An berjalan kesana-kemari dengan tatapan fokus pada notebook kecil yang sejak tadi berada di tangannya. Ia menatap beberapa orang yang berada di atas panggung.
"Sound udah di cek?"
"Udah An, tadi Al udah beresin semuanya."
An mengangguk, lalu beralih melangkah menuju arah berlawanan.
"Makanan untuk tamu udah siap semua, kan?"
"Udah kak, tapi untuk panitia acara belum."
"Coba tanya Nora."
Mendapati anggukan dari gadis di hadapannya, An kini menatap setiap sudut aula.
"Acara di mulai setengah jam lagi, kalian liat kak Mada?"
"Buat apa cari Kak Mada? Bukannya seluruh acara tanggung jawab Lo, ya?" Tanya Keysha
An mengangguk sekali, "tapi tetep butuh Kak Mada untuk buka acara, kan? Atau kata sambutan juga gue?"
"Di ruang OSIS, katanya mau ngambil barang yang tinggal."
Tatapan An kembali ke arah panggung, seharusnya sejak tadi kalimat itu di katakan. Jadi ia tidak perlu mendengar ucapan Keysha yang selalu terdengar tidak senang terhadapnya.
"Oke, thanks, Al."
Tanpa menunggu jawaban, An segera pergi menuju ruang OSIS. Sesekali An tersenyum tipis saat orang-orang yang berselisih dengannya menyapa ramah. An merasa ia tidak terlalu populer, namun ia sadar yang membuat orang-orang ramah padanya adalah karena sebuah pin yang bertengger di dadanya.
"An."
An mengembangkan senyumnya melihat dua gadis yang berjalan kearahnya.
"Mau kantin?"
"Iyalah, lapar. Nungguin Lo kelamaan." Sahut Alina.
"Sorry aelah, Lo tau gue lagi sibuk."
"Sibuk aja terus, sakin sibuknya sampe makan pun ga bisa." Tambah Tifa.
"Ck, Lo tuh ya, udah tau badan kurus kerempeng, penyakitan, males makan lagi."
An mendengus kesal saat Alina menoyor kuat kepalanya. Ia memperhatikan Alina dari atas sampai bawah, lalu menggeleng prihatin.
"Apaan liat-liat?"
"Kasihan Lo Lin, makan udah banyak juga ga gemuk-gemuk. Pipi doang yang nambah lemak."
Mendengar itu, spontan Tifa tergelak keras. Berbeda dengan Alina yang justru menatap sengit kearah An, lalu kembali menoyor An. Namun tentu saja kali ini An membalasnya.
"Kaya Lo ga aja."
"Ya Lo lebih parah."
"Lo liat itu pipi Lo udah mau tumpah."
"Lo juga. Hidung Lo sampe tenggelam gitu."
"Heh! Lo juga pesek ya."
"Lo lebih parah."
"Udah ya! Diam Lo berdua!" Kesal Tifa menggeplak kepala dua temannya itu bergantian.
An meringis mengingat tujuan awalnya berjalan hingga ia sudah sampai di sini.
"Tuh kan, gara-gara Lo berdua gue lupa mau ke ruang OSIS. Tinggal dua puluh menit lagi acaranya di mulai. Gue duluan ya, bye!"
"Liat si bodoh itu." Kesal Alina melihat kepergian An.
An kini mempercepat langkahnya. Selalu saja begini, ia selalu merutuki mengapa ruang OSIS harus berada di tempat terpencil? Berjalan dari aula sekolah ke ruang OSIS itu membutuhkan waktu lebih dari lima menit. Jadi ia harus sedikit berlari agar dapat lebih cepat sampai di ruang OSIS.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...