meratapi nasib kehidupannya? Allah kasih aku dua anak sekaligus, kurasa bukan untuk menjadikan aku wanita yang tamak. Sudah benar, aku menyerahkan Aurora pada Aisha." Penjelasan macam apa yang keluar dari wanita seperti Syahlana ini?
"Apa kamu juga udah gak mencintai aku lagi?" Pertanyaan itu terdengar lirih dari bibir Adrian. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Atau memang, tujuan kamu jadi istri keduaku, hanya untuk membahagiakan Aisha atau Mamaku, dengan memberikan keturunan, bukan karena ada perasaan di antara kita?"
"Jangan pernah menanyakan hal seperti ini lagi," ucap Syahlana. "Apapun kenyataan perasaanku, gak akan mengubah keputusanku."
Lalu, San keluar dari kamar rawat Rosana. "Maman! San ngantuk."
"Ya. Ayo, memang sudah waktunya pulang. Pamit sama Oncle."
"Oncle, San pulang dulu yah," pamit San.
Belum juga Adrian mengiyakan, keluar juga Aurora. "San! Katanya cuma mau ke toilet? Kok pulang, sih?"
"Aku ngantuk, Rara," kata San, sambil memeluk tangan ibunya.
Lalu Aurora bertanya kepada Adrian. "Papa, boleh gak, Rara ikut sama San? Rara masih kangen sama San."
Adrian menatap Syahlana, yang sepertinya juga ingin dekat dengan putrinya, tapi tidak pernah ia ungkapkan lewat kata-kata. "Tanya dulu sama Maman-nya San."
Lanrtas Aurora bicara pada Syahlana. "Boleh kan?"
Syahlana pun tersenyum dan menganggukkan kepala.
Adrian pun berpesan, "Oke. Jangan nakal, di sana yah. Nurut sama Mamannya San." Adrian tidak sampai hati menyebutkan Syahlana dengan tante. Dan ia melihat kebahagiaan di wajah Aurora.
Malam itu, Syahlana pulang ke rumah yang biasanya ditempati Zivara. Sesampainya di rumah, Syahlana menyuruh San cuci tangan dan kaki, lalu ganti baju sebelum naik ke tempat tidur. Sedangkan untuk Aurora, karena tidak bawa baju ganti, Syahlana mencarikan pakaian San yang cocok untuk anak perempuan.
Melihat Aurora, memperhatikan wajahnya, dan membantunya bersiap tidur, seolah menebus semua kerinduan Syahlana akan putrinya selama ini.
Rencananya, Syahlana akan menempatkan Aurora di kamar San, karena kasurnya juga lebar. Saat masuk ke sana, mereka berdua melihat San sudah terlelap. Dan posisinya itu, sudah menguasai semua ruang di ranjang tersebut. Syahlana tersenyum pada Aurora. "Mau tidur dengan Maman?"
Aurora tidak menolak. Ia mengangguk.
Sepanjang malam itu, Syahlana tidak ingin memejamkan mata. Ia terus saja menatap Aurora yang sudah terlelap di sisinya. Teringat saat kedua anaknya masih bayi dulu.
Waktu itu, Syahlana baru pulang dari rumah sakit, setelah melahirkan. Adrian menggendong bayi Aurora, dan Syahlana menggendong bayi Hassan. Menaruh keduanya yang masih dibungkus bedong, di ranjang. Wajah kedua bayi masih terlihat mirip. Yang membedakan hanya rambut yang tumbuh di kepala mereka, yang mungkin tumbuh di dalam rahim. Bayi perempuan memiliki rambut yang lebih ber-volume. Sedangkan yang laki-laki, rambutnya tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Istri Muda [COMPLETED]
RomanceAdrian dan Aisyah telah menikah lebih dari dua tahun. Tetapi belum juga mendapatkan momongan. Setelah diperiksa kesuburannya, rahimnya memiliki masalah, sehingga harus diangkat. Pernikahan yang tadinya jauh dari restu Rosana, ibunda Adrian pun kian...