32. She's Broke

16 2 0
                                    

"Jadi kalian kerja sama?"

"Ya gitulah."

"Padahal gue harap Lo bisa bantu gue dan kerjasama, sama anak-anak B, Ga."

"Lo tau, gue bukannya ga mau bantu Lo. Tapi B bahkan belum bisa disebut organisasi. Sekarang, B cuma komunitas yang diisi sama orang-orang yang tujuannya sama, kan? Untuk kerjasama antar sekolah, gue belum yakin kalau mau kasih kepercayaan sama anak-anak B. Ya emang kalian juga temen-temen gue yang gue udah kenal lama, apalagi Lo. Tapi Lo tau kan maksud gue? OSIS untuk saat ini lebih baik."

"Alesan aja lo. B itu punya prestasi yang sama kaya anak OSIS, bahkan bulan lalu anak-anak B ada di peringkat atas. Emang Lo milih mereka karena cewek Lo sama si An, kan? Mana sebanding gue sama mereka."

Gamma menghentikan langkah membuat Aiden juga ikut berhenti.

"Gue mukul An."

Aiden hanya terkekeh mendengar pengakuan itu yang membuat Gamma mengernyit bingung.

"Sekarang Lo sama gue sama aja di mata An."

"Gue ga sengaja. An tiba-tiba muncul di depan gue." Gamma membela diri.

"Lo pikir gue sengaja dobrak rumah An waktu dia cuma sendirian di rumah? Om Danu juga ga sengaja mukul anaknya. Temen-temen An yang ngebully dia juga ga sengaja, preman-preman itu juga ga sengaja milih An jadi target mereka, Ga."

Gamma menghela nafas, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

"Kenapa Lo ga marah sama gue? Padahal dulu gue hajar Lo habis-habisan."

Aiden kembali terkekeh mendengar pertanyaan Gamma. Ia menepuk pundak Gamma beberapa kali.

"Ga, gue sama Lo sama aja. Gue marah sama Lo, tapi apa yang gue lakuin ke An itu jauh lebih buruk. Dan gue biarin Lo pukuli gue habis-habisan waktu itu, karena gue juga marah sama diri gue sendiri."

Gamma hanya tersenyum tipis mendengarnya.

"Sekarang kita cuma perlu fokus jagain An. An, dia pasti makin kesulitan karena Alin udah ga ada, apa lagi An bilang Satifa juga hilang kabar."

Gamma memicingkan matanya melihat An tampak berjalan dengan seorang cowok yang ia kenal.

"Itu An sama Rafa?"

Aiden menoleh kearah yang Gamma lihat. Mengangguk beberapa kali, Aiden membenarkan ucapan Gamma. Mendapati respon seperti itu, Gamma langsung menatap Aiden penuh tanya.

"Lo biarin dia deketin An? Lo tau Rafa ceweknya dimana-mana, jangan karena dia Rafa lo izinin An deket sama dia lah."

Aiden menggeleng melihat raut wajah Gamma yang tampak seperti seorang kakak yang melindungi adiknya dari para lelaki durjana.

"Rafa sama Alin, mereka kaya gue sama An, Ga."

"Anj! Serius lo? Kok gue ga pernah tau?"

"Jangankan lo, anak-anak B aja baru tau karena gue nemenin An di sana dan liat Rafa kaya mayat hidup. Lo liat tuh," Aiden menunjuk Rafa dengan dagunya, "ke sekolah aja dia lecek begitu."

"Kenapa kalian bisa ga tau? Gue pikir salah satu syarat untuk gabung juga harus nyerahin data pribadi."

Aiden menggidik bahu, "lo tau sebaik apa hubungan Rafa sama Gio, kan?"

Gamma mengangguk-angguk, lalu ia beralih menatap layar ponselnya. Setelah itu langsung berjalan kearah di mana An dan Rafa tengah berbincang.

"An."

Keduanya menoleh begitu mendengar suara Gamma. Dari jarak dekat, Gamma baru dapat melihat dengan jelas penampilan Rafa yang lecek seperti yang Aiden katakan. Pakaiannya tampak kusut, rambut tak disisir, kantung mata menghitam, bibirnya kering dan pucat. Gamma meringis pelan, mengira-ngira sedekat apa Rafa dan Alin sebelumnya. Sampai-sampai dapat membuat seorang Rafa si playboy kelas biawak itu seperti mayat hidup setelah ia pergi.

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang