50. Luar Pulau

148 7 0
                                    

Kapal laut besandar di pelabuhan Semayang, Balikpapan, Kalimantan Timur. Di antara kerumunan para penumpang yang turun, tampak Salman menggendong San yang masih tidur, dan berjalan di belakang Komang. Mereka keluar dari kapal, menuju pelataran parkir. Beberapa orang sudah menawarkan untuk menumpang mobil mereka, yang disebut taksi antar kota.

"Samarinda, Samarinda!!"

"Bontang! Bontang!"

"Sangatta! Berau!"

Semua menawarkan, tapi tidak satu pun yang diterima oleh Komang. Ia malah berjalan ke luar pelabuhan. Melihat ke sekeliling, seperti tidak menemukan yang dicarinya. Ia lantas mulai menelepon. "Eh, kami sudah sampai di Semayang ini. Ke mana kau?" Ia berbicara dengan dialek Betawi campur Banjar. Banjar adalah nama salah satu suku yang mendiami daerah Kalimantan Selatan. Namun menyebar hingga di Kalimantan Timur.

Sebuah mobil berhenti di depan Komang. Kemudian, si sopir menurunkan kaca jendela. Terlihatlah siapa dia. "Ayo, cepat masuk!"

Komang masuk ke jok depan. Sedangkan Salman, sambil menggendong San, masuk ke jok tengah.

Sopir itu melihat anak yang dibawa Salman. "Itu korban baru kau?" tanyanya pada Komang.

"Sudah! Gak usah banyak cakap! Jalan aja!" Komang enggan banyak bicara.

Mobil pun bergerak.

Di perjalanan, San mulai bangun. Ia mendapati dirinya berada di mobil, dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Komang menyadari itu.

"Eh, San udah bangun. Kamu lapar, gak?" tanya Komang.

San tidak menjawab pertanyaan itu, malah balik bertanya, "Ini di mana, Om?"

"Loh, ini kan masih di jalan mau ke Bandung. Ketemu sama Oma." Komang tentu saja berbohong. "Ini, minum dulu. San tidurnya pules banget sampe gak bisa dibangunin untuk ikut makan tadi."

San menurut. Diminumnya air mineral yang diberikan Komang. Lagi-lagi, kepala San agak sakit dan matanya berat. Ia kembali tidur.

"Bang, ini apa gak papa ya, dikasih obat bius terus?" Salman malah yang khawatir.

"Diem lu! Tahu apa, sih!" Komang menghardiknya.

Sopir mereka tertawa. "Bener-bener kalian ini. Sudah bertahun-tahun gak pada berubah. Kali ini, dibawa ke sini, pasti urusannya ribet, ya?"

"Pesenannye sih, nih anak mau dimatiin. Tapi, gue gak goblok, ya. Gue yakin, di masa depan, nih anak bisa jadi sumber duit," papar Komang dengan penuh kebanggaan atas rencananya.

Sopir bernama Aco itu membawa mereka semua menempuh perjalanan yang sangat jauh menuju utara. Sesuai permintaan Komang. Perjalanan yang dimulai dari ketika langit masih terang, kemudian berubah jadi gelap. Sempat mampir sebentar di warung untuk makan. Hanya anak itu yang tidak dikasih makan. Sekedar dioles-oles air mineral yang sudah dicampur obat bius di bibirnya. Aco sempat berpikir, apakah ini tidak terlalu kejam?

Ketika Komang sedang menyibukkan diri di toilet, Aco menanyai Salman."Sebenarnya, siapa anak itu?"

"Anak orang kaya," jawab Salman.

"Maksud aku, anak dari mana?" Aco mempertegas pertanyaannya.

Salman menceritakan sedikit yang diketahuinya. "Dia anak yang ingin dibuang sama ibu tirinya."

Aco membulatkan mulutnya, terkesiap. "Waduh! Trus, dibawanya ke sini. Maka tepat sudah, he. Di tempat tujuan kita nanti itu, ndak ada polisi, ndak ada listrik, internet, jarigan telepon. Pinter juga si Komang, he..."

"Tapi tetep aja sih, kasihan. Dari dibawa sampai sekarang, belum dikasih makan. Cuma air yang ada obat biusnya itu. Katanya biar gak rewel." Salman mengungkapkan pendapatnya.

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang