Seminggu telah berlalu, semenjak meninggalnya Jamal Latief. Seminggu itu pula, San tidak pergi ke sekolah. Sudah izin pada pihak sekolah, karena masih dalam keadaan berduka.
Dan, selama seminggu itu juga, Aurora tidak pernah melihat San lagi. Ia sedih dan merindukan sang sahabat. Pada akhir pekan itu, si anak perempuan tampak murung di depan televisi ruang tengah. Padahal, acara televisi menampilkan film kartun kesukaannya.
Rosana melihat itu. "Cucu cantik Oma, kenapa murung aja sih, dari tadi?" Ia menghampiri Aurora. Duduk di sampingnya.
"Oma, San gak pernah sekolah lagi," jawab Aurora.
"Oh, jadi ceritanya, Rara kangen sama San?" tanya Rosana lagi.
Aurora mengangguk. "Biasanya di sekolah, kami main dan belajar bareng."
"Oma denger, ada keluarganya yang meninggal dunia, Sayang. Iya. Oma dikasih tahu sama Bu Zoya saat jemput kamu di sekolah kemarin." Rosana mulai menjelaskan.
"Oma, bukannya kalau ada orang yang meninggal kita biasanya pergi melayat, ya? Kita melayat yuk, Oma." Aurora tiba-tiba mengajak neneknya.
Hal itu didengar oleh Adrian yang baru turun dari lantai dua. "Emang siapa di keluarganya San yang meninggal dunia, Ma?"
"Mama juga gak tahu, sih. Informasi yang Mama dapat, gak lengkap," jawab Rosana.
"Papa, kita pergi melayat, yuk," ajak Aurora.
"Kita kan gak tahu alamat keluarga mereka yang meninggal itu." Adrian berharap Aurora bisa mengerti diberi jawaban begitu, dan berhenti mengajak melayat.
Aurora cemberut.
Mau bagaimana lagi, Adrian dan Rosana tidak bisa berbuat apa-apa.
"Hari ini, Papa ajakin kamu jalan-jalan, yuk. Mau ke mana?" Adrian berusaha menghiburnya. Agar tidak cemberut lagi.
Aurora tidak menunjukkan kebahagiaan. "Gak mau ke mana-mana, Pa. Mau tidur aja." Anak itu segera pergi ke lantai dua, masuk ke dalam kamarnya.
Adrian menoleh pada mamanya, minta solusi.
"Coba nanti Mama telepon pihak sekolah. Barang kali gurunya tahu." Begitu yang Rosana katakan.
Bak gayung bersambut.
Bu Zoya mengetahui perihal kabar duka yang datang dari keluarga San. Ia memberitahu Rosana. "Yang meninggal itu, katanya kakeknya San, Bu Ros."
"Oh, begitu." Rosana paham. "Eh, Bu Zoya punya alamat mereka di Bandung, gak? Ini, si Rara pengen banget ngelayat ke sana."
"Ada, Bu Ros. Kebetulan, beberapa hari lalu, kami beberapa guru pergi ke Bandung untuk melayat juga." Bu Zoya pun menuliskan alamat mereka melalui pesan WhatsApp.
Rosana pun mengucapkan terima kasih.
Setelah mendapatkan alamat, Rosana mendiskusikan dengan Adrian, untuk membawa Aurora ke Bandung.
"Tapi aku gak bisa ikut, Ma. Soalnya Senin besok masih ada meeting penting," kata Adrian.
"Trus gimana, dong?" Rosana membayangkan kesedihan Aurora akan berlangsung lama. Ia tidak tega.
Rupanya, rencana pergi melayat itu didengar oleh Aisha. Bahaya. Aurora bisa bertemu dengan Syahlana, dan akan tahu bahwa dialah ibu kandungnya. Bahaya! Ini tidak boleh terjadi. Ia memberanikan diri terlibat dalam obrolan itu. "Ma, Mas, besok Aurora kan mesti sekolah. Sebaiknya permintaannya gak usah diturutin. Sekolah lebih penting, kan?"
Rosana mendengus. "Huh! Kamu punya hak apa memberikan izin atau larangan buat cucuku?"
"Bukan begitu, Ma. Maksud aku..." Aisha bingung mencarikan alasan lain yang lebih tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Istri Muda [COMPLETED]
RomanceAdrian dan Aisyah telah menikah lebih dari dua tahun. Tetapi belum juga mendapatkan momongan. Setelah diperiksa kesuburannya, rahimnya memiliki masalah, sehingga harus diangkat. Pernikahan yang tadinya jauh dari restu Rosana, ibunda Adrian pun kian...