45. Bermuka Dua

168 6 0
                                    

Entah apa yang dipikirkan oleh Aisha selama ini. Ia pernah melakukan kesalahan. Sudah diberi kesempatan, bahkan telah berhasil mendapatkan kasih sayang mertua yang selama bertahun-tahun ini didambakan. Namun seolah semua itu tidak pernah ada. Semakin hari, ia semakin bersikap pilih kasih terhadap San dan Aurora. Baginya, hanya Aurora-lah anaknya, sedangkan San? Seperti kuman yang tersesat di dalam kebersihan usaha yang Aisha lakukan selama ini.

Pagi ini.

Ketika mengantarkan anak-anak ke sekolah. Beberapa meter setelah meninggalkan rumah, Aisha menepikan mobilnya. "San, ingatkan apa yang Maman Syahlana bilang?"

"Ingat, Ma," jawab San. "San tidak boleh merepotkan orang lain."

"Ya udah, sekarang kamu keluar dari mobil. Dari sini, terserah gimana caranya kamu bisa sampai ke sekolah, Mama Aisha gak peduli. Tapi, keberadaan kamu di mobil ini, sangat merepotkan. Kamu terlalu diam nyebelin, berisik juga gak enak didenger."

Aurora terkejut. "Ma, kenapa Kakak San disuruh keluar dari mobil?"

"Kan, Maman Syahlana sendiri yang bilang, gak boleh merepotkan orang lain. Mama Aisha agak repot hari ini." Aisha menjelaskan sekenanya.

Tentu saja, Aurora tidak mengerti penjelasan mamanya. Beda dengan San yang lebih cerdas. Dirinya memang belum tahu penyebab sikap Aisha kepadanya ini. San tidak ingin dimarahi lagi. Ia membuka pintu mobil sebelah kiri.

"Kak San!" panggil Aurora. "Ma, jangan suruh Kak San jalan kaki ke sekolah."

"Kamu mau jalan kaki juga?" ancam Aisha. Kalau Aurora masih saja berisik, juga akan diturunkan di sini.

Aurora menundukkan kepala. Dengan rasa takut dan pengecut, ia menggelengkan kepala. "Engga, Ma." Dia hanya bisa melihat San berdiri di trotoar. Ditinggalkan oleh Aisha yang mulai menyetir lagi. Bayangan tubuh San kian menciut di belakang.

"Ingat ya, Rara. San itu gak baik. Dia nakal. Sudah seharusnya dihukum. Kamu gak perlu cerita ini ke Oma. Kalau San dibela sama Oma, nanti semakin gak beres perilakunya." Aisha menjelaskan lagi.

Aurora cuma diam. Berusaha mengerti maksud mamanya.

"Kalau sampai Oma tahu hal ini, Mama akan lebih parah lagi menghukum kenakalan San. Kamu mengerti?"

Lagi-lagi, Aurora hanya mengangguk sedih.

San tidak hafal rute jalan ke sekolah. Hanya tahu beberapa jalan yang biasa dilalui. Namun, hari itu sepertinya Tuhan sedang berada di pihaknya. Di jalan, ia bertemu dengan Bu Zoya, yang menyetir motornya, hendak menuju ke sekolah. Bu Zoya menghentikan laju motornya ketika melihat seorang siswa berseragam TK tempatnya mengajar. Ia segera melihat siapa anak tersebut. Sungguh terkejut. Pihak sekolah sudah tahu perihal kisah keluarga San dan Aurora yang merupakan anak kembar dari istri kedua Adrian, yaitu Syahlana.

"San?" Bu Zoya memanggil San.

"Bu Zoya," sapa San.

"Apa yang sedang kamu lakukan di pinggir jalan sendirian begini?" tanya Bu Zoya.

"Pergi ke sekolah, Bu," jawab San.

"Hah? Sekolah kita kan masih jauh, San." Bu Zoya heran dengan sikap San. "Kenapa kamu jalan kaki? Mana Aurora?"

San harus jawab apa, ya? Ia tahu, sikap mama Aisha memang agak keterlaluan kepadanya. Tapi, ia juga ingat duluu sekali, Maman-nya pernah berpesan, agar tidak menjadi anak yang panjang lidah dan menjelek-jelekkan orang lain. "San bangun kesiangan, Bu. Jadi, ditinggal sama Mama Aisha dan Aurora."

"Ya ampun..." Bu Zoya semakin heran. Sepagi apa Aurora berangkat ke sekolah. Namun, dirinya hanya pendidik di sekolah. Tidak berhak bertanya lebih. "Ya udah, ayo, kita berangkat sama-sama ke sekolah. Ibu bonceng kamu."

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang