22. Adrian

393 61 237
                                    

Sekitar empat tahun yang lalu, barang kali lebih beberapa bulan. Ketika sosok Syahlana menghilang dari kehidupan Adrian dan keluarga Sudiro. Seperti ada sesuatu yang ikut hilang, ada yang kurang. Hanyalah Aurora yang menjadi penyemangat hidup bagi Adrian, juga Rosana. Sementara Aisha dirundung rasa bersalah yang tidak pernah usai. Namun wanita itu tidak akan menyesali apa yang telah dilakukannya.

Sikap Rosana pada Aisha yang sejak awal pernikahan sudah jutek, semakin judes dan membenci sang menantu. Semua yang Aisha lakukan tidak ada yang benar di matanya. Salah terus. Tidak pernah diajak bicara, kalau bukan Aisha dulu yang memulai. Masakannya tidak pernah dimakan. Rosana lebih suka masak sendiri untuk dirinya dan Adrian.

Adrian tidak jauh berbeda. Cintanya kepada Aisha seolah lenyap dalam sehari itu, ketika tahu, sang istri tua adalah penyebab perginya sang istri muda. Semua kebaikan Aisha seolah hilang dalam ingatan Adrian.

Semua ini, diterima Aisha sebagai konsekuensi yang harus dijalani.

Malam.

San masih mengobrol dengan ibunya lewat panggilan video pada ipad-nya. Bahkan sampai Aurora ketiduran di sampingnya. "Maman, Bu Guru memberi San tugas menggambar ayah. San bertanya kepada Bu Guru, apa itu ayah. Katanya, ayah itu adalah teman ibu. Apakah ayahnya San adalah Oncle Amy? Dia teman Maman, kan?"

Miris mendengar pertanyaan San tentang ayah. "San, ayahmu bukan Oncle Amy. Nanti, setelah San agak lebih besar dari ini, Maman akan ceritakan semuanya."

"Tapi, bagaimana cara menggambar ayah, jika San tidak tahu ayah San seperti apa, Maman?" tanya San lagi.

"Mintalah Oncle David membantumu dulu untuk saat ini, ya?" Syahlana tidak tahu bagaimana harus memberikan jawaban pada San. "Baiklah. Di Jakarta sudah sangat larut. San harus tidur. Ingat, anak-anak tidak boleh tidur terlalu malam."

"Iya, Maman. Je t'aime, Maman (Aku sayang Maman)," ucap San. Lantas mengakhiri panggilan video. Ia memasukkan kembali ipad ke dalam tasnya.

Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka. Masuklah Adrian. Ia hendak melihat keadaan anak-anak. Rupanya, Aurora sudah tidur pulas, sedangkan San, baru memeluk guling. "San belum tidur, Nak?"

"Belum, Oncle," jawab San. "Baru selesai bicara dengan Maman lewat video call."

Adrian pun menghampirinya. "Ya udah, sekarang, San bobo yah." Ia membetulkan selimut San. Entah kenapa, melihat kesempurnaan San sebagai seorang anak, Adrian merindukan putranya sendiri.

Di Paris.

Syahlana baru menyimpan ponselnya ke saku jaket.

Rupanya, Ilham sudah sejak tadi berdiri tidak jauh darinya, juga memperhatikannya. "Sekolah, di mana-mana emang kayak gitu. Disuruh menggambar ayah atau ibu. Kasihan anak seperti San."

"San itu anak yang pintar. Rasa penasarannya suka berlebihan. Aku takut, dia tidak bisa berhenti mencari tahu tentang sosok pere-nya." Syahlana mengungkapkan kekhawatirannya.

"Tenang aja. Selain pintar, San juga anak yang baik dan pengertian. Jika suatu saat dia tahu tentang pere-nya, dia pasti akan paham." Ilham menghiburnya.

Syahlana mengangguk. Menurutnya, apa yang dikatakan Ilham ada benarnya. "Ya udah, aku ke dapur dulu, meriksain pasta." Ia pun meninggalkan Ilham.

Kembali di Jakarta.

Pada hari Minggunya, Rosana sudah siap akan mengajak kedua anak bermain di Dufan. Rupanya, Adrian mau ikut juga. Kebetulan sih, Rosana jadi tidak terlalu kerepotan menjaga kedua anak itu. Mereka meninggalkan Aisha sendirian di rumah.

Aurora dan San begitu bahagia menikmati semua permainan yang bisa mereka mainkan. Adrian menemani mereka naik beberapa wahana. Sementara itu Rosana menunggu di bangku dekat wahana tersebut. Sudah lama tidak melihat Adrian sebahagia ini. Andaikan San adalah Hassan, maka kurang satu orang lagi untuk melengkapi hidupnya. Syahlana.

Cinta Istri Muda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang