Part 57 - Tinggal Sendiri

701 79 0
                                    


Lidya sampai saat ini semakin posesif dengan Jane, hanya Jane yang bisa dekat dengan Lidya. Dari bangun tidur sampai tidur terlelap pun, Jane harus ada di samping Lidya. Jika Jane tidak di samping Lidya maka mood si bungsu akan hancur seketika. Seperti saat ini, Lidya sudah membuka mata namun tidak melihat kakak keduanya, hanya ada sang mama dan si sulung yang berada di sofa. Jian yang sadar adiknya sudah bangun pun langsung menyapa

"Selamat pagi adiknyaa kakak" Jian tetap memberikan ucapan selamat pagio setiap harinya walaupun sang adik tidak menjawab. Jian melihat sang adik hanya mengernyitkan dahi sambil membuang muka karena tidak melihat Jane yang seharusnya ada di sisi sebelah kirinya

"Adek nyari kak Jane ya? Kak Jane lagi beli sarapan sama Kak Rachel, sabar ya" Jian hanya bisa berkata lembut ke adiknya yang saat ini masih mempertahankan wajah marahnya

"Kakak telfon kak Jane ya biar langsung ke sini" Jian sudah ingin menelfon Jane karna tidak tega melihat wajah adiknya yang sudah kesal. Di saat ia ingin menelfon, tiba-tiba pintu ruangan terbuka

"Ceklekkk"

"Adek udah bangun?" Jane langsung menghampiri Lidya yang tidak menjawab pertanyaan Jane.

Jian langsung memberi kode terhadap Jane dan menggunakan isyarat mulut untuk mengatakan kalau adiknya sedang marah. Jane paham kesalahannya kali ini yang tidak berada di sisi Lidya saat membuka mata.

"Adek, maafin kakak. Tadi kakak sama Kak Rachel keluar dulu untuk beli sarapan. Sekalian kayak beliin sarapan buat kamu, kalau misalkan kamu bosan sama sarapan rumah sakit, kamu bisa makan roti kesukaan kamu" Jane menjeleskan kenapa ia tidak ada di sebelah Lidya saat ia membuka mata namun wajah adiknya tetap masih marah dan tidak menatap kakaknya sama sekali

"Tadi mama sama kak Jian mau beli sarapan tapi kakak lihat kalau mama masih capek dan kak Jian harus siap-siap untuk meeting. Jadi, kakak sama Kak Rachel inisiatif untuk yang beli sarapan" Jane tidak menyerah untuk menjelaskan.

Melihat sang adik yang tetap memasang wajah marah dan mengarahkan wajahnya ke jendela membuat Jane bingung harus berbuat apa. Akhirnya Jane mengambil tangan Lidya dan mengaitkannya ke ujung baju Jane seperti yang Lidya biasa lakukan agar kakaknya tetap di sampingnya.

"Sekarang kakak udah di sini, kakak kedepannya akan nungguin adek bangun dan harus izin adek kalau kemana-mana. Jangan marah lagi ya, ini ada roti kesukaan adek" Rachel membukakan roti coklat yang sudah mereka beli dan memberikannya ke Jane.

Jane dengan perlahan mengarahkan rotinya ke depan mulut Lidya dan tidak disangka, Lidya menyambut rotinya dengan baik dan memakannya dengan lahap sampai Jane tersenyum lebar

"Chel, tolong bikin susu buat adek dong di gelas" Rachel langsung sigap membuatkan susu untuk si bungsu dan memberikannya ke Jane

"Ayok diminum" Lidya meminum susunya dengan sedikit berantakkan dan Jane selalu membersihkan mulut serta lehernya agar tidak lengket

"Makasih" Jawab Lidya dengan singkat sambil memegang ujung baju Jane dengan erat.

"Ceklekk"

Seisi ruangan langsung menengok ke arah pintu karena kemungkinan doikter atau suster yang datang untuk memeriksa Lidya namun ternyata bukan dokter yang datang melainkan Opa Frank serta Papa Reynand. Jane yang melihat Opa Frank pun langsung membulatkan matanya, karena ia tahu kalau ini akan membuat trauma si bungsu kembali datang.

"Opa kok di sini?" Tanya Jian dengan nada yang sedikit bingung

"Ya mau jenguk cucu Opa lah" jawab Opa Frank

Opa Frank sudah mendekat ke arah Lidya dan Jane memegang Tangan Lidya karena badan Lidya sudah bergetar serta memegang ujung baju Jane dengan erat.

"Opa jangan deket deket dulu, Lidya masih trauma" Jane langsung memberi penjelasan kepada Opanya agar Opanya mengerti

Affection (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang