8. Hari Sial (2)

35 3 0
                                    

Mendengar derap langkah mendekat kearahnya tak membuat An menegakkan tubuh. Ia menghela nafas saat tak ada lagi suara yang didengarnya, lalu mendengar helaan nafas setelahnya.

"Lo ada masalah?"

An menggeleng pelan dengan kepala yang masih ditelungkupkan di atas meja. Melihat itu membuat Alina berdecak pelan, lalu duduk di samping An.

"Mau gue peluk?" Tanya Alina.

An langsung mengangguk, ia menegakkan tubuh dan langsung mendapati pelukan dari Alina. An hanya diam sambil merasakan setiap tepukan yang Alina berikan di punggungnya.

"Lo ada masalah di rumah lagi?"

"Engga."

"Masih soal Yumna?"

"Hm."

"Stop nyalahin diri sendiri, selama ini Lo bahkan ga bisa ngejalanin hidup Lo sendiri karena dia, An. Lo juga punya hidup Lo sendiri. Kenapa apa-apa Lo harus mikirin orang lain duluan sih?"

An kembali menghela nafas, dilepasnya pelukan Alina.

"Karena gue ditakdirkan untuk itu." Katanya lalu melenggang pergi setelah melihat ponselnya sebentar.

"Mau kemana Lo?"

"Atap."

"Ngapain? Masih pagi banget ini, di sekolah aja cuma ada kita berdua."

"Ketemu Yumna."

"Bukannya Yumna di skors?"

Tak menyahut, An segera pergi menuju atap. Ia buru-buru karena Yumna harus segera pergi dari sekolah sebelum ramai murid berdatangan. Jika ada orang yang melihatnya berada di sekolah, mungkin ia akan di laporkan ke pihak sekolah, orang-orang juga bisa saja mengejek dan menghina gadis itu secara terang-terangan.

"Akh!"

An memekik terkejut saat seseorang menariknya kuat. Ia berjalan terseok-seok mengikuti langkah besar seseorang yang menarik tangannya seperti sedang menarik kerbau.

"Lo apaan sih?!" Teriak An.

"Sejak kapan?"

"Apanya?!" Dahi An berkerut bingung.

"Sejak kapan Lo jadi orang yang penting buat gue?"

Kerutan di dahi An mengendur mendengar pertanyaan tidak masuk akal yang di lontarkan Ze barusan.

"Kayanya gue beneran gila." Gumam An pelan sambil memejamkan mata kuat.

"Apa rencana Lo sebenarnya? Kenapa Lo ngaku-ngaku jadi orang penting dalam hidup gue?! Dan apa Lo bilang di situ? Lo sebarin kalau gue punya masalah di rumah, karena Lo mau orang-orang memaklumi sikap gue? Lo pikir Lo siapa?! Hah?!"

"Gue cukup waras buat ga terlibat sama Lo sialan!"

An mendongak, namun melihat tatapan mengerikan Ze ia kembali menunduk. Rasanya ia ingin sekali merutuki kebodohannya sendiri karena berani membentak sosok malaikat maut dihadapannya.

Ze menyeringai "cih! Sekarang satu sekolah mikir Lo orang penting. Mereka ga tau Lo bohong. Gimana kalau gue bantu supaya kebohongan Lo ga terungkap?"

An diam, mencoba memahami ucapan Ze barusan.

"I will give you some choise. Ngundurin diri dari sekolah ini, di keluarin dari sekolah, terakhir Lo ga harus keluar dari sekolah, cukup menghilang dari bumi aja, gimana? The first choise, I think it's good."

An memberanikan diri untuk menatap Ze.

"Gue penasaran setelah kemarin apa lagi kali ini yang bakal Lo lakuin ke gue."

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang