30. Not Okay

16 2 0
                                    

"Dia sepupu gue bangs*t!"

Semua orang di sana menatap Gamma tak percaya. Bagaimana tidak, mereka mengenal sosok Gamma yang disegani oleh orang-orang. Ternyata ia adalah sepupu dari gadis yang dirundung di sekolah mereka.

"Jadi karena lo sepupu An lo bebas mukul dia?"

"Minggir sialan!"

Bugh

Ze tersungkur saat mendapati bogeman tiba-tiba dari Gamma. Tak ingin kalah, ia kembali melayangkan tinju pada Gamma. Terjadilah adu jotos antara dua pemuda itu, tentu saja hal itu membuat seisi cafe menjadi ricuh. Mada berusaha menarik Gamma, sementara Ze di tarik oleh Rayhan dan Vino.

Kedua pemuda itu sangat keras kepala, tidak ada yang mau mengalah. Sampai pada saat Vino membanting gelas kaca barulah keadaan hening.

"Cukup ya lo berdua! Lo pikir An mau ketemu sama lo setelah lo pukul dia?! Hah?! Setidaknya tunggu An sampai tenang dulu baru lo temuin dia!" Vino berbicara menatap Gamma, lalu tangannya beralih menunjuk Ze.

"Dan lo. Lo pikir lo beda sama temen lo itu? Kalian berdua sama aja! Lo bahkan pernah hampir bunuh An berkali-kali, kalau lo lupa."

"Anj**g! Lo apain sepupu gue bang**t?!"

Gamma kembali menyerang Ze, namun kali ini Ze tak melawan. Ia hanya diam mengingat perbuatannya pada gadis malang itu.

"Jadi luka-luka An setiap pulang sekolah itu dari lo?! Seumur hidup gue jagain dia mati-matian sialan! Ternyata orang yang nyakitin sepupu gue orang yang gue anggap temen. Sialan Lo Ze!"

"Gamma! Udah!"

"Bang Gam! Dia bisa mati!"

"Zean anj**g! Kenapa lo diam aja bang**t!"

"Kak Gamma udah! Kak Ze berdarah!"

Febi mencoba ikut melerai, namun tetap saja Gamma seolah tidak mendengar apapun. Ia terus memukul Ze tanpa ampun, saat mendapati kesempatan Febi memeluk Gamma kuat.

"Kak, udah. Cukup."

Gamma mematung saat merasakan adanya isakan kecil dari gadis yang tengah memeluknya. Segera ia membalas pelukan Febi, meletakkan dagunya di atas kepala gadis itu.

╏⁠ ⁠”⁠ ⁠⊚⁠ ͟⁠ʖ⁠ ⁠⊚⁠ ⁠”⁠ ⁠╏

Yura menghela nafas karena akhirnya menemukan An setelah beberapa menit mencari. Ia berjalan mendekat pada An yang saat ini masih menangis duduk di pinggir jalan.

"Gue anterin pulang ya, An." ujar Yura.

An mendongak menampakkan hidungnya yang memerah. Yura menghela nafas melihat gadis itu ternyata masih menangis, lalu ikut berjongkok di depan An. An menatap Yura dengan wajah sembab karena masih terus menangis. Ia menggeleng pelan dengan bibir ditekuk sedih.

Yura membuka mulut ingin menyahut, tapi suara deheman mengalihkan perhatian kedua orang itu.

"Kenapa?" tanya Yura saat Vino menatap kearahnya

"Ada sedikit masalah di sekolah, lo periksa kesana."

"Oke, An ayo gue anterin lo pulang dulu."

"Lo ke sekolah aja, Ghani butuh bantuan di sana." suruh Vino

"Gue anterin An dulu, An_."

"An sama gue."

Yura menghela nafas, mengangguk lalu pergi tanpa berpamitan. Vino menunduk, menarik An untuk berdiri.

"Gue ga mau pulang." An mendongak menatap Vino.

"Iya, tapi berdiri dulu." Sahut Vino lembut.

Dengan malas An berdiri di bantu oleh Vino. Setelah berdiri sepenuhnya, tatapan Vino langsung tertuju pada sudut bibir An yang berdarah. Vino segera membawa An untuk duduk di kursi panjang yang terletak di pinggir jalan. Ia menyuruh An untuk duduk, setidaknya itu lebih baik daripada An duduk di jalanan seperti tadi.

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang