"Saudari Annas Tasha, apakah anda tidak akan mengatakan sesuatu? Pembelaan atau apapun?"
"Seorang informan yang memberikan bukti bahwa dalang di balik kematian dua siswi SMA Bina Aksara baru-baru ini adalah anda, anda mengakuinya?"
"Saya dengar salah satu korban teman anda sejak kecil, dan anda berteman dekat dengan satu korban lainnya selama bertahun-tahun. Apa benar kamu berniat menyingkirkan mereka untuk bisa masuk ke universitas ternama?"
"Salah satu korban sebelumnya dikabarkan melakukan perundungan yang membuat korban mengalami trauma. Apakah benar itu hanya siasat yang kamu buat?"
"An! Gila kamu?! Kamu yang membuat anak saya mati! Dia teman kamu Annas!"
Seorang wanita memaksa masuk diantara kerumunan para reporter yang mengelilingi An yang duduk di kursi roda tengah di dorong dengan petugas kepolisian. Ia menarik topi yang An kenakan hingga terjatuh ke sembarang arah. Itu menyebabkan wajah An yang tak berekspresi dapat di lihat semua orang.
Beberapa petugas yang ada di sana langsung menghadang wanita itu dan para reporter, sementara dua petugas lainnya membawa An untuk masuk ke kantor polisi.
"Yumna menyayangimu seperti kakaknya sendiri! Tapi apa yang kamu lakukan?! Kamu bahkan membunuhnya! Gila kamu! Dasar anak sialan!"
An hanya diam, ia menundukkan dalam. Sementara wanita yang merupakan ibu Yumna itu terus berteriak memakinya beserta para reporter yang tak kunjung berhenti bertanya. Kerusuhan terjadi mulai tak terkendali di luar sana, dan An hanya bisa menghela nafas mendengar ibu Yumna tak berhenti memaki.
"Annas."
Panggilan itu membuat An yang sejak tadi menunduk kini mendongak, ia menatap seorang pria berusia tiga puluhan yang menatapnya tajam. Petugas yang tadi bersamanya kini sudah pergi entah kemana meninggal An sendirian di balik sebuah meja.
"Mas,"
"Kapan kamu berhenti membuat masalah?"
An kembali menunduk saat pria bertubuh atletis itu berujar dengan nada ketus. Dapat An dengar pria itu menghela nafas, lalu ia berjongkok untuk menatap An.
"Pelakunya sudah tertangkap, mas pikir masalah kamu sudah selesai. Tapi kamu justru membuat masalah baru. Dan apa? Pembunuhan? Kamu masih terlalu muda untuk kasus seperti itu, Annas."
"Mas Gala," memberanikan diri menatap sepupunya, "mereka temen An."
Mengangguk, pria itu menepuk pundak An tiga kali. Ia lalu berdiri, melangkah meninggalkan An dan berbicara pada beberapa petugas yang tadi bersamanya.
"Gue salah apa lagi sih?"
An menggerutu, menutup wajahnya merasa frustasi. Mengingat bagaimana pagi tadi setelah sarapan, banyak orang berada di depan rumah membuat An merasa sangat dongkol. Ada banyak reporter dan juga polisi yang tiba-tiba saja menggedor rumah. Tentu saja Gamma, Atha, dan Satifa terkejut mendengar An terlibat kasus pembunuhan. Apa lagi korbannya adalah kedua temannya.
Gamma dan Atha bahkan tidak jadi berangkat ke sekolah karena penangkapan tiba-tiba itu.
"Kak An?"
Lagi-lagi An mendongak saat seseorang memanggil. Kini tiga orang yang sangat ia kenal berdiri dihadapannya menatap bingung. Ya, mereka, Ken, Kiara, dan Alandra.
"Kenapa lo bisa di sini?"
"Barang yang di tukar buat kalian bisa keluar, itu gue."
╏ ” ⊚ ͟ʖ ⊚ ” ╏
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...