"Dari mana mbak? Lo udah malam begini baru pulang. Kalau sampai mas Gala sama bang Gamma tahu, gue yang di marahin sama mereka."
An mengalihkan pandangan, mengabaikan pertanyaan dari adiknya, ia membiarkan Atha kini menahan kesal sambil mendorong kursi roda yang ia duduki.
"Lain kali kalau pergi kemana-mana tuh bilang. Biar gue temenin, jangan sendirian kaya gini."
"Gue ga sendirian, Lo ga lihat gue dianterin sama Kak Aiden?"
Bukannya Atha tak melihat Aiden yang membawa An sampai kedepan pintu. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa Atha tak lagi mempercayai siapapun untuk menjaga Mbaknya ini. Terlebih lagi setelah mendengar cerita dari Gamma beberapa waktu lalu, mengenai apa yang telah dilakukan Aiden pada kakaknya. Tiba-tiba saja rasa percaya Atha pada Aiden menghilang seluruhnya.
"Ayah sama ibu jadi pulang pekan depan?" An bertanya tepat setelah Atha mendaratkan bokongnya di sofa berhadapan dengan posisi An.
"Engga." Sambil meraih remote TV di atas meja, Atha menggeleng pelan.
Jawaban singkat itu membuat An kembali melihat ponselnya yang menampilkan beberapa riwayat panggilan tak terjawab dari orang tuanya dan juga Mas Gala.
"Ayah dapat tawaran bagus di sana, jadi kemungkinan setelah habis semester ini kita pindah ke Solo, mbak."
"Ayah sama ibu?"
"Setelah masalah kakek sama anak-anaknya selesai, mereka pulang. Tapi katanya cuma beberapa hari aja, setelah itu balik lagi ke Solo. Nanti kita tinggal bareng Tante atau Mas Gala."
"Rumah ini?"
"Ayah udah minta tolong sama Mas Gala buat jualin rumah ini."
An mengangguk saja, lalu setelahnya tak ada lagi yang mengeluarkan suara diantara dua saudara itu. Beberapa saat, Atha hanya disibukkan oleh acara televisi yang menayangkan kartun bus-bus yang dapat berbicara dengan bus berwarna biru sebagai tokoh utama. Sementara An hanya diam dengan tatapan kosongnya yang mengarah pada meja.
Cukup lama mereka tetap pada posisi seperti itu. Hingga setelah waktu berjalan tiga puluh menit lamanya, terdengar suara pintu yang digedor dengan kasar dan terkesan buru-buru. Sontak An keluar dari lamunannya, dan hal pertama yang ia lihat adalah Atha yang beranjak dengan langkah cepat namun hati-hati.
"Tha,_"
An kembali menutup mulutnya saat Atha menyuruh ia diam dengan tangan yang ia tempelkan pada bibirnya sendiri. Sama sekali An tak mengalihkan pandangan dari adiknya yang kini sibuk mengintip seseorang di balik pintu melalui celah-celah yang ada.
"Lo punya temen cewe cupu mbak?"
"Hah?" An kebingungan mendengar celetukan tiba-tiba Atha yang kini membuka pintu.
Rumah sederhana yang memang tak luas itu membuat An dapat melihat siapa orang yang datang saat membuka pintu jika ia duduk di ruang tamu sekaligus ruang keluarga seperti ini. Kedua sudut bibirnya tertarik sedikit melihat gadis dengan rambut di kepang dua serta kacamata hitam nan tebal menghiasi wajahnya yang gelap berdiri gelisah menatapnya dan Atha bergantian.
"Mbak temen Lo dateng,"
"tutup pintunya, temen gue yang masih hidup cuma Satifa."
Atha yang semula sibuk menilik gadis di hadapannya dengan cepat mengalihkan pandangan pada An yang memotong ucapannya.
"Tapi mbak,"
"Annas, maaf."
"Tutup pintunya, Tha. Kalau Gamma tahu ada orang datang tanpa seizinnya Lo yang bakal diamuk."
![](https://img.wattpad.com/cover/343278132-288-k357493.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Novela Juvenil"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...