"Makan An."
Ze memejamkan mata sebentar, melihat An yang hanya duduk diam sambil menatap keluar jendela.
"An, liat gue."
Tak mendapati tanggapan apapun dari An, Ze memilih untuk berpindah ke hadapan gadis itu. An mendongak menatapnya, barulah bisa Ze lihat tatapan kosong gadis itu. Seperti ia tidak memiliki kehidupan.
"An jangan kaya gini."
Ze mengusap lembut surai panjang gadis itu, namun An tak merespon sedikitpun. Ze tak melihat tatapan kebencian yang An selalu lontarkan padanya beberapa tahun terakhir. Ataupun tatapan kagum yang dulunya selalu gadis itu berikan. Tatapan An padanya saat ini benar-benar kosong, tak memiliki arti apapun.
"An!"
Keduanya menoleh kearah pintu, di mana masuk tiga orang bersamaan. Ze melirik An yang mengedipkan mata beberapa kali melihat kedatangan Vino. Seiring langkah Vino mendekat, Ze juga melangkah mundur. Menjauh dari An, seolah Ze tengah menyerahkan posisinya pada Vino.
"An?" Vino menyentuh wajah An yang terdapat banyak lebam, air mata mengalir di pipi gadis itu. "Sakit banget, ya?"
"Gue nungguin lo."
Vino memejamkan mata mendengar isakan halus yang keluar dari bibir mungil An. Ia dapat merasakan tangan An meremas kuat kemeja bagian dadanya.
"Kenapa lo ga dateng? Gue nungguin lo lama banget, gue panggil lo juga ga dateng. Lo bohong, lo bilang bakal datang kalau gue dalam bahaya. Lo bohong, lo ga dateng."
Perlahan isakan itu berubah menjadi tangis sesenggukan yang mengusik telinga. Ze berbalik menatap wanita yang sangat mirip dengan ayahnya itu, lalu beralih menatap Nala di belakangnya.
"Tante, ayo keluar." Ze merangkul wanita yang kini tampak bingung.
"Iya, dia butuh istirahat." Ze mengangguk menatap ibunda Vino yang merupakan tantenya itu.
"Keluar, Nal."
Nala mengangguk canggung, mengikuti langkah Ze dan dokter yang merawat ibunya dari belakang. Bertepatan saat Ze membuka pintu, tampak Gamma dan Atha yang baru datang ingin masuk ke ruang rawat An.
"Kenapa lo biarin An sendirian?"
"Vino di dalem." Melihat Gamma ingin membuka mulut, Ze kembali berujar, "An baru aja mau ngomong."
Melihat dua orang yang tengah berpelukan itu membuat Gamma mengangguk kecil. Ia melangkah mundur dan duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruangan An. Ze juga duduk di sana dengan dokter Rani yang ia tarik duduk di sebelahnya.
Dokter Rani yang merupakan ibu dari Vino dan tante Ze itu menatap gadis yang kini berdiri di samping Ze. Cukup lama ia melihat anak dari pasiennya itu, lalu beralih menatap pemuda yang sudah ia anggap sebagai putra pertamanya.
Jika benar mereka pacaran, kenapa Nala tampak canggung berada di dekat Ze? Kenapa Ze sangat frustasi dengan keadaan An tadi malam yang sempat memburuk? Kenapa begitu mengetahui An berada di rumah sakit Vino langsung berlari? Dan kenapa An menangis bersama Vino, putra sulungnya? Ia benar-benar tidak mengerti dengan masalah anak muda ini.
"Tante, ayo Ze anterin pulang."
Suara Ze berhasil menariknya kembali dari lamunannya. Dokter cantik itu mengangguk ikut berdiri saat Ze berdiri dan berpamitan pada sosok yang ia tahu sepupu dari An namun hanya di balas deheman.
"Pacar kamu ga diajak pulang juga?"
Ze mengkerut bingung, lalu menatap Nala yang kini tengah ditatap tantenya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS
Teen Fiction"Semua orang di sini tahu, tidak mudah untuk bergabung OSIS di sekolah ini. Bahkan setelah kalian berhasil lolos kalian tetap akan menjalani ujian setiap bulannya." ••• "Curang! Mereka orang yang curang!" "Pembunuh! Kalian pembunuh!" "Orang-orang so...