3. Mereka?

57 4 0
                                    

"Lo udah tanya dia?"

An menoleh kearah Alina dan Tifa yang menatapnya menunggu jawaban.

"Udah."

"Dia bilang apa?"

"Dia di fitnah?"

"Di fitnah sampai mau di keluarin?"

"Belum Tif, dia cuma di skors." Perjelas An

"Dia cuma nunggu sampai di keluarin beneran, kan?"

"Tif, mulut Lo ya." Alina memukul kuat bibir Tifa, dan langsung mendapati balasan yang sama

"Ga usah berantem dulu, bisa, kan?"

Tifa langsung memukul Alina, menyalahkan gadis itu. Sementara Alina berlagak mengunci mulutnya sendiri.

"Udah mau masuk jam kelas, gue mau balik ke ruang OSIS."

"Ck, kapan sih acaranya?"

"Lima hari lagi."

"Pensi?"

An menoleh cepat kearah Ali a yang bertanya "yang ada mereka bakal mikir kalau OSIS bener mau saingan sama mereka."

"Tapi An, mereka emang beneran mau jadi saingan OSIS." Tambah Tifa

"Ya, itu pilihan mereka."

"Tapi menurut gue ga bakal bisa sih." Sahut Alina

"Iyalah, ga bisa. OSIS itu di dukung sekolah, mereka kan cuma organisasi dari pihak ketiga. Dan mereka mah kalahin OSIS."

"Ga akan bisa." Ujar An

"Kenapa?"

"Karena OSIS ga berniat saingan sama mereka."

An menghela nafas panjang sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

"mereka ga tertarik sama acara yang di buat OSIS, tapi seluruh pengurus OSIS selalu ikut partisipasi di setiap acara mereka, bahkan menyediakan keperluan mereka saat kekurangan."

An tertawa singkat setelah mengatakan kalimat yang membuat sedikit bingung, mungkin (?).

"Lo belum makan juga ya?" Tanya Alina mengalihkan

"Ntaran, ga selera gue."

"Habis ini Lo balik kelas, langsung makan."

"Oke. Gue pergi dulu. Masih banyak kerjaan."

"Betah banget Lo jadi babu."

An menatap sinis dua gadis yang menatap mengejek kearahnya.

"Gue ga pemalas kaya kalian."

Sontak dua gadis itu tergelak saat An langsung pergi meninggalkan mereka dengan tatapan kesal. Memang sudah menjadi rutinitas mereka menghina An jika gadis itu akan mengurus acara sekolah seperti ini. An tidak pernah marah, hanya sedikit kesal saja.

╏⁠ ⁠”⁠ ⁠⊚⁠ ͟⁠ʖ⁠ ⁠⊚⁠ ⁠”⁠ ⁠╏

"Jadi untuk perlombaan gimana?"

An menghela nafas, jarinya sibuk menggoyangkan pulpen dengan mata mengarah kearah gadis yang tengah duduk tak tenang sambil terus melihat ponsel ya g terletak di atas meja di sisi kanannya. Duduk di tengah-tengah, memimpin rapat membuat An dapat melihat semua orang dengan jelas saat ini.

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang