55. Jalan-jalan ke Prapat Tunggal

148 5 0
                                    

Malam tiba.

Mereka semua menginap di rumah pamannya Naing yang juga seorang Andi. Sepertinya anak-anak sudah capek bermain, sehingga mereka bisa tidur lebih cepat setelah makan malam.

Jannah membantu Mamak Zainab dan putrinya Fira menyiapkan kopi dan teh untuk disuguhkan pada para pria yang sedang mengobrol di ruang tamu.

"Memang, si Komang itu kapan coba mau tobatnya?" umpat Andi Fachri, pamannya Naing. "Memisahkan seorang anak dari orang tuanya, itu dosa besar. Apalagi menculik. Dia selalu kalau datang ke Marukangan, hanya untuk menghapus jejak kejahatannya."

Lintang ikut kesal. "Kalau saya yang jadi orang tua anak itu, sudah saya parang kali itu Komang!"

Lalu keluarlah Jannah, beserta Mamak Zainab dan Fira. Jannah menyajikan minuman. Memindahkan cangkir-cangkir dari nampan ke meja. Sedangkan Fira menyuguhkan gorengan singkong, juga secobek sambal gami sebagai cocolan. Sambal gami merupakan salah satu makanan khas masyarakat di Kalimantan Timur. Juga disukai oleh orang-orang Bugis. Biasa dibuat cocolan untuk gorengan seperti singkong goreng ini.

Setelah itu, Jannah duduk satu sofa dengan Naing. Fira duduk pula di sampingnya. Sedangkan Mamak Zainab di sebelah suaminya.

"Yuk, manre (silakan dimakan) singkongnya," kata Mamak Zainab menawari.

Fira juga sudah tahu permasalahan yang terjadi. "Memang ya, si Om Komang itu. Semoga dia cepet kena batunya, deh!"

"Eh, ndak boleh berdoa jelek buat orang lain," tegur Mamak Zainab.

"Biar ajalah, Mak. Kapan dia insafnya kalau gak dikasih pelajaran dulu!" Fira ikutan kesal. "Tapi anaknya ganteng yah, kayak keturunan bule gitu."

"Dia bilang sih, ibunya keturunan mana yah..." Jannah coba mengingat-ingat. "Uyghur apa gitu. Baru ayahnya yang asli Sunda-Jawa."

"Uyghur di mana, Jan?" tanya Fachri.

"Uyghur itu masih masuk daerah Tiongkok, India, sama Turki, kalo gak salah sih, Om," jawab Jannah.

Tentu saja bagi orang pedalaman yang jarang menonton televisi, buka internet, apalagi baca buku, mereka semua tidak tahu di mana Uyghur. Hanya Jannah yang lebih paham, karena dia juga orang berpendidikan. Dulunya, Jannah yang lahir dan besar di Jawa. Kuliahnya saja di Surabaya. Dia seorang penulis. Juga seorang traveller yang keliling Indonesia, melakukan riset untuk bahan tulisannya. Siapa sangka, singgah di Kalimantan Timur, tepatnya di Pulau Derawan, bertemu dan kenal dengan Naing. Mereka jadi saling jatuh cinta. Berkat Naing, Jannah jadi mengenal pelosok seperti Marukangan ini. Desa yang tenang, bagi seorang penulis yang selalu butuh relaksasi pikiran, di sela-sela kesibukannya. Dari hasil penjualan buku, juga uang tambahan dari orang tua, Jannah membeli sebuah tanah dan dibangunlah rumahnya sendiri, yang ia tinggali sampai sekarang.

"Trus, Kak, sudah ada kabar apa dari Pak Kades yang kemarin pergi ke Sangkulirang untuk mengurus kasusnya San?" tanya Jannah.

"Terakhir mengabari, Pak Kades sampai di Desa Susuk Dalam," jawab Naing. "Sempat menginap, karena jalanan ke Segara ada perbaikan, gak bisa lewat. Mau lewat Tanjung Manis, malah tidak dapat kapal." Tanjung Manis adalah pelabuhan kecil terdekat yang bisa ditempuh lewat darat, tapi lewat perairan lebih jauh, karena jalurnya memutar. Jarak ke Sangkulirang lebih singkat, satu jam. "Aku rasa, beliau sudah sampai di Sangkulirang. Kamu tenang saja. San pasti kembali ke orang tuanya dengan selamat."

Tiba-tiba, terdengar suara Faisal berteriak dari dalam kamarnya. Lintang pikir, sang anak terbangun karena mimpi buruk. Ia segera mendatanginya. Namun apa yang terjadi? Di kamar itu, Faisal hanya sendirian. "Mana San?"

"San dibawa Om Komang!!" teriak Faisal sambil menangis.

Semua orang mendengar itu. Langsung saja, Naing dan Lintang mengejar jejak Komang, sesuai cerita Faisal. Katanya, Komang masuk ke rumah ini lewat pintu belakang yang tidak dikunci. Sedangkan Andi Fachri melaporkan ke petinggi setempat, dan pihak keamanan kampung. Fira dan ibunya menjaga Faisal.

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang