"Gue pikir lo ga tertarik lagi sama dia."
Ze menoleh menatap Gio yang berjalan di sampingnya. Tak perduli, Ze melanjutkan langkah menyusuri lorong rumah sakit.
"Ternyata lo cuma mau lindungi dia dari gue. Tapi udah ketahuan, gimana dong?"
Ze menghentikan langkah, menatap datar Gio yang menampilkan wajah menjengkelkannya.
"Jangan dia."
"Lo tau tujuan hidup gue?"
Ze tak memperdulikan pertanyaan itu, ia kembali berjalan membiarkan Gio mengikuti langkahnya.
"Ambil semua yang Zean Angkasa punya. Semua."
Ze berdecih sinis mendengarnya, Gio masih terobsesi untuk mencuri miliknya ternyata.
"Ruang Mawar, nomor dua, kan? Siapa yang bayar dia bisa dapat ruang VIP?"
Masih sambil berjalan, kini Ze menatap tajam Gio yang tersenyum menawan.
"Jangan berani sentuh An."
"Owh, santai Ze, santai. Gue cuma mau pastiin kalau narasumber gue masih ingat tentang kebusukan kalian. Siapa yang tau mungkin dia lupa lagi, kan?"
Ze memelankan langkah saat Gio berjalan mendahuluinya. Membiarkan Gio masuk lebih dulu ke dalam ruangan yang hanya tinggal beberapa langkah lagi ia sampai di sana. Berdiri di depan pintu, Ze dapat melihat ada dua wanita dewasa dan beberapa remaja yang ia kenal berada di dalam sana termasuk Gio.
Membuka pintu, tak ada yang memperhatikan kedatangannya selain Atha yang berdiri sendirian di sana. Ze yang melihat itupun mendekat kearahnya.
"Di mana Vino sama Gamma?"
Atha menoleh, "kantor polisi."
Ze mengangguk, lalu menatap An yang kini tengah di kerubungi tujuh orang. Salah satu wanita duduk di samping An, mengelus lembut kepala gadis itu yang memandang kosong keluar jendela di balik tubuh Anna yang tampaknya habis menangis.
Ze beberapa kali melihat wanita itu, ia ingat sekali bahwa wanita itu adalah salah satu teman tantenya_Dokter Rani yang juga merupakan ibu dari Asyalina.
"Nanti kalau kamu butuh sesuatu, kabarin tante ya, An. Kamu jangan diem aja kaya gini, ya? Besok Tante bakal rutin liat kamu kesini, oke?" Ujar wanita itu yang tak ditanggapi sama sekali dan langsung diberi usapan lembut pada punggungnya oleh Rafa.
"An masih kaget, Tan. Jangan sedih gitu." Kata Rafa yang langsung diberi senyuman tipis oleh wanita itu.
Perbincangan kecil terus berlanjut meskipun tak ada respon sama sekali dari An. Kedua wanita dewasa yang senantiasa mengajaknya mengobrol seakan tak pernah kehabisan topik. Benu sejak tadi menunduk seolah tengah merasa bersalah sesekali menanggapi ucapan Gio. Rafa hanya diam, tak ada yang tahu apa yang cowok itu pikirkan saat ini. Dan Aiden sibuk menenangkan Anna yang sejak tadi terus bertanya, kenapa An tidak mau berbicara sama sekali?
Memang sejak pagi tadi, An kembali tak mau bersuara setelah lama menangis. Sampai saat ini gadis itu hanya diam menatap keluar jendela, siapapun yang datang tidak ia tanggapi sama sekali.
Ze menoleh kesamping, menatap Atha yang tampak menyedihkan. Wajar saja ia masih bingung dengan kondisi kakaknya saat ini. Diusia yang masih sangat muda, ia harus mendengar kabar kakaknya menjadi korban pelecehan seksual tanpa ada orang tuanya bersama mereka. Tatapan Atha tampak bingung, marah, sedih, kalut, dan takut, semuanya bercampur di mata anak laki-laki berusia 14 tahun itu.
"Ma, kita pulang aja ya. An kayanya masih perlu istirahat." Suara Benu mengalihkan perhatian Ze.
"An, nanti kalau udah bener-bener sehat baru ngajar lagi ya. Ga perlu buru-buru."
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...