"An?"
An tersentak kaget saat tiba-tiba Ze berdiri dihadapannya membuka pintu. Ze pun tampak terkejut, sangat terlihat dari matanya yang membulat sempurna.
"An? Lo sejak kapan di sini?"
Mengabaikan Ze, An masuk kedalam ruangan melewatinya begitu saja. Ia tersenyum miring menatap orang-orang yang menegang di tempat mereka.
"Ini punya lo ketinggalan kemarin."
Ghani panik seketika melihat apa yang ada di tangan An. Melangkah lebar, ia berhasil mengambil itu dari An agak kasar.
"Gue udah baca kok, jangan buru-buru gitulah."
Mereka saling menatap, apa yang harus dilakukan? Begitu kira-kira arti dari tatapan mereka satu sama lain.
"Dian dikeluarkan karena perusahaan orang tuanya bangkrut, Bimo karena ayahnya di pecat dari perusahaan, Maya dikeluarin karena nama adeknya Mario? Kalian gila?!"
"An_."
"Lo racunin gue setiap bulan, masih ga puas Lo?! Hah?!" An memotong ucapan Ze.
"Oh gosh! Where am I?!" An berseru menatap langit-langit ruangan dengan helaan nafas di akhir kalimat.
"An, kita cuma_."
"Oh tenang aja kak, gue ga bakal ngundurin diri kok. Setidaknya sampai gue ngebuktiin kalau kalian terlibat atas kematian kedua temen gue."
"An, lo ngomong apa sih?"
"Apa? Salah gue? Mungkin itu juga bagian dari rencana lo? Mana gue tau." An tersenyum menatap Vino.
"Maksud lo apa sih An?"
"Lo ga perlu pura-pura lagi deh Vin, gue bahkan udah denger semuanya barusan."
"An." An menepis tangan Vino yang ingin meraihnya.
"Dan kalian, jangan kalian pikir gue ga tau apa yang kalian lakuin sama temen-temen gue!" Kini An beralih menatap Nora, Keysha, dan Naya.
"Apaan sih? Kita ga apa-apain mereka kok." Ucapan Naya mendapati desisan sinis dari An.
"Lo sama antek-antek lo itu sengaja kurung gue di gudang hari itu supaya gue ga bisa ketemu sama Yumna. Gue liat apa yang kalian lakuin ke Yumna! Gue juga tau kalian orang terakhir yang Alin temui malam itu!"
Teriakan nyaring An membuat seisi ruangan berdengung karenanya.
"Gue ga habis pikir, ternyata ada manusia kaya kalian ya? Ga cukup kalian manfaatin gue? Kenapa kalian libatin temen-temen gue juga?" Suara An kini terdengar lirih.
"An, lo salah paham, oke? Kita ga pernah manfaatin lo. Dan kita ga ada hubungannya sama sekali sama kematian mereka."
"Kak? Gue selama ini hormat sama lo. Jadi tolong, jangan rendahin diri lo sendiri di mata gue dengan jadi sampah kaya gini."
Mada membisu, tak tahu harus menyahut seperti apa lagi.
╏ " ⊚ ͟ʖ ⊚ " ╏
A
n berjalan menyusuri lorong dengan tatapan kosong. Sesekali ia terkekeh mengingat bagaimana bodohnya dia karena tak menyadari semuanya. Harusnya An merasa aneh karena ia terus-menerus pingsan saat ujian akan berakhir. Namun dengan bodohnya An selalu berpikir bahwa itu efek dari rasa takutnya yang berlebihan saat mulai terjadi kericuhan.
"Jangan deketin gue!"
An mengernyitkan dahi menatap lorong menuju kolam renang. Ia kenal suara teriakan itu, An yakin. Segera ia melangkah menuju kolam renang, dan tebakannya ternyata benar soal pemilik suara itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...