🍂 Part 31 🍂

428 36 0
                                    

🍂🍂🍂

Kepala Sherin tertunduk dalam dengan rambut basah yang menutupi wajahnya. 

"Aku tak pernah menyukaimu, aku tak pernah menyukai kalian." Sherin mendongak menatap mereka bertiga dengan kedua bola mata yang menghitam. Tak hanya itu. Terdapat lubang-lubang kecil di kedua pipi Sherin. 

Cairan hitam menetes dari sudut mulutnya yang perlahan terbuka. Terlihat bagian dalam mulutnya juga berwarna hitam. 

Jessica berteriak ketakutan, begitu pula dengan Tony dan Raphael. Mereka bertiga berlari terbirit-birit hingga akhirnya terpisah. 

Jessica yang membawa ponselnya beruntung bisa melihat jalan yang ia lewati dengan senter di ponsel. Wanita itu berhenti berlari saat merasa sudah aman dan jauh dari Sherin. Ia berjalan terhuyung di lorong karena sudah lelah. 

Langkah Jessica terhenti ketika mendengar suara geraman zombie di depan sana. Ia pun segera bersembunyi ke ruangan di sampingnya. Dimatikan senter pada ponselnya karena zombie-zombie itu bisa melihat. 

Setelah para zombie itu pergi, Jessica menghela napas lega. Ia pun menghidupkan kembali senter pada ponselnya. Namun, wajah menakutkan Sherin muncul di hadapannya membuat Jessica berteriak ketakutan. 

Sherin mengangkat tangannya yang memiliki kuku-kuku hitam yang runcing dan selaput yang menghubungkan celah pada setiap jemarinya. Ia mencakar dada Jessica hingga meninggalkan luka yang menganga. 

Jessica berteriak kesakitan. 

Sherin menyumpal mulut Jessica dengan kepalan tangannya yang dimasukkan ke dalam mulut wanita itu. Sudut mulut Jessica perlahan robek dan mengeluarkan darah. 

Jessica menahan tangan Sherin yang mendorong masuk dalam tangannya ke dalam mulut Jessica bahkan sampai menembus kerongkongannya. 

Sherin tertawa keras, lalu menggigit wajah Jessica dan memakannya secara perlahan seperti orang yang kelaparan. 

Sementara itu, Tony masih berlari di lorong. Ia tersandung jatuh karena tak dapat melihat jalan yang dilewatinya. Ia kembali bangkit dan berhasil sampai ke tempat parkir. Rupanya Tony sempat mencuri kunci mobil dari Edgar. Padahal mobil hanya boleh digunakan saat dalam keadaan darurat, tetapi Tony sangat egois. 

Tony menekan tombol di kunci mobil. Salah satu mobil berbunyi. Ia segera menghampiri mobil itu dan masuk ke dalam. Pria itu menghela napas lega. Ia pun menyalakan mesin, tetapi sesuatu jatuh tepat di kaca depan mobilnya hingga retak. 

Tony berteriak kaget. Ternyata itu adalah Sherin yang sepenuhnya sudah berubah menjadi zombie. Tony panik dan segera melajukan mobilnya. 

Sherin menghantam kaca mobil dengan kepalanya hingga pecah, lalu masuk ke dalam dan menyerang sang ayah. 

"Sherin! Sadarlah! Aku ayahmu!" teriak Tony yang menginjak gas meninggalkan super market, tetapi mobilnya oleng dan menabrak tiang. 

Sherin memakan perut sang ayah dengan lahap. 

Tony yang lemah menyentuh rambut putrinya. "Maafkan aku. Kau tetap putriku." Matanya tertuju ke bekas suntikan di leher sang putri. Perlahan kesadaran Tony mulai menghilang disusul dengan detak jantungnya yang berpacu cepat menandakan sebentar lagi ia akan menjadi zombie. 

Sementara itu, Raphael berhasil kembali ke ruang pendingin. Ia menggedor-gedor pintu ruangan. "Buka pintunya! Buka!" teriaknya. 

Anak-anak di dalam ruangan bisa melihat kepala Raphael yang muncul di kaca pintu. 

Alden bangkit untuk membukakan pintu, tapi dilarang oleh Abby. 

"Jangan dibuka. Bisa jadi Raphael sudah terkena gigitan zombie," ucap Abby. 

Alden terlihat bimbang. 

"Jangan dibuka," sahut anak yang lain. 

