49. Memories

13 1 0
                                    

"Masih ga mau cerita?"

An membuang muka, tak ingin menatap Satifa yang tengah menatapnya khawatir. Entah kenapa ada banyak kejadian berputar di kepalanya. Aneh, An tidak pernah mengingat kejadian itu sebelumnya. Tapi mendengar apa yang ayahnya katakan setelah kepergian Vino dan Ze tadi membuat sangat banyak memori berputar di kepala An. Dan itu membuat kepalanya terasa sangat berat dan sakit.

"Kak Ze! Aku ga bisa berenang!"

"Gapapa, gue ajarin."

"Tapi nanti ibu marah kalau aku pulang lama."

"Nanti gue yang anterin."

"Kalau gitu kak Ze yang di marahin dong."

"Ga apa-apa."

°°°

"An! Hati-hati turunnya! Lo bisa jatuh!"

"Engga kak! Aku udah bisa manjat! Kan kakak yang ajarin!"

Brukk

"Aduhh! Kak Ze tolongin!"

Ze langsung berlari menghampiri An yang tersungkur saat melompat turun dari atas pohon mangga.

"Udah gue bilang hati-hati, An."

"Sakit kak."

"Iya, ayo gue obatin dulu."

°°°

"Kak, kata ayah kita ga boleh temenan lagi."

"Kenapa?"

"Ga tau. Tapi ibu bilang, orang miskin kaya ga bisa temenan sama orang kaya."

"Yaudah, kalau gitu ntar gue jadi orang miskin aja."

"Kak Ze!"

"Apa lagi?"

"Ayah beneran ga bolehin aku temenan sama kak Ze loh!"

Ze tersenyum tipis menatap An yang juga tengah menatapnya. Mata bulat itu tampak lucu saat tengah berkaca-kaca seperti itu.

"Ayah ga izinin aku ketemu kak Ze lagi."

"Nanti kita ketemunya diem-diem sepulang gue sekolah. Oke?"

"Kalau ketahuan ayah?"

"Ga akan ketahuan."

°°°

"Woy! Anji*g!"

"Widihh, An punya temen woy ternyata. Gue kira ga ada yang mau temenan sama anak pembawa sial kaya dia selain si Anna sama Yumna anak kelas sebelah itu."

Ze menatap anak-anak yang masih mengenakan seragam merah putih itu nyalang.

"Pergi dari sini sebelum gue pukuli kalian."

"Wih takut banget."

"Dia anak SMP woy! Dia kira kita-kita bakal takut sama dia!"

Gelak tawa terdengar dari beberapa anak cowok di sana berseragam merah putih. Ze yang dongkol memukul salah satu dari mereka hingga anak itu mimisan dan berteriak kesakitan. Tentu saja hal itu membuat anak-anak yang lain pergi, memilih membawa teman mereka untuk segera pulang.

"Di apain sama mereka?" Tanya Ze dingin pada An yang masih duduk di tanah sambil menangis.

"Gue udah bilang buat lawan mereka kalau Lo di bully."

OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang