26. Felt Pity

18 3 0
                                    

"Gue balik ya, besok kalau mau gue jemput telpon aja."

An mengangguk sekali, lalu membiarkan Yura pergi setelah mengucapkan terimakasih. Merenggangkan otot-otot tubuhnya yang sedari tadi terus berkutat dengan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk acara mereka.

Tadi setelah mengantar Alin pulang, An kembali ke sekolah untuk melanjutkan tugasnya di ruang OSIS karena Yura dan Zoe terus merengek padanya. Alhasil ia pulang kesorean seperti ini. Dapat An tebak, ibunya pasti sedang marah-marah karena ia lagi-lagi pulang telat.

"Cape banget."

Berjalan gontai, An masuk ke rumah yang tampak hening itu.

"Assalamualaikum, Bu, An pulang."

Tempat pertama yang di susurinya adalah dapur untuk minum segelas air putih. Setelahnya ia masuk ke kamar untuk menyimpan tas, dan langsung keluar setelah beberapa saat.

Tanpa membersihkan tubuh dan mengganti pakaiannya, ia mengambil beberapa buku yang tertata rapih di rak yang ada di ruang tamu. Dimasukkannya kedalam tote bag yang sengaja ia bawa dari kamarnya.

"Ibu, An pamit mau berangkat ngajar ya." Kata An mengetuk pintu kamar orang tuanya.

"Tidak usah pulang sekalian! Di rumah ini kamu juga tidak berguna sama sekali. Keluyuran saja setiap hari."

Menghela nafas, An kembali berujar pelan.

"An hari ini sibuk di sekolah, makanya pulang kesorean."

"Siapa yang perduli kamu sibuk? Anak orang lain ga ada ya pulang terlalu sore kaya kamu. Mereka masih sempat bantu orang tuanya di rumah, bahkan mereka pintar-pintar dan selalu dapat juara."

"Iya Bu iya, maaf. An mau pergi kerja dulu, ini An udah cape banget."

"Heh, kerja juga untuk diri kamu sendiri. Ibu ga pernah sekalipun minta uang kamu. Kalau karena kamu udah kerja makanya kamu suka-suka pulang sore dan ga bantu kerjaan rumah, mending berhenti. Walaupun kerja, kalau sakit juga uang ayah kamu yang habis. Uang kamu tidak pernah terlihat sama sekali."

"Ibu suruh An berhenti? An yakin ibu orang yang paling murka kalau An berhenti cari uang."

"An!"

An sama sekali tak terkejut mendengar suara melengking milik ibunya. Wanita itu berjalan kearahnya, lalu mendorong kuat kepala An dengan telunjuk.

"Kamu pikir orang-orang di rumah ini makan nunggu kamu ada uang? Kamu makan hasil dari ayah kamu, sadar kalau kamu masih numpang di rumah ini."

"Iya An masih numpang, makanya An tau diri dan cari uang."

"Kamu selalu saja melawan setiap kali di kasih tau. Dasar anak nyusahin, ga tau diri."

An tak ingin menjawab lagi, ia keluar begitu saja dari rumah. Berjalan menjauh dari rumah, lalu mengeluarkan ponselnya. Mencari nomor seseorang di sana lalu menelponnya.

╏⁠ ⁠”⁠ ⁠⊚⁠ ͟⁠ʖ⁠ ⁠⊚⁠ ⁠”⁠ ⁠╏

Dengan masih menggunakan seragam, An membuka pintu rumahnya yang tertutup. Masuk dengan mengucap salam, An langsung disambut dengan wajah ayahnya selalu datar.

"Kok masih pake seragam An?"

"Tadi pulangnya kemalaman yah."

"Berantem lagi kamu sama ibu?"

An tak menyahut, ia hanya tersenyum tipis menatap ibunya yang tengah menonton TV. An menatap ponselnya yang bergetar, lalu mendesah frustasi dengan mata terpejam. Beberapa saat kemudian, An menatap ayahnya yang kini tengah sibuk memberi makan ikan.

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang