29. Melihatmu dari Jauh

423 63 262
                                    

Adrian sudah dikuasai emosi yang membuncah. Ia tengah memikirkan kondisi ibunya, sekarang ditambah dengan kenyataan perbuatan istri yang pernah sangat disayanginya. "Mulai sekarang, kamu jangan tinggal di rumah ini. Aku udah siapin apartemen buat kamu."

Apa maksud Adrian? "Kamu mau menceraikan aku?" tanya Aisha.

"Bukan. Aku hanya tidak ingin kamu tinggal dekat dengan Aurora. Anakku masih kecil. Entah nanti akan ada perbuatan keji apa lagi yang akan kamu lakukan. Sekalian. Dengan begini, aku benar-benar bisa berbuat adil terhadap kamu dan Lana, bukan?"

"Engga, gak begini, Mas! Aku yakin, Rara itu salah lihat. Kamu kenal aku. Aku gak mungkin mendorong Mama. Meski Mama gak suka sama aku, tapi aku gak pernah punya sedikit pun niat menyakiti Mama. Gak ada, Mas..."

"Aku juga heran. Aku pikir, memang mengenal kamu lebih baik dari siapapun. Tapi, setelah kamu membuat Lana pergi, rasanya, aku belum cukup mengenal kamu. Aku gak nyangka, perempuan yang pernah aku sayangi ternyata gak lebih dari sekedar seorang perempuan munafik. Sekarang, kamu kemasi barang-barang kamu. Pak Sopir akan mengantar kamu ke apartemen. Besok pagi, aku gak mau lihat kamu lagi di rumah ini." Usai berkata demikian, Adrian meninggalkannya. Ia tidak ingin air mata Aisha mengubah keputusannya atas dasar tidak tega.

Malam itu, Aisha mengemasi pakaian dan barang-barangnya. Kali ini, ia akan mengendurkan usahanya. Asal tidak diceraikan, semuanya masih ada dalam genggamannya, bukan? Ia harus berusaha lebih keras dari ini.

Rupanya, Auroa melihat mamanya, saat membawa keluar tas koper. "Mama, mau ke mana?" tanya sang anak.

"Mama harus pergi untuk menyelesaikan beberapa urusan," jawab Aisha.

"Bohong! Apa mama mau pergi karena sikap Rara di sekolah tadi?" Aurora mulai menangis.

"Bukan, Sayang. Bukan itu. Tadi kan Rara sakit. Wajar kalau bersikap manja," jelas Aisha.

"Trus, Mama pergi karena apa?" tanya Aurora.

"Mama benar-bener harus pergi karena ada urusan." Aisha tidak ingin memberitahu yang sebenarnya pada Aurora. Agar tidak menambah masalah baru. "Nanti, kalau urusannya udah beres, Mama pasti pulang. Jadi, Aurora jangan nakal, yah. Baik-baik di rumah."

Aurora pun mengerti, dan tidak lagi melarang Aisha pergi.

Sembari menahan tangis, agar tidak dilihat Aurora, maka Aisha pun pergi meninggalkan rumah itu.

Urusan dangan Aisha memang belum sepenuhnya selesai. Tetapi cukup untuk mengurangi beban pikiran Adrian. Saat ini, dirinya ingin fokus pada pengobatan Rosana.

Dokter Zafran sudah menjadwalkan operasi bedah toraks dan kardiovaskular bagi Rosana.

Sementara itu, Syahlana kepikiran tentang kondisi mertuanya. Ia memantau kondisi sang mertua lewat teleponnya dengan Susan.

"Beberapa hari lalu, gue ketemu sama anak perempuan lo, Lana," kata Susan. "Dia sakit."

"Sakit gimana, Susan?" tanya Syahlana. Semakin bertambahlah beban pikirannya.

"Yah, badannya panas. Tapi gue rasa ini bukan penyakit sekedar demam. Jadi, gue bawa dia ke psikiater anak. Ternyata benar. Dia mengalami gejala depresi anak. Yang tahu sebabnya hanya dia sendiri. Semoga sih, sudah mau bicara."

"Gejala depresi anak? Kok bisa? Apa yang udah mereka lakukan ke anakku?" Syahlana jadi khawatir.

Dari informasi yang disampaikan Susan itu, Syahlana memutuskan akan ke Jakarta. Tapi ia tidak membawa San. Belum saatnya mereka tahu bahwa San adalah anak Adrian.

"Kakak yakin ke sana sendirian?" tanya Zivara.

"Kakak yakin. Kakak gak akan muncul di depan keluarga itu, kok. Cukup tahu gimana kondisi Mama Ros dan Aurora, udah cukup buat Kakak." Ia menatap Zivara. "Di sini, tolong kamu jaga Mama dan San. Bantu mereka urusan pengajian di sini. Ya?"

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang