🍂 Part 04 🍂

732 69 0
                                    

🍂🍂🍂

Ezlyn mengendap ke luar dari kamar mandi menuju ke dapur. Gadis itu mengambil tongkat besi pembakaran yang panjang dan runcing. Pandangannya diedarkan ke sekeliling ruangan.

"Ke mana dia pergi?" batin Ezlyn. Ia memasuki ruang tengah. Angin berembus melalui kaca jendela yang pecah karena perbuatan Morris.

Tanpa disadari oleh Ezlyn, Morris berdiri di belakangnya. Daun telinga wanita tua itu bergerak-gerak dan mendeteksi keberadaan Ezlyn.

Merasakan kehadiran seseorang di belakang, sontak Ezlyn berbalik. Morris menerjangnya. Wanita tua itu menggeram di depan wajah Ezlyn yang ditindihnya. Mulut Morris terbuka lebar dan siap menggigit wajah gadis itu.

Ezlyn tidak bisa menggerakkan tangannya yang memegang tongkat besi karena diinjak oleh Morris.

Tiba-tiba seseorang muncul dari kegelapan dan menyergap Morris. Keduanya berguling-guling di lantai.

Berkat orang itu, Ezlyn berhasil lolos. Ia bangkit dan melihat Morris sedang bergulat dengan seorang pria yang ternyata adalah Edgar.

Dengan menggunakan kedua tangan, Edgar menekan kepala dan dagu Morris agar mulutnya tak terbuka. Cairan hitam menetes ke leher Edgar dari sudut mulut Morris yang robek.

Ezlyn melemparkan tongkat besi pembakaran yang langsung melesat, menancap ke kepala Morris hingga terlepas dari badannya dan menggelinding di lantai.

Edgar menoleh ke arah Ezlyn yang bergegas mengambil korek api, lalu membakar tubuh dan kepala Morris. Cairan hitam di tubuh Morris yang sudah menjadi zombie itu membuat api lebih cepat menyebar.

Setelah yakin terbakar, Ezlyn mendorong tubuh dan kepala Morris menggunakan tongkat pel, lalu membuangnya lewat jendela yang pecah.

Ezlyn melihat ke arah Edgar yang berdiri mematung. "Bantu aku mendorong lemari ini." Ia menunjuk lemari besar di samping jendela.

Meski ada banyak pertanyaan yang berputar di dalam kepalanya, Edgar menuruti perkataan Ezlyn dan membantunya mendorong lemari untuk menutupi lubang besar pada kaca yang dipecahkan oleh Morris.

Perhatian Ezlyn tertuju pada leher dan dada Edgar yang sedikit terbuka dengan cairan hitam yang mengotorinya.

Ezlyn mengambil vas berisi tanaman hidup dan berair. Tanpa mengatakan apa pun, ia menyiram Edgar.

"Apa yang kau lakukan?" gerutu Edgar. Ia melihat pakaiannya yang basah.

"Bersihkan dirimu. Kau tidak ingin terinfeksi oleh cairan zombie itu, kan?" jawab Ezlyn.

Edgar pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri mengingat situasi saat ini di mana semua orang tiba-tiba menjadi zombie. Dan Edgar tidak ingin menjadi salah satunya.

Ezlyn pergi ke kamar mandi dapur. "Alden? Kau baik-baik saja?" panggilnya.

Kepala Alden muncul dari lubang plafon. Ia merentangkan kedua tangan. Ezlyn mengeluarkan Alden dari dalam plafon.

"Kak Ezlyn baik-baik saja?" tanya Alden.

Ezlyn mengangguk. "Aku baik-baik saja."

Edgar telah selesai membersihkan diri di kamar mandi lain. Ia pun mendatangi dapur dan mendapati Ezlyn sedang berbicara dengan Alden.

"Ngomong-ngomong, kau siapa dan kenapa bisa berada di rumahku?" tanya Edgar.

"Aku dikejar zombie dan melihat pintu belakang rumahmu terbuka, lalu aku masuk. Aku menemukan anak ini sendirian di dalam rumah. Dan aku merasa senang karena dia sama sekali tidak terinfeksi oleh virus zombie. Setidaknya ada manusia lain di tempat ini.

Aku tidak punya pilihan lain selain menyelinap masuk. Terserah kau mau melaporkanku pada polisi atau tidak (karena memasuki rumah orang tanpa izin), tapi aku berada di situasi yang sulit," jelas Ezlyn.

Alden mengguncangkan tangan Edgar. "Kakak, jangan melaporkan Kak Ezlyn pada polisi. Dia telah menolongku," ucapnya.

Terdengar suara gedoran pada pintu belakang. Lama-lama gedoran itu semakin keras dan lebih sering menandakan ada lebih banyak zombie di luar.

Edgar segera menggeser lemari es dan mesin cuci untuk diletakkan di depan pintu agar tidak ada zombie yang masuk.

Setelah memastikan tidak ada lubang di lantai bawah, Mereka bertiga naik ke lantai dua dan naik lagi ke loteng (ruangan di bagian atap). Di loteng rumah itu ada jendela yang cukup lebar berbentuk segitiga, menyesuaikan dengan bentuk atap.

Edgar, Ezlyn, dan Alden melihat para zombie yang berkeliaran di luar sana. Jumlahnya sangat banyak. Tidak hanya zombie manusia, tapi juga zombie hewan.

"Semua warga telah menjadi zombie," gumam Alden.

Kurang dari satu jam, Distrik 05 sudah berubah menjadi area kekuasaan zombie yang entah dari mana munculnya dan bagaimana awalnya bisa terjadi fenomena mengerikan itu.

"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya di sekitar sini. Kau berasal dari mana?" Edgar menatap Ezlyn dengan penuh tanya.

"Namaku Ezlyn, aku berasal dari Distrik 07." Gadis itu menatap kosong ke depan sana.

"Kau berlari berkilo-kilo meter dari Distrik 07 sampai ke Distrik 05?" tanya Edgar.

Ezlyn menggeleng. "Tidak selalu berlari. Saat ada mobil yang lewat, aku menumpang. Ada yang bersedia membawaku, ada juga yang menolak membawaku karena mengira jika aku telah terinfeksi," ucapnya sembari melihat kedua tangannya yang sudah dibersihkan dan lukanya diobati. Ia juga sudah berganti pakaian dengan pakaian seadanya yang Edgar miliki.

"Aku ingin ke luar dari Distrik 07 yang benar-benar menakutkan. Aku pergi ke Distrik 06, tapi situasinya tidak jauh berbeda," sambung Ezlyn.

Edgar mendengarkan.

Ezlyn melanjutkan, "Jadi, aku datang ke Distrik 05."

"Apakah virus zombie sudah menyebar ke seluruh distrik di negara ini?" gumam Edgar sembari melihat kembali ke jendela.

"Aku tidak tahu. Namun, yang pasti aku sudah tidak menemukan orang di Distrik 07, semuanya sudah menjadi zombie," ujar Ezlyn.

Perhatian keduanya teralihkan pada Alden yang tertidur dan mengigau kecil.

Edgar mengambil selimut dan kasur lipat dari dalam lemari kecil di loteng. Ia menggelarnya ke lantai, lalu menidurkan Alden dan menyelimutinya.

"Apakah kau tidak keberatan jika aku ikut bernaung di sini untuk sementara waktu sampai situasinya memungkinkan?" tanya Ezlyn setengah memohon.

"Kau boleh tinggal. Terima kasih sudah menolong adikku," tutur Edgar.

"Terima kasih banyak," ucap Ezlyn.

Edgar mengambil ponsel untuk menghubungi polisi atau 911. Namun, tidak tersambung, entah apa penyebabnya. Padahal sinyalnya sangat bagus.

Edgar mengirimkan pesan pada nomor orang yang ia kenal di kontaknya, seseorang bernama Danny.

Tanpa diduga, Danny membalas pesan dari Edgar.

Danny : Sial, ada banyak mayat hidup di depan rumah. Tetanggaku dan anak-anak mereka menjadi korban. Aku hanya bisa mengurung diri di dalam kamar lantai dua sendirian.

Tidak hanya pesan teks, Danny juga mengirimkan foto selfie dirinya pada Edgar.

Edgar : Bertahanlah. Mereka sangat cepat dan menakutkan. Lebih baik tetap berada di dalam rumah.

Danny : Teman kita yang bekerja di shift malam tidak bisa dihubungi. Aku hanya berharap agar mereka baik-baik saja.

Edgar membuang napas kasar. Ia melihat ke arah Ezlyn yang juga sudah tertidur di depan jendela.

🍂🍂🍂

Karya asli Ucu Irna Marhamah
21.28 | 14 Februari 2019

DISTRIK 05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang