25. Asyalina

16 2 0
                                    

An mengerutkan dahi melihat pesan dari nomor yang tak dikenal. Ini sudah kali ketiga pesan seperti ini dikirimkan kepadanya. Dengan nomor yang berbeda namun isinya tetap selalu sama.

082xxxx

Kamu  membiarkan pembunuh berkeliaran diluar?

Mungkin ada korban lain
setelah ini, Annas Tasha.

"Lo udah lama temenan sama Alin?"

Rafa membuka suara setelah beberapa menit mereka hanya diam di perjalanan. An langsung mematikan ponselnya, melirik sebentar Rafa yang duduk disebelahnya, lalu kembali menatap keluar jendela mobil melihat jalanan.

"Ga lama setelah dia pindah ke sekolah gue waktu SMP."

"Berarti udah lebih dari empat tahun, ya?"

"Hmm."

"Seberapa banyak Lo tau tentang Alin?"

"Ga lebih banyak dari Lo, tapi gue tau Lo suka dia."

"Hah?"

"Lo suka dia, kan?"

Rafa terdiam cukup lama membuat An kini menatapnya menunggu jawaban.

"Dia cantik, pinter, baik juga. Siapa yang ga suka sama cewek yang selalu masuk lima besar di SMA Bina Aksara dia coba?"

"Depresi juga?"

"An, lo_."

"Tolong ajak dia ke psikiater, Raf."

"Dia ga gila."

"Gue tau. Tapi dia sakit."

"Dia udah sembuh."

An menggeleng tegas "dia masih sakit, jangan pura-pura bodoh Rafa."

"An, Alin ga gila, Lo temennya bukan sih?"

"Justru karena dia temen gue. Gue mohon sama Lo, bantu temen gue. Bantu Alin, gue ga punya yang lain, cuma Alin satu-satunya. Demi Alin, tolong."

╏⁠ ⁠”⁠ ⁠⊚⁠ ͟⁠ʖ⁠ ⁠⊚⁠ ⁠”⁠ ⁠╏

"Enak, kan?"

Tak ingin menyahut, Alin hanya mengangguk dua kali membuat Rafa tersenyum lebar.

"Gue bilang juga apa, ntar sering-sering deh gue bawa Lo makan di sini, Lo tau gue udah langganan di sini dari jaman SD."

"Mending makan ketoprak bareng An dari pada sama Lo mulu."

"Sekali-kali kita ajakin An deh makan siomay. Mayan gue bisa cuci mata ga muka jelek Lo mulu yang gue liat."

"An Lo ajak makan siomay malah makan saus. Mending ga usah. Lagian Lo kalau cari mangsa jangan temen gue lah, kaya ga ada yang lain aja."

"Kenapa? Kalau sama temen Lo, cemburunya lebih berasa ya?"

Alin mendengus melihat wajah tengil Rafa yang bertanya sambil menaik-turunkan alisnya.

"Sekali lagi Lo ngomong ga jelas gitu, gue langsung pulang."

Rafa berlagak mengunci mulutnya membuat Alin memutar bola mata jengah. Setelahnya kedua orang itu melanjutkan menikmati makanan mereka.

"Lin besok siap-siap jam sembilan gue jemput, ya?"

"Kenapa?"

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang