🍂 Part 16 🍂

503 44 9
                                    

🍂🍂🍂

Pepohonan di tengah hutan berguncang, disusul dengan riuh burung-burung yang berterbangan membelah kesunyian malam itu.

Ezlyn berlari menyusuri jalanan sepi. Pakaiannya tampak kotor berlumur lumpur.

Dengan napas terengah-engah dan keringat yang membanjiri tubuh kotornya, Ezlyn tampak kepayahan. Ia berhenti di bawah tugu perbatasan antar distrik. Di tugu tersebut tertulis Distrik 05. Ia menghela napas lega karena telah sampai di tempat tujuannya, berharap ada seseorang yang bisa dimintai pertolongan.

Ezlyn menyandarkan punggung ke tugu sembari mengatur napas yang tak beraturan. Tangannya yang kotor dan memiliki beberapa luka tampak gemetar hebat.

Angin berembus membuat dedaunan melambai-lambai. Sebagian daun, terutama daun yang sudah tua, terlepas dari ranting dan berjatuhan ke tanah.

Samar-samar, terdengar suara geraman yang bersahutan dari kejauhan. Gadis itu tampak panik. Ia pun segera berlari memasuki Distrik 05.

Ezlyn melihat kondisi Distrik 05 tak ada bedanya dengan Distrik 07 dan 06. Zombie berkeliaran di mana-mana. Ia hanya bisa mengendap-endap untuk mencari tempat perlindungan.

Perhatiannya tertuju pada sebuah rumah yang pintu belakangnya terbuka. Bahkan, lampu di dalam ruangannya masih menyala. Ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam.

Kunci pintu menggantung di dalam. Ezlyn menguncinya. Ia mengambil tongkat pel di depan pintu kamar mandi untuk berjaga-jaga.

Terdengar suara gedoran dari pintu depan yang membuat Ezlyn terperanjat kaget. Gadis itu pun mengendap untuk memeriksa.

Terlihat bocah laki-laki yang sedang berdiri di depan pintu dan bersiap membukanya.

Ezlyn yakin jika anak laki-laki itu tidak terinfeksi virus zombie. Ia pun segera menghentikan si bocah agar tak membuka pintu dan membekap mulutnya.

Karena panik dan ketakutan, si bocah meronta-ronta.

Ezlyn berbisik ke telinga bocah itu yang tak lain adalah Alden, "Jangan dibuka."

Keduanya pun memutuskan untuk bersembunyi di bawah tangga. Mereka membicarakan situasi yang terjadi dengan berbisik-bisik.

Alden menunduk dalam. Tiba-tiba rambut pirangnya memanjang. Ezlyn beringsut mundur karena ketakutan.

Alden mendongak menatap Ezlyn dengan mata yang sudah tertutup selaput. Tidak, itu bukan Alden, tetapi zombie bocah perempuan yang pernah menggigit bahu Ezlyn.

Ezlyn bergerak untuk pergi, tetapi tubuhnya seolah membeku dan tak bisa digerakkan.

Si bocah zombie melompat pada Ezlyn dan mengigit di tempat yang sama.

🍂 Flashback Off 🍂

Ezlyn berteriak sembari memukuli bocah itu. Namun, ia tersentak bangun dengan napas terengah-engah dan keringat dingin yang menetes dari sekujur tubuhnya. Ezlyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Di dalam super market, terlihat semua orang yang tertidur pada malam itu.

Rupanya barusan adalah kejadian yang pernah dialami Ezlyn sebelum sampai di Distrik 05. Dan yang terakhir adalah mimpi buruk. Gadis itu membuang napas kasar. Ia kembali merebahkan tubuhnya di atas kain alas. Ezlyn menatap langit-langit ruangan sembari menyentuh bahunya.

Sementara itu, di tempat lain. Edgar, Danny, Sean, Devon, dan James (Polisi) sedang berada di dalam mobil. Mereka berniat memeriksa kondisi di distrik lain, sekalian mencari bantuan.

"Menampung semua orang di super market adalah ide bagus," ucap Edgar yang menyetir.

Danny menyahut, "Ya, itu adalah ide Pak Polisi."

James mengangguk. "Tidak ada tempat yang lebih aman selain super market itu. Bahkan, gedung pemerintah distrik pun diserang zombie."

"Bagaimana dengan rekanmu sesama polisi?" tanya Edgar.

"Saat virus zombie menyebar dan zombie mulai berkeliaran, kami semua ditugaskan oleh atasan untuk berpencar mengamankan orang-orang dari setiap kompleks di Distrik 05. Jadi, kami semua terpisah. Walkie-talkie yang aku pakai tak dapat terhubung dengan mereka. Sekarang aku tidak tahu bagaimana kondisi mereka," jawab James.

Mobil yang mereka tumpangi melewati bangunan apartemen yang sepi di Kompleks J yang masih berada di wilayah Distrik 05. Kompleks J adalah kompleks terakhir yang berbatasan langsung dengan Distrik 04.

Tak ada zombie satu pun di sana. Di salah satu balkon apartemen, mereka melihat ada bendera hitam bertuliskan SOS dari cat semprot warna putih.

"Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan di unit rumah itu," ucap Devon.

Edgar menghentikan mobilnya di pelataran gedung. Ketika mereka ke luar dari mobil, sebuah drone terbang menghampiri mereka.

"Halo, apakah kalian tim penyelamat?" suara dari drone tersebut. Rupanya ada ponsel yang diselipkan pada drone. Ponsel tersebut sedang melakukan panggilan video.

"Bukan, tapi kami berniat menolongmu jika kau membutuhkan pertolongan," jawab Sean.

"Aku berada di unit rumah yang kupasangi bendera SOS. Selama berhari-hari aku terjebak di sini sendirian. Stok makanan mulai menipis. Para zombie berkeliaran di lantai unitku," ucap laki-laki di seberang sana.

"Kami akan membantumu," sahut Danny.

"Tidak, jangan gegabah. Mereka berkeliaran di dalam gedung. Bagaimana jika kalian membantuku ke luar lewat jendela saja?" ucap pemilik drone.

Edgar mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Apakah kau punya tali?" tanyanya kemudian.

"Ya, aku punya tali. Kalian hanya perlu menangkapku," sahut laki-laki itu.

"Mungkin akan berbahaya. Kau berada di lantai 9. Kau harus berhati-hati saat turun," kata James.

"Aku akan berhati-hati."

"Siapa namamu?" tanya Devon.

"Eric," jawab laki-laki berambut cokelat gelap itu sembari berjalan menuju ke balkon. Tampaknya ia masih remaja. Eric melambaikan tangan yang langsung dibalas oleh para pria di bawah.

Remaja laki-laki itu mengendalikan drone agar berhenti dan hinggap di atas mobil Danny. Eric memasukkan barang-barangnya ke dalam tas ransel yang cukup besar, lalu ia menentengnya.

Eric mengikatkan tali ke tiang beton balkon. Setelah yakin talinya terikat kuat, ia pun memakai sarung tangan tebal dan mulai turun dengan berpegangan pada tali.

Devon dan James mengawasi sekeliling dengan menenteng pistol dan senapan mereka untuk berjaga-jaga apabila ada zombie yang tiba-tiba menyerang.

Eric telah sampai di tengah-tengah tali. Namun, ia berhenti bergerak karena merasa pegal. Eric melihat dua zombie di unit rumah lantai 6 yang sedang berkeliaran. Mereka mengendus-endus saat mencium bau manusia.

"Ada zombie di dalam unit rumah depanku. Mereka sedang menuju ke balkon sekarang," bisik Eric pelan pada ponselnya yang diletakkan di bagian dalam saku jaketnya. Rupanya panggilan video dengan ponsel satunya di drone masih terhubung.

Devon naik ke atap mobil dan bersiap dengan senapannya. "Tetap bertahan. Bergeraklah secara perlahan," ucapnya.

Eric kembali bergerak turun dengan susah payah sembari meringis.

Kedua zombie telah menyadari keberadaan Eric. Mereka pun ke luar dari balkon untuk memangsanya. Namun, Devon dengan cepat menembaki mereka tanpa suara sedikit pun karena ia memakai silencer.

Eric bisa lebih tenang dan melanjutkan perjalanan tali dengan hati-hati. Keringat dingin menetes dari dahinya.

Tali yang menjuntai lewat pagar balkon terkikis dan mulai menipis. Tak ada yang menyadari itu.

"Sedikit lagi," ucap Danny.

Tali yang terkikis pun akhirnya putus. Tubuh Eric tertarik oleh gravitasi bumi. Sebelum jatuh ke tanah, Sean langsung menangkap tubuhnya.

Edgar dan Danny menghela napas lega.

🍂🍂🍂

Karya asli Ucu Irna Marhamah
21.28 | 14 Februari 2019

DISTRIK 05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang