33. Antara Lisan dan Hati

275 43 124
                                    

Syahlana meninggalkan Adrian yang masih berkutat dengan pikirannya di ruang tamu. Ia menangis sendirian di dalam kamar. Memang sikap ini yang harus ia tunjukkan, agar Adrian segera melupakannya. Biarlah dianggap ibu yang tiada berperasaan.

San tidak betah berlama-lama di dapur. Ia masih ingin main. Sehingga, ketika lepas dari pengawasan David, anak itu menyelinap masuk ke dalam rumah. Ia melihat Adrian di ruang tamu. "Oncle Ian?"

Sejenak, Adrian bisa menyingkirkan perasaan sedihnya dengan melihat San. "San?"

"Kenapa Oncle sedih?" tanya San. Rupanya anak itu sempat melihat tatapan sendu.

"Gak sedih, kok," jawab Adrian. "Hanya lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung ini."

San manggut-manggut, mengerti. "San rindu Rara," kata San.

Sungguh miris mendengar kalimat itu meluncur dari mulut kecil San.

Lalu Adrian berkata, "Rara juga kangen sama San."

Kemudian, Zivara datang. "San, ayo mandi! Udah sore, nih."

"Iya, Tante." San patuh. Ia pun mengikuti Zivara masuk ke dalam.

Untuk malam itu, Adrian mengikuti kegiatan tahlilan. Bagaimana pun juga, dirinya masihlah menantu keluarga Latief ini. Sementara San mengira papanya Rara datang melayat. Karena sudah sering bertemu, dan San merasa akrab dengan Adrian.

Seusai pengajian, rencananya, Adrian hendak melanjutkan pencarian Aurora dan Aisha. Ia mulai berpamitan dengan keluarga itu.

"Oncle, ini sudah malam. Kenapa tidak menginap saja di sini?" tanya San.

"Eh... itu..." Adrian tidak tahu harus jawab apa.

Lalu, Syahlana berkata, "Ya. Ini sudah malam. Gak baik nyetir di daerah perbukitan malam-malam begini. Sebaiknya, kamu bermalam di sini."

Karena yang minta itu dua suara, Adrian tidak menolaknya. "Baiklah."

San menunjukkan kamar tamu pada Adrian. "Oncle bisa tidur di kamar tamu ini."

"Terima kasih, San," ucap Adrian.

Lalu, Syahlana datang. "San, kamu juga waktunya tidur."

"Ya, Maman." Anak itu lantas meninggalkan mereka berdua.

Syahlana juga beranjak, hendak menyusul San, namun Adrian memanggilnya. "Lana, kamu membesarkan San dengan baik. Sifatnya, sikapnya, kenapa aku gak bisa langsung menebak kalau ibunya itu kamu?"

"Yang mendidik San bukan hanya aku. Ada turut andil Zizi dan David," pungkas Syahlana. "Aku harus mastiin San cuci tangan dan kakinya sebelum tidur. Permisi." Ia pun pergi.

Sesungguhnya, hati Adrian terasa begitu miris. Kenapa semua hal tidak menyenangkan bisa terjadi dalam hidupnya?

Di tempat tidur, Syahlana menyelimuti badan San. Ia memijat-mijat pelan kedua tangan dan kaki San. Seharian tadi anak ini bermain seperti anak-anak lainnya.

"Maman," panggil San.

"Ya, San?"

"San sayaaangg banget sama Maman," ucap San.

Syahlana tersenyum. "Maman juga sangaaaatt sayang sama San." Ia mencium kening San. "Sekarang, San tidur yah. Mimpi indah, anakku."

Sementara itu di rumah sakit.

Rosana tidak tenang. Bahkan, obat pun tidak bisa membuatnya mengantuk. Ia mengkhawatirkan Aurora. Ia yakin, Adrian tidak mungkin melaporkan istrinya itu ke polisi, dengan alasan tidak tega. Maka, ia sendirilah yang harus melaporkan ke polisi. Ia menelepon kenalannya di kepolisian.

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang