Ada restoran khusus masakan Indonesia, tidak jauh dari rumah sakit. Susan yang mengajaknya ke sana. Restorannya terasa tenang. Tidak banyak pengunjung. Mereka memilih tempat yang dekat dengan jendela, agar terkena terpaan udara malam yang sejuk.
"Gue sering makan di sini," kata Susan. "Masakannya enak, kok. Biar gue yang pesenin buat lo, yah."
Syahlana menurut saja. Kemudian, ponselnya berbunyi. Ada panggilan video dari Zivara. Tapi yang muncul di layar, malah San. "Maman!!"
"San!" sapanya kepada sang anak.
"Kapan Maman pulang?" tanya San.
"Setelah urusan Maman selesai di sini, pasti pulang," jawab San.
"San tidak boleh nakal, ya. Harus nurut apa kata Tante, Oncle, dan Oma."
San mengagguk. "Beres, Maman! Oh ya, tadi San bantuin Oncle David menusuk sate."
"Oh ya? Wah San pintar!" puji Syahlana pada San. "Ya udah, San sekarang sudah malam, waktunya bobo ya, Nak."
"Iya, Maman. Bonne nuit, Maman... (Selamat malam, Ibu...)"
"Nuit, Mon garçon. (Selamat malam, anakku.)"
Setelah panggilan video terputus, muncul seseorang. Dan cukup mengejutkan Syahlana. "Syahlana?"
Saking terkejutnya, Syahlana sampai berdiri, dan menjatuhkan ponselnya ke meja. Kedua tangannya lemas dan gemetaran. "A-adrian?"
Tanpa berkata apapun lagi, Adrian langsung menyongsong sang istri muda, lantas memeluknya erat. "Kamu muncul di saat yang paling aku butuhkan, Lana." Pria itu menangis, haru biru.
Apa yang harus Syahlana lakukan sekarang? Untuk beberapa saat, Syahlana hanya bisa membiarkan Adrian melepaskan kesedihannya. Sampai, suara ponsel Syahlana berbunyi. Ada pesan masuk dari Susan. "Sorry, Lana. Gue ada pasien darurat. Gue balik duluan ke rumah sakit." Kenapa pas sekali momennya, coba?
"Adrian, sebaiknya kamu duduk, dan tenangkan diri kamu dulu," kata Syahlana, pada akhirnya. Ia membantu Adrian duduk di salah satu kursi. "Kamu boleh menceritakan sesuatu, untuk mengurangi perasaan sedih. Aku akan dengarkan."
Adrian menatap Syahlana, cukup lama. "Aku berdosa terhadap kamu, Lana. Bertahun-tahun ini, aku tidak bisa menemukan kamu, dan membiarkan kamu hidup menderita bersama anak kita, Hassan."
Syahlana menggeleng. "Engga. Bukan kamu yang berdosa. Tetapi aku. Aku istri yang durhaka dan meninggalkan kamu tanpa pamit. Aku wanita pendosa yang tanpa pikir panjang memasuki kehidupan pernikahan orang lain. Aku. Jika kamu mau bicara siapa yang paling berdosa, akulah orangnya." Ganti Syahlana yang meneteskan air mata.
Adrian menggelengkan kepala. Ia hendak menggenggam tangan Syahlana, namun sang istri menghindar. "Kenapa, Sayang?"
"Aku bukan lagi istri kamu, artinya kita bukan lagi muhrim," jawab Syahlana.
"Kita masih suami istri, Lana..."
"Udah engga, Adrian. Aku yang lebih dulu meninggalkan kamu."
"Kalau aku tidak menganggap demikian, Lana. Aku hanya berpikir kamu butuh waktu untuk membuat keputusan atau sedang punya masalah sehingga mengharuskan kamu pergi."
Syahlana berdiri. Bagaimana caranya membuat Adrian mengerti? "Aku rasa, sebaiknya kamu perbaiki pernikahan dengan Aisha. Dia jauh lebih membutuhkan kamu, ketimbang aku. Aku bisa hidup tanpa kamu. Tapi Aisha gak bisa."
"Apakah sedikit pun, kamu gak memikirkan aku selama ini?" tanya Adrian, akhirnya.
"Bukannya aku gak pernah mikirin kamu. Sebagai ibu, aku juga rindu pada putriku. Tetapi tempatku bukan di sisi kamu. Ada yang lebih berhak menguasai tempat itu, jauh lebih pantas dari aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Istri Muda [COMPLETED]
RomanceAdrian dan Aisyah telah menikah lebih dari dua tahun. Tetapi belum juga mendapatkan momongan. Setelah diperiksa kesuburannya, rahimnya memiliki masalah, sehingga harus diangkat. Pernikahan yang tadinya jauh dari restu Rosana, ibunda Adrian pun kian...