Raphael menggedor-gedor dan berteriak meski suaranya tak terdengar ke dalam. 

Zombie yang berkeliaran di lorong mendengar suara Raphael. Ia pun berlari ke sumber suara dan berniat menyerangnya. 

Namun, Alden segera membuka pintu dan menarik Raphael masuk ke dalam. Pintu ruang pendingin pun ditutup tepat waktu. Si zombie tak dapat melakukan apa pun. Ia hanya membentur-benturkan kepalanya ke kaca pintu. 

Anak-anak di dalam ruangan terlihat ketakutan dan mundur. 

"Tidak perlu khawatir. Kita aman di sini," ucap Alden. 

Edgar dan Devon menghentikan langkah mereka bersamaan ketika mendengar suara pergerakan dalam air dari depan sana. Di depan ada tangga dan air menggenang menutupi tangga tersebut sehingga ruangan di depan sana terlihat seperti kolam. 

Dalam kegelapan, Edgar dan Devon melihat sosok yang berenang di dalam air. Dan sosok itu lebih dari satu. 

Keringat dingin menetes dari dahi Edgar. Devon juga terlihat panik. 

Rupanya ada beberapa zombie yang berenang. Para zombie itu memiliki lubang-lubang kecil di kedua pipi mereka yang berfungsi sebagai insang. Selaput di celah jemarinya berfungsi sebagai alat untuk mempermudah dalam berenang. Hidung mereka mengeluarkan cairan hitam yang langsung menggenang di air. 

Edgar dan Devon menelan saliva karena ketakutan melihat mutasi para zombie itu yang semakin cepat. Mereka mengendap untuk pergi meninggalkan lorong sana dan memutuskan untuk naik lift. 

Sebenarnya semua orang yang berlindung di dalam super market sudah sepakat tidak akan menggunakan lift. Namun, saat ini situasi sedang sangat darurat. 

Saat lift sampai di lantai satu, air masuk ke dalam lift setinggi mata kaki. Edgar dan Devon bersiaga dengan pistol dan senapan mereka. 

Pintu lift terbuka, para zombie sudah menunggu dan siap menyerang. Edgar dan Devon langsung menembaki mereka. 

Setelah selesai dengan para zombie, Edgar dan Devon segera pergi mencari orang-orang. Mereka juga memeriksa ruangan pendingin untuk membawa anak-anak pergi. 

Mereka berpapasan dengan Eric dan si pemuda, lalu pergi bersama mencari yang lainnya. 

Alma dan Ezlyn telah selesai mengobati orang-orang yang terluka. 

Edgar, Devon, Eric, si pemuda, dan anak-anak memasuki ruangan. Mereka terlihat sedih saat menyadari jika sekarang jumlah warga semakin berkurang. Penyerangan zombie kali ini menyebabkan lebih banyak korban dibandingkan dengan sebelumnya. 

"Di mana ayahmu?" Devon bertanya pada Raphael. 

Raphael menggeleng sembari mengedikkan bahunya. 

"Sebaiknya kita pergi dari sini. Tempat ini benar-benar sudah tidak aman," ucap Devon. 

"Ke mana kita akan pergi?" tanya Alma. 

"Entahlah. Tapi, sebaiknya kita pergi sekarang juga. Zombie telah bermutasi dan kini ada zombie air. Sementara sebagian besar ruangan ini telah digenangi air karena pipa yang bocor," jawab Devon. 

"Bagaimana jika kita pergi ke kantor polisi terdekat? Aku rasa, di sana akan aman karena banyak sekat dan ruangan berjeruji," usul si pemuda. 

Edgar menyahut, "Tapi, James bilang kantor polisi dan kantor pemerintahan pun tak luput dari serangan para zombie. Aku rasa, sudah tak ada lagi tempat aman di sini."

Devon tampak berpikir, kemudian bersuara, "Kantor polisi bukanlah ide yang buruk. Ayo, kita pergi ke sana."

Akhirnya mereka pun memutuskan untuk pergi ke kantor polisi. Orang-orang yang terluka dipapah menuju ke tempat parkir. 

Beberapa menit kemudian setelah kepergian orang-orang, telepon di ruang utama berdering. Para zombie menghambur ke sumber suara. Mereka merusak telepon tersebut. 

🍂🍂🍂 

Karya asli Ucu Irna Marhamah 

21.28 | 14 Februari 2019 

DISTRIK 05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang