"KAMI TIDAK SUDI PARA SAMPAH ITU TETAP BERADA DI SEKOLAH!"
"PARA PEMBUNUH ITU SELALU BERSIKAP SOMBONG! KAMI INGIN MEREKA DIKELUARKAN DARI SEKOLAH!"
"SANGAT MENJIJIKKAN HARUS MELIHAT WAJAH MEREKA SEMUA!"
"ITU! DI SANA! MEREKA DI SANA!"
"Sial!" Ghani mengumpat kesal saat seorang gadis menunjuk kearah mereka yang tengah berjalan mengendap-endap untuk menghindari kerumunan.
"Lari! Masuk ke ruangan! Sekarang!" Instruksi Rayhan dengan cepat.
Namun dengan cepat orang-orang berlari mengerumuni mereka. Melemparkan sampah kearah segerombolan orang yang berusaha bersembunyi itu.
"PERGI KALIAN PEMBUNUH! KALIAN MENGHANCURKAN SEKOLAH KAMI!"
"ITU MEREKA! AMBIL FOTO DENGAN CEPAT!"
"AMBIL GAMBAR MEREKA!"
"Kenapa ada reporter?" Gumam Mada memelankan langkahnya.
"AL PASTIKAN GA TERSEBAR! AZKA ALIHIN PARA REPORTER! GHANI, RAY PASTIIN GA ADA YANG NGIKUTIN GUE SAMPE KE RUANGAN!"
Umpatan demi umpatan terdengar dari mulut orang-orang yang berkerumun di lapangan sekolah.
"Hilang di saat genting begini?" Geram Mada saat menyadari ada dua orang yang menghilang dari pandangannya.
Mada mempercepat langkah menuju ruangan. Matahari masih belum naik sepenuhnya, tapi peluh keringat sudah membanjiri tubuh Mada karena harus berlarian di tengah kerumunan pula.
"Keluar dari pekarangan sekolah diam-diam. Cewek duluan, Acha sama Yura yang mandu dari depan. Setelah itu baru kita-kita yang cowok nyusul keluar." Akhirnya Mada berujar setelah sampai di ruangan.
"Kenapa harus keluar kak? Kita bisa nyangkal, buat alasan yang logis untuk nyangkal semuanya." Nora bertanya menghentikan tangannya yang semula membersihkan diri dari pasir-pasir.
"Sekolah bener-bener lagi rusuh, bahkan media lagi nyoba masuk ke pekarangan sekolah. Lo ga liat gimana anak-anak pada ngamuk? Jaya sama temen-temennya pasti bakal bikin ulah kalau mereka sampai liat kita. Dan ini juga keputusan Pak Anton."
"Jangan bilang mereka bakal lepas tangan? Mereka ga akan jadiin kita kambing hitam, kan?" Nala ikut bertanya masih sambil mengipasi seragamnya yang basah.
"Ga ada waktu untuk bicara soal itu. Ayo keluar dulu."
Acha dan Yura berjalan di depan untuk menuntun para gadis berjalan mengendap-endap agar bisa keluar dari sekolah yang sejak pagi tadi sangat rusuh. Para siswa demo, dan entah darimana media cepat sekali mengetahui hal-hal yang baru menyebar disekolah mereka dalam beberapa jam.
"Kita kumpul di mana?" Acha membalikkan badan menatap para gadis yang berjalan di belakangnya tersusun rapih seperti anak bebek.
"Rumah sakit."
"Hah?"
╏ ” ⊚ ͟ʖ ⊚ ” ╏
An menggeleng tak percaya menatap para remaja yang masih mengenakan seragam sekolah ini. Waktu masih menunjukkan pukul 11:36, seharusnya mereka masih di sekolah. An pikir Ze dan Vino adalah yang paling gila, ternyata tiga puluh orang lainnya juga sama gila dengan mereka.
Saat ini mereka berada di taman rumah sakit dengan An yang duduk di kursi roda. Dengan jumlah sebanyak itu tak mungkin mereka masuk ke dalam ruangan An.
Azka berjongkok dihadapan An, menatap wajah gadis itu intens membuat Vino yang berdiri dibelakang An menggeplaknya.
"Ngapain lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...