Ze mengangkat sambungan telepon yang sebenarnya sudah sejak sekitar lima menit lalu bergetar dengan nama yang sama.
"Lo udah gue bilang buat ga ganggu gue. Masih kurang duit yang gue kasih?" Ze berujar dingin.
Kening Ze mengkerut saat hanya mendengar isakan tangis dari sebrang sana. Ia menggeram, ingin mematikan sambungan telepon, namun ia urungkan saat mendengar suara terbata-bata dari gadis yang meneleponnya.
"Ka_ kak An, Kak An_ tolongin kak An, kak."
"Shit!" Ze mengumpat, segera mengambil kunci motor yang tergeletak di atas nakas, lalu menyambar jaket yang tergantung dekat pintu.
"Dimana lo?"
Setelah mendapat jawaban yang ingin diketahui, Ze berlari turun dari tangga.
"Mau kemana kamu?"
Suara dingin khas pria dewasa itu menghentikan langkah Ze. Ia berbalik, menatap sepasang suami istri yang tengah duduk berdua namun fokus pada laptop mereka masing-masing.
"Keluar sebentar."
"Sudah jam berapa ini? Tidak belajar kamu?"
"Ze ada urusan penting."
"Urusan apa yang lebih penting daripada harus memperbaiki nilai kamu?"
"Itu cuma penting buat Papa, bukan Ze."
"Apa kamu bilang?" Pria itu berdiri menatap putra semata wayangnya tajam.
"Mas, udah."
"Apanya yang udah? Karena punya ibu seperti kamu dia jadi anak yang tidak menurut."
"Mas!" Wanita cantik itu menatap Ze lembut, "jangan lama-lama pulang, ya?"
"Siapa yang mengizinkan anak itu keluar?!" Teriaknya saat Ze baru mengambil dua langkah.
Pria itu berjalan dengan langkah lebar, berdiri di depan anaknya masih dengan menatap tajam.
"Masuk ke kamar, belajar!"
Ze menatap pria yang ia sebut Papa dengan tatapan dinginnya, "nyawa orang dalam bahaya, dan Ze ga mau telat untuk yang kedua kalinya gara-gara Papa."
"Masuk ke kamar saya bilang!"
"Mas kamu ga denger? Ze bilang nyawa orang dalam bahaya."
"Diam kamu!"
Ze berjalan melalui sang Papa begitu saja, mengabaikan teriakan menggema dari laki-laki itu yang terus memanggil namanya.
Menaiki motornya, Ze melaju dengan cepat. Ini sudah cukup larut, tidak banyak kendaraan yang berlalu-lalang membuat Ze lebih leluasa mengendarai motornya bahkan ia tak segan menancap gas dengan kecepatan penuh. Hanya dalam waktu dua menit, Ze sudah sampai ke tempat yang Nala beritahu padanya. Bersyukur itu tak terlalu jauh dari rumahnya.
Ze menghentikan motornya, memicingkan mata saat menatap sosok gadis mengenakan kardigan berwarna hijau bersembunyi di balik pohon menatap kearahnya. Segera ia berlari kecil untuk mendekat kearahnya.
"Di mana, An?"
Nala menarik Ze untuk mengikuti langkahnya. Hampir satu menit mereka berlari, Ze dapat melihat seorang pria sedang menarik paksa Keysha yang menahan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang listrik yang berada di pinggir jalan dengan posisinya yang sudah telungkup di jalanan. Gadis itu menangis histeris dengan tatapan mengarah pada An yang ditendang perutnya oleh tiga pria lain.
"ANJI**! BERHENTI LO SEMUA BRENGSEK!"
Semua orang yang berada di sana menoleh mendengar teriakkan Ze yang begitu keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Novela Juvenil"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...