"Emil, Bangun. Jam udah berakhir."
Emilio masih Menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangannya melenguh ketika Bahunya di tunjuk tunjuk oleh telunjuk seseorang.
Merubah posisinya, dengan memiringkan kepalanya, dengan melihat ke arah Pria yang membangunkannya dengan mata yang masih kabur.
Ia masih setengah sadar.
Melihat Alby yang membangunkannya, ia kembali menutup matanya.
"Emil."
"Ughhh, Nanti."
Alby diam, melihat Emilio yang masih ingin tidur membuat ia menghela nafas.
Menarik meja yang ada di samping meja Lio, lalu menarik Kursinya, merapatkannya ke meja pria itu.
Meletakkan tasnya di lantai, lalu menduduki tubuhnya di kursi samping Emilio.
Melihat wajah Emilio yang masih terlelap, mata yang masih tertutup, hidung mancung dengan bibir tipisnya, terkadang mengerinyitkan keningnya, sedikit mengelus kening itu, Emilio kembali tenang. tak berniat ingin mengalihkan pandangannya dari wajah pria itu di depannya.
Sedikit lelah, Alby pun ikut merebahkan kepalanya di meja, memiringkan kepalanya melihat ke arah wajah Emilio.
Memainkan rambut Emilio yang sedikit menutupi keningnya.
"Akhir akhir ini, Lo bikin gue kacau ya mil"
Diam sembari masih menatap wajah pria cantik itu di depannya.
"Bagaimana pun aura dominan Lo yang keluar. Tapi saat tidur, Lo masih lucu. Masih nggak ada pertahanan saat Lo tidur."
"Akhir akhir ini, kita tidak melakukan apa apa ya, sehingga aura Lo kembali keluar menarik perhatian banyak orang untuk mendekati lo."
"Aura Lo bikin gue iri, makanya gue nggak akan pernah mau berada di bawah Lo."
Dia diam sebentar, memandang lama wajah pria itu, sembari mengusap ngusap Pipi Emilio dengan jarinya.
"Sekarang, Lo berubah. Baik sikap maupun fisik, bahkan pipi Lo udah mulai tirus. Dan akhir akhir ini Lo nggak banyak ngemil juga ya,"
"Mau gue bilang perubahan Lo nggak? Emilio yang dulu, dunianya hanya gue. Di mata Lo hanya terfokus ke gue. Semesta Lo, ya gue. Sekarang apa? Lo udah melihat semesta yang lain, semesta Lo udah menjadi lingkup yang luas. Hal itu bikin gue kembali takut."
"Kapan semesta Lo kembali ke gue lagi mil?."
"Gue cinta sama Lo, tapi gue juga mencintai Jenni. Gue bingung, Niat hati ingin melepas Lo. Tapi, ketika Lo mutusin gue waktu itu, dunia gue serasa gelap. Fikiran Gue kacau saat itu. Di situ gue berfikir. gue benar benar nggak bisa buat ngelepasin Lo, dan akhirnya gue malah nyakitin Lo ya?."
Tangannya turun, ia mengusap bibir Emilio dengan jempolnya.
"Jenni atau Lo, gue nggak bisa milih salah satu. Jenni pilihan orang tua gue. Kalau Lo, pilihan gue."
"Dan pada diri Jenni, ada kesamaan di dirinya sama Lo, sehingga akhirnya gue juga jadi jatuh cinta sama dia."
Memegang tangan Emilio lembut, rasa kantuk mulai menyerangnya, ia menutup matanya, dan berangsur angsur terlelap.
"Gue harap Lo bisa maafin gue ya mil, Dan jangan tinggalin gue, gue sayang sama Lo."
Deru nafas yang sudah mulai teratur, Emilio mulai berangsur membuka matanya, dia yang tadinya tau bahwa Alby membangunkannya, niat hati ingin kembali lanjut tidur, supaya Alby pergi.
Eh dia malah mendengar curahan hati pria itu.
"Sepertinya Lo telat Al, Emil yang Lo kenal udah mati duluan sebelum Lo ungkap kebenaran ini, dan gue nggak tahu mau merespon Lo gimana, dan gue hanya bisa melakukan satu tindakan atas kebingungan Lo itu, Lo akan milih Gue atau Jenni."
"Gue nggak akan selembek Emil, yang akan meminta Lo memberi jawabannya, tapi.."
Menegakkan tubuhnya ia Melihat tangannya yang di pegang Alby, ia pun memainkan Rambut Alby.
"Gue akan maksa Lo, Buat berlari ke arah Gue, bukan suatu pilihan, tapi keharusan, hanya Gue. Dan akan gue buat Lo berfikir, hanya gue yang mencintai Lo, eh bukan Gue. Tapi, Emilio nya Lo."
Alby dalam tidurnya mengerutkan keningnya, hal itu membuat Emilio tersenyum, mengelus kening pria itu dengan jempolnya, dan Alby kembali tenang.
Emilio berdiri, melepaskan pegangan tangan Alby pada tangannya, ia pun mulai meregangkan ototnya.
Melihat arloji di lengannya, ia pun mendesah pelan.
"Sepertinya, gue akan ambil libur kerja lagi." Menghela nafas, ia pun menatap Alby. "Lo akan bayar kerugiannya kan Al?."
Mendorong kursinya sedikit kebelakang, ia pun meletakkan kedua tangan Alby ke atas bahunya, lalu dia meletakkan kedua tangannya di antara kedua ketiak Alby.
Menghitung dalam hati, dengan sekali angkat, Alby pun langsung nempluk ala koala di tubuh bagian depannya.
Alby sedikit melenguh, terganggu akan tidur nya, menepuk nepuk pantat pria itu, ntah sadar atau tidak, pria itu memeluk Emilio erat, dan ia kembali tenang, melanjutkan tidurnya.
Emilio tersenyum, sedikit memiringkan baju sebelah kanan Alby, sehingga terekspos lah bahu dengan tahi lalat kecil di sana, lalu setelah itu, Emilio pun mengecup bahu pria itu.
Katanya, kecupan di bahu adalah tanda kepemilikan.. maka dari itu, Ini Alby, pria ini MILIKNYA.
Menentang tas Alby dan tas Nya di tangan kirinya, dan tangan kanannya yang menopang tubuh Alby supaya tidak meluncur.
Ia pun mulai berjalan keluar.
•√
Miaw miaw miaw.
"Hai kita ketemu lagi."
Rain mendongak, menatap pria yang sedikit Tinggi darinya sedang berdiri di depannya.
"Iya."
Ikut berjongkok di depan Rain, Ferga pun mengelus ngelus bulu kucing di hadapannya itu.
"Kamu belum pulang?."Rain menggeleng."Hujan hilang lagi, jadi harus di cari dulu buat di kasih makan."
Ferga mengangguk sembari bergumam. "Hujan, jangan bikin mommy mu khawatir lagi ya, jangan hilang hilang Mulu."
Rain menatap Ferga, "siapa Mommynya?."
Ferga mengedikkan bahunya, lalu merubah posisi jongkok ya lebih bertatap muka dengan Rain ia tersenyum.
"Kamu?."Rain diam, sedikit kaget akan apa yang di lakukan Ferga padanya tadi, lalu memiringkan sedikit tubuhnya untuk mengelus bulu Hujan lagi.
Ferga Terkekeh singkat." Aku ada kabar baik buat kamu."
Tanpa mengalihkan pandangannya kearah Ferga, Rain bergumam.
"Hari Minggu. Lio ada waktu hari Minggu untuk Makan bareng kita."
Rain mendongak, menatap Ferga dengan pandangan berbinar, membuat hati Ferga sedikit sakit.
"Beneran?."
Ferga dengan senyum canggungnya mengangguk.
Tampak senyum Rain melebar, ia sampai sangat bahagia mendengar kabar itu, Ferga yang melihatnya juga sedikit meringis, bahwa mungkin saja. setelah kebahagian ini Rain akan Merasakan sesuatu yang lebih sakit.
Anggap saja, Hujan sebelum badai.
"Bisa?."
Rain mengangguk antusias."bisa." Ia berdiri sembari menggendong hujan di gendongannya dengan senang.
"Kalau gitu aku pamit dulu."Rain pun mulai pergi meninggalkan Ferga yang menatap punggung pria itu nanar.
Bangkit dari duduknya, ia pun bergumam.
"Nggak ada gue kah?."TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
[BXB] TRANSMIGRASI DOMINANT [END]
Teen FictionBagaimana jadinya kalau seorang pihak atas tiba tiba bertransmigrasi kepada tubuh yang biasanya menjadi pihak bawah. Dia Eliot Fransisco, Seme top markotop, yang sangat Ahli dalam ranjang, Tubuh profesional yang maskulin, perut kotak kotak yang sa...