14. Nala

53 6 0
                                    

"Dan gue setuju sama pemikiran mereka yang ga mau ada lagi anak sekolah kita, atau bahkan seluruh sekolah yang bunuh diri."

"Cuma itu yang mau Lo ceritain ke kita? Yakin ga ada hal lain selain persaingan kalian yang sekarang udah mulai terang-terangan?" Tanya Tifa menatap An.

"Lo sama sekali ga mau bahas tentang Zean Angkasa?" Tambah Alin.

An menggeleng kuat "ga ada. Lo berdua tau gue punya banyak masalah yang harus di pikirin, jadi gue ga sempet mikirin masalah ke gue sama dia itu apa."

Beberapa saat mereka hanya diam sambil melihat air yang terus berdebur di tepi pantai.

"Nama cewek itu siapa?" Tanya An.

"Siapa?" Bingung Alin.

"Pacar Zean."

"Nala, anak kelas sepuluh."

Melihat An hanya mengangguk, dua gadis yang berada di kanan dan kirinya itu mengerutkan dahi.

"Kenapa tanyain dia?"

"Gapapa, gue cuma ga bisa berhenti mikir kenapa dia kelihatan ketakutan banget."

An menjawab pertanyaan Alin sambil mengeluarkan ponselnya yang sudah sejak tadi ia abaikan padahal terus bergetar.

"Jangan cari tau dan jangan berniat untuk bantu, An." Peringat Alin.

"Bisa jadi dia butuh bantuan."

"Kalau dia butuh bantuan, pacarnya orang yang tepat untuk bantu dia. Lo ga perlu ikut campur."

"Tapi Zean Angkasa orang yang paling bahaya, Tif."

"An, dengerin gue. Malaikat maut itu ga akan mungkin nyakitin pacarnya sendiri, Lo liat tadi dia gimana marahnya sama Lo karena mikir Lo mau nyakitin ceweknya?"

"Setuju gue sama Lo Tif. Gue yakin, kalau emang si Nala itu ada masalah, Kak Ze pasti bakalan bantu dia. Gue juga yakin, cuma butuh satu menit buat Kak Ze untuk selesaikan masalah apapun itu."

An terdiam, ia tahu mengapa kedua temannya berfikir seperti itu. Tapi An juga tahu, gadis bernama Nala itu tidak baik-baik saja berada di sekitar Ze. Ia bahkan melihat bagaimana raut ketakutan gadis itu saat Ze menariknya pergi dari kerumunan.

"Apa yang Lo pikirin An, Lo ga niat buat ikut campur, kan?"

An tersenyum tipis menatap Alin, lalu menggeleng pelan.

"Ga akan, kalau tebakan gue salah. Ayo main."

Melihat An yang berlari meninggalkan mereka, kedua gadis ikut berlari.

"An jangan keasyikan! Ntar lo lupa waktu!" Alin berteriak mengingatkan saat dilihatnya An terlalu bersemangat main air.

"Gue udah keasyikan!" balas An ikut berteriak.

"Gapapa An! Gue dukung lo lupa waktu!" Tifa juga ikut berteriak.

Plak

"Aduh!"

Tifa menatap Alin tak terima. Tangannya sibuk mengusap lengan sebelah kirinya yang baru saja dipukul Alim cukup kuat.

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang