Seperti dugaan Jane semalam, Lidya benar-benar mengalami demam di saat jam 01.00 pagi. Dengan sigap, Jane memberikan obat serta bye bye fever untuk meredakan panas badan yang ada di Lidya. Si bungsu jika sakit memang terkadang rewel dan manja tapi jika ia sakit karena dirinya sendiri, biasanya ia akan menutupinya agar keluarganya tidak mengomel. Ia tahu kalau badannya dari semalam sudah tidak enak tapi ia memilih diam sampai Jane merasa ada pergerakkan aneh dari tidur Lidya dan setelah dicheck teryata Lidya mengalami demam.
Untungnya, Jane memberikan pertolongan pertama agar Lidya tidak mengalami demam yang berlarut namun, pileknya memang masih bertahan sampai pagi. Awalnya Lidya sudah ingin sarapan bersama keluarganya, namun dilaran Jane karena wajah Lidya yang pucat dan badannya masih lemas, jadi Jane memutuskan untuk Lidya sarapan di kamar.
Jane membawakan bubur serta susu untuk Lidya sarapan
"Adek bangun sebentar yuk, duduk. Kita makan dulu" ucap Jane sambil meletakkan makanan Lidya di meja samping tempat tidur
"Iya kak" Lidya langsung mendudukkan dirinya dan menerima suapan bubur dari Jane satu per satu
"Masih pusing?" tanya Jane
"Sedikit, hidungnya aja yang meler terus" Lidya mengambil tissue untuk mengelap hidungnya yang sedaritadi sudah meler
"Habis ini langsung minum obat dan istirahat ya. Kamu harus sehat soalnya 2 hari lagi kamu jadi photographer aku" Jane mengingatkan Lidya untuk menjadi photographer dirinya dengan CK
"Okay ka, tenang aja. Udah adek siapin kok" balas Lidya
Di saat Lidya dan Jane sedang mengobrol sambil makan, pintu kamar Jane terbuka tiba-tiba
"Si bocil masih demam Jane" tanya Jian sambil menaruhkan tangannya di kepala Lidya
"Engga kak, ini demamnya udah turun cuman pileknya aja" jawab Jane
"Makanya jangan main hujan cill, batu banget jadi orang" Jian langsung mendudukkan dirinya di sebelah Lidya
"Adek kan batu karena ngikut kak Jian, wleee" Lidya masih mempunyai tenaga untuk berantem dengan kakaknya yang sulung
"Haish, kalau gitu mah kemarin kameranya langsung dibuang aja Jane biar jera nih anak" Jian langsung mengompori adiknya yang kedua
"Yang itu nanti aja setelah dia jadi photgrapher aku" Jane langsung tertawa dengan jawabannya sendiri
"Adekk udah sembuh?" tiba-tiba Rachel bergabung dengan obrolan adik dan kakaknya
"Tinggal pileknya aja kok ka" jawab Lidya dengan senyuman manisnya
"Kalo sama Rachel aja senyumnya begitu" timpal Jian
"Kakak kalo mau adek senyumin kayak gitu. Ya jangan suka iseng!" Lidya mengeluarkan kekesalannya karena selalu dijahili si sulung
"Oh ya gapapa, kan aku emang sukanya ngeliat kamu nangis dibanding senyum" Jian langsung mencubit pipi adiknya sampai kemerahan dan membuat Lidya teriak
"Kakkk Jiaann sakiitttttt" Lidya sudah melengkungkan bibirnya
"Kak Jian, Lidyanya masih sakit lho. Diisengin muluk dah" bela Jane yang melihat pipi adiknya sudah merah
"Maafin kakak ya adekk" Jian langsung mencium pipi Lidya dan secara cepat Lidya memberi pukulan di kepala Jian dengan guling
"Adek gasuka dicium sama kak Jian, wlee" balsa Lidya yang membuat Rachel dan Jane tertawa
Setelah Lidya menyelesaikan makanannya, mereka pun memutuskan untuk pergi ke kantor dan membiarkan Lidya di kamar Jane sementara waktu. Sekarang ini memang ketiga kakak serta kedua orang tuanya sudah mulai luluh dengan soiat penurut Lidya. Jadi, Lidya tidak terlalu dikekang namun masih diberi batasan tidak boleh keluar kamar. Enaknya Lidya bisa tidur di kamar Jane adalah ia bisa melihat taman dari jendela kamar bahkan bisa langsung ke arah taman karena Jane sangat suka menghabiskan dirinya di taman untuk mendapatkan ide.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection (?)
Teen FictionMenunjukkan rasa kasih sayang bisa dengan berbeda-beda cara ada yang menunjukkan secara langsung ataupun tidak langsung. Awalnya Lidya sangat menerima aturan-aturan dari kakaknya yang terkadang menurutnya berlebihan tapi karena semua berdasarkan den...