Tidur An terusik saat merasakan seseorang memeluknya sangat erat, tak hanya itu, bahkan terdengar isakan dari sosok itu. Ia membuka mata perlahan, namun An hanya bisa melihat sosok Vino yang tengah tersenyum menatapnya.
An menarik kuat rambut panjang sosok yang tengah memeluknya erat. Bukan apa-apa, tapi An kesulitan bernapas dibuatnya.
"Awww! Sakit An pake jing!"
An mengerjab beberapa kali menatap gadis yang berdiri dihadapannya sambil mengusap kepalanya sendiri.
"Lo?"
Tatapan An beralih pada Vino yang semakin mengembangkan senyumnya, lalu kembali menatap gadis yang kini juga menatapnya. An dapat melihat air mata di pipi gadis itu.
"Maaf. Gue ga tau. Maaf."
An hanya bisa diam mematung saat dirasa tubuhnya kembali dipeluk erat. Masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan yang sedang terjadi.
"Vin?"
"Gue tepatin janji gue."
Air mata mengalir pelan di pipi tirus An. Merasakan An membalas pelukannya membuat gadis itu semakin mengeratkan pelukannya. Meski An tak membalasnya sama erat, namun ia dapat merasakan jari-jari An meremas kuat bajunya.
"Gue sendirian. Kalian ninggalin gue sendiri, gue sendirian."
An merasakan kepalanya mengangguk dipundaknya.
"Maaf. Gue telat."
"Alin pergi Tif, dia ga tepati janji. Dia pergi sendirian. Kenapa dia ga ajak gue juga, Tifa?"
Ya! Gadis yang tengah memeluknya saat ini adalah Satifa. Orang yang ia tengah ia cari selama berbulan-bulan dengan bantuan dari beberapa kenalannya yang bisa membantu.
"Jangan bilang gitu."
"Dia minta gue datang secepatnya Tif, tapi gue ga datang. Gue sibuk sama diri gue sendiri, dia ga ada waktu gue datang. Tapi kata Kak Aiden Alin kecelakaan." An mengurai paksa pelukan mereka, ia menggeleng kuat. "Gue datang ke rumah Alin, tapi dia bukan Alin. Mukanya hancur banget. Alin cantik, Tif. Alin kita cantik, kan, Tif? Tapi kenapa mukanya hancur? Dia bukan Alin, Tif. Bukan."
"An."
"Tapi kenapa dia pake kalung dari gue, Satifa?"
An bertanya dengan bibir bergetar, tangannya meremas kuat dada sebelah kanannya. Tenggorokannya seolah tersumbat membuat ia kesulitan bernafas.
"Sakit banget, Tif.
"Ada gue, An."
"Sekarang gimana Tif? Gue sendirian."
"An, ada gue. I'm back."
╏ ” ⊚ ͟ʖ ⊚ ” ╏
Ze tersenyum tipis, sangat tipis hingga tak ada yang menyadari ia tengah tersenyum saat ini. Melihat An tengah berbincang banyak dengan Satifa membuat sesuatu yang hilang kembali datang.
"Gimana bisa Kak Tifa balik ke Jakarta?" Atha dapat melihat tiga cowok lebih tua darinya menatap bingung.
"Yang gue tau Om sama kakeknya marah banget, dan dia ga di bolehin ketemu mbak An sama kak Alin."
Vino berdehem, menepuk dadanya bangga, "apa sih yang ga bisa kalau Vino udah turun tangan?"
Satu hal yang Atha dapat simpulkan dari cowok bernama Vino setelah banyak menghabiskan waktu selama empat hari terakhir. Cowok itu memiliki kepedean yang sangat tinggi. Pantas saja An sering mendengus kesal menyebutkan namanya sejak dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...