56. Bangkai yang Membusuk

236 8 0
                                    

Marukangan, Sandaran, Kutai Timur, Kalimantan Timur

Sejak Komang ditangkap malam itu, Jannah tidak lantas membawa anak-anak kembali ke Marukangan. Untuk meringankan beban trauma pada mereka, Jannah memutuskan untuk membiarkan keduanya menikmati liburan di pantai ini. Bermain dan bersenang-senang.

Tidak hanya bermain di pantai, Andi Fachri juga mengajak mereka bertandang ke rumah-rumah saudara di sekitar sana, guna menghibur mereka, terutama San. Anak itu dipertemukan dan dikenalkan dengan anak-anak lain yang rata-rata seumuran, dan membiarkan mereka bermain bersama.

Hingga suatu malam, mereka bertandang ke sebuah rumah milik sepupunya Andi Fachri. Di rumah itu, jaringan telepon lumayan bagus. Jannah menerima pesan masuk pada ponselnya yang bukan android. Dari Naing. Dalam pesannya itu, ia memberikan nomor ponsel yang bisa menghubungkannya dengan orang di Jakarta, polisi yang menangani pencarian San, namanya Yahya. Jannah pun tidak membuang waktu. Ia segera menghubungi nomor tersbut.

"Benarkah ini Pak Polisi bernama Yahya?" tanya Jannah.

"Benar," jawab suara pria yang agak serak di ujung panggilan suara itu.

Jannah pun menjelaskan siapa dirinya, dan apa hubungannya dengan San.

Yahya terdengar senang mendengar keterangan dari Jannah. Kebetulan yang hebat, malam itu sang polisi tengah berada di rumah keluarga Sudiro, menghadiri acara tahlilan. Begitulah caranya, San bisa mengobrol dengan Syahlana.

Rumah Keluarga Sudiro

Sebenarnya, Aisha sudah curiga, ada sesuatu yang diam-diam dilakukan Syahlana, selama tahlilan meninggalnya Rosana berlangsung. Kedatangan dua polisi seperti Yahya dan Hendrik, juga mengundang kegelisahannya.

Pada hari terakhir tahlilan ini, lagi-lagi kedua polisi itu datang. Begitu juga dokter Zafran dan dokter Susan. Awalnya, ketiga pria masih ikut bertahlil. Sedangkan yang wanita, seperti sebelum-sebelumnya, langsung masuk ke ruang makan, membantu menyiapkan suguhan untuk para anggota pengajian itu.

"Rajin juga ya, dokter berdua datang ke acara tahlilan untuk ibu mertua kami," ujar Aisha.

"Em, Tante Rosana pernah jadi pasien di rumah sakit kami, pasiennya dokter Zafran. Sedangkan aku, aku ini temen baiknya Syahlana. Dia kehilangan ibu mertuanya. Wajar dong kalau kami datang melayat, dan sudah seharusnya aku ikut membantu apa yang aku bisa untuk acara ini." Susan menjelaskan.

"Begitu, ya?" Aisha manggut-manggut maklum, sambil menata piring-piring di meja untuk diisi kue dan camilan lainnya.

Lalu, Susan mendekati Syahlana yang sibuk memasak di dapur, untuk makanan utama para tamu. "Lana, gimana?"

"Cobain aja," kata Syahlana. Ia mengambilkan sendok, agar Susan mencicipi masakannya ini.

"Eh, bukan ini," tolak Susan.

Sebenarnya Syahlana tahu apa yang ingin Susan tanya. Namun, sikap Susan ini, kalau ketahuan, bisa mengacaukan rencana mereka nantinya. Ia pun memberi isyarat dengan mimik wajah, agar jangan menimbulkan kecurigaan siapapun. Memang dasar Susan yang tidak sabaran.

Kemudian, mereka disibukkan dengan menyiapkan makanan utama, yang berupa menu Soto Betawi.

Para tamu menyantap makanan yang disajikan dengan nikmat. Saking lezatnya sampai bertanya-tanya siapa yang memasak. David dan Gala yang juga hadir dalam acara tahlilan itu memberi tahu mereka, bahwa yang masak adalah menantu kedua almarhumah, yaitu Syahlana.

Para tamu mulai terurai pergi meninggalkan rumah itu. Satu per satu berpamitan pada Adrian, menjabat tangannya, dan mengucapkan bela sungkawa mendalam. Hanya tersisa David, Gala, serta kedua polisi, Yahya dan Hendrik, juga dokter Zafran. Sekarang, yang tinggal hanyalah orang dalam. Syahlana dan Susan ikut bergabung di ruang tamu.

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang