29. Cousin

20 2 0
                                    

Febi menatap empat seniornya memohon. Karena di ruangan ada banyak orang, kelima orang itu harus berbicara dengan suara yang sangat pelan agar tak terdengar yang lainnya.

"Tapi kak, gue ga tau harus pake cara apa buat bujuk dia. Setidaknya kalian kasih tau gu caranya."

"Terserah lo mau pake cara apa. Lo pacarnya, seharusnya lo tau cara yang tepat untuk bujuk dia." Acha berujar dingin.

"Kak Gamma orangnya keras banget kak, gue lebih sering ngerasa kaya tahanan daripada pacar. Lagian kalau kak Ze sama kak Mada aja ga bisa minta bantuan dia, gimana gue mau minta bantuan dia coba? Kak Gamma ga akan dengerin omongan gue, kak."

"Lo cuma perlu baikin dia beberapa waktu ini apa susahnya sih? Gamma juga bakalan luluh kalau lo nurut ke dia." kata Mada. "Lanjutin tugas lo."

Febi menghela nafas dengan mata terpejam. Para seniornya ini hanya tidak tahu kalau hal yang selalu di permasalahkan Gamma adalah karena ia sering tidak bisa dihubungi saat sedang di ruang OSIS. Entah itu karena rapat, atau sedang melakukan pekerjaan penting. Sementara Gamma adalah seorang posesif yang harus mendapat kabar setiap saat.

"Kalau gue sama Ken ga dateng mungkin sekarang lo masih dikejar-kejar sama wartawan di sana."

Mereka menoleh saat terdengar suara Ghani memasuki ruangan dengan dua gadis bersamanya. Melihat siapa sosok yang berjalan dengan wajah tertunduk itu membuat mereka sedikit terkejut. Ze yang berada di samping Acha langsung berjalan kearah An, menarik tangan gadis itu. Tapi segera An tepis tangannya, menatap Ze dengan penuh kebencian.

"Kenapa lo sekolah?"

"Bukan urusan lo."

"Ikut gue, gue mau ngomong." Ze kembali ingin meraih tangan An.

"Jangan pegang-pegang gue!"

Ze memiringkan kepala melihat An yang tampak sangat marah. Ia menghela nafas mencoba untuk bersabar.

"Gue cuma mau ngomong, Annas Tasha."

"Jangan.sentuh.gue, Zean Angkasa."

Ze mengangkat kedua tangannya, ia mengangguk beberapa kali menanggapi ucapan An yang ditekan itu.

"Kalau lo ga mau gue sentuh, silahkan jalan sendiri."

An menggeleng tak percaya menatap Ze "belum cukup lo hancurin gue?"

Vino mendekat, berdiri dihadapan An menghadap Ze melayangkan tatapan tajamnya.

"Jangan lupa perjanjian kita." ucap Vino dengan suara rendahnya.

Vino langsung menarik An untuk pergi dari ruangan itu. Namun belum sampai mereka keluar dari pintu, suara Nora membuat An menghentikan langkah.

"Kita nunda rapat sehari karena lo. Jangan seenaknya main pergi aja, mikir, acara tinggal dua hari."

"Rapat di tunda sampai besok."

"Kak? Nyiapin semuanya dalam dua hari aja belum tentu bisa, lo mau nunda lagi?" Kiara berucap dengan mata memandang penuh kearah Mada, "gue tau An lagi berduka, tapi dia juga harus profesional. Semua orang di sini bergantung sama lo An, kalau kita tunda lagi bisa-bisa acara ini bakal gagal total. Kalau sampai itu terjadi, BLANK punya kesempatan besar untuk jatuhin kita dimata guru. Gue tau sepenting apa peran An di organisasi, jadi An, tolong. Jangan bikin rapat ini tertunda lagi. Dan lo kak." Kali ini Kiara menghadap Ze.

"Stop bikin ulah yang bakal ngerugiin kita semua. Kalau lo emang ada masalah sama An, cukup untuk kalian berdua aja. Jangan libatin kita juga."

An menghela nafas, ia setuju dengan ucapan Kiara barusan. Seharusnya rapat dilakukan kemarin, pasti anak-anak yang lain cukup kebingungan karena An tidak hadir. Ia melepaskan tangan Vino yang menggenggam tangannya, lalu berjalan menuju kursi dan duduk di sana.

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang