🍂 Part 24 🍂

410 37 0
                                    

🍂🍂🍂

Sherin meronta dan berhasil melepaskan diri dari Danny, lalu ia menghampiri wanita berambut merah itu. Tanpa basa-basi, Sherin melayangkan tamparan keras ke wajah si wanita. 

"Hei, Jalang. Kau benar-benar wanita hina," maki Sherin. 

Wanita yang tak lain adalah Jessica itu hanya diam dan tak melawan. 

"Sherin!" bentak Tony. Ia berhasil melepaskan diri dari Devon, lalu menghampiri putrinya. "Jangan melukainya!"

"Kenapa?!" teriak Sherin. Ia mendorong dan memukuli ayahnya. 

"Kau memilih jalang itu daripada ibuku? Wanita yang telah memberikanmu anak, menerimamu apa adanya, dan hidup bersamamu selama ini dalam keadaan suka dan duka? Tapi, kau melukainya! Membunuhnya! Kau benar-benar iblis yang sangat menjijikan, Anthony?!" teriak Sherin. 

Tony berusaha menenangkan putrinya. Bahkan, Alma dan Edgar juga harus turun tangan agar Sherin tak membuat kekacauan di situasi yang sulit ini. 

Jessica hanya diam dan menunduk. Ia tak berani mengeluarkan sepatah kata pun. 

Raphael yang masih kecil juga terdiam melihat pertengkaran antara ayah dan kakaknya itu. 

"Sherin, meski sekarang kau mengetahui fakta itu, ibumu tak akan bisa kembali. Semuanya sudah terjadi. Sekarang kau hanya memiliki ayahmu dan juga adikmu," kata Alma. 

"Lebih baik aku tak punya ayah daripada memiliki ayah seperti dia!" hardik Sherin. 

"Tenangkan dirimu, Sherin." Edgar menahan tangan Sherin agar berhenti memukuli ayahnya sendiri. 

Sementara itu, di ruang isolasi. Ezlyn terlihat duduk bersandar sambil memakan camilan yang ada. Kebetulan ruang isolasinya adalah tempat penyimpanan pop corn. Ia bisa makan sepuasnya. 

Sebuah cokelat jatuh ke lantai. Perhatian Ezlyn teralihkan ke lubang pintu berukuran sebesar bola tenis __yang belakangan ini sengaja dibuat oleh penjaga ruang isolasi untuk melihat kondisi para zombie pasif. Terlihat Eric di sana yang memberikan cokelat. 

"Kau mungkin bosan," ucap Eric. 

"Kau mau menemaniku di sini?" sahut Ezlyn. 

"Yang benar saja," gerutu Eric. Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya, lalu diberikan pada Ezlyn. "Ada pop corn, ada film."

"Terima kasih." Ezlyn menerimanya. 

"Baiklah, aku pergi." Eric pun melenggang pergi meninggalkan ruang isolasi. 

Sementara itu di ruangan lain, Alma sedang bersama Sherin untuk menenangkannya. 

"Minumlah." Alma memberikan milkshake buatannya pada Sherin. 

"Terima kasih," ucap Sherin sembari menerimanya, lalu diminum. 

Alma duduk di samping gadis remaja itu. Tak ada yang ia katakan. Alma hanya ingin membuat Sherin tenang dan memiliki teman. 

Sherin meletakkan gelas milkshake yang tinggal setengah itu ke meja. "Awalnya, aku pikir Ayah menyukai Jessica karena sering bertemu di sini. Namun, ternyata mereka memiliki hubungan yang sudah sangat lama, bahkan sebelum virus zombie ini menyebar," ucapnya. 

Alma diam dan mendengarkan curahan hati Sherin. 

"Setelah diam-diam mendengar percakapan mereka di tempat tertutup kemarin, aku tahu semuanya. Dan aku merasa seperti orang bodoh yang mempercayai ayahku," kata Sherin. 

Alma mengusap punggung Sherin. Ia tak tahu harus mengatakan apa untuk menenangkan hati Sherin. Alma hanya bisa menjadi pendengar dan teman untuk gadis remaja itu. 

Keesokan paginya. 

Di lantai dua, Eric sedang mengendalikan drone-nya seperti biasa untuk mengawasi kondisi di luar. Karena Ezlyn diisolasi, terpaksa ia mengawasi sendirian. 

Ponsel di meja bergetar menandakan ada panggilan yang masuk. Eric mengendalikan drone agar kembali. Setelah itu, ia pun mengangkat panggilan yang ternyata dari ibunya. 

"Eric, bagaimana keadaanmu? Kenapa Distrik 05 ditandai sebagai zona hitam oleh pemerintah?" tanya sang ibu. 

"Entahlah. Bahkan, 911 tak bisa dihubungi," ujar Eric. 

"Kami sudah menghubungi polisi dalam negeri dan mengatakan kalau di Distrik 05 masih ada orang. Tapi mereka bilang, sudah tak ada lagi manusia di Distrik 05. Aku meminta mereka pergi ke Distrik 05 untuk memeriksanya. Namun, mereka tidak bisa melakukannya jika bukan perintah dari pemerintah pusat," jelas sang ibu. 

Eric mencerna ucapan ibunya. Tanpa ia sadari, sebuah mobil melaju meninggalkan super market. 

"Ada yang salah dengan pemerintah. Ayahmu sedang menelepon markas militer untuk menghubungi kenalannya agar menyelamatkanmu dari sana," ucap sang ibu. 

"Tidak hanya aku. Ada banyak orang di sini yang selamat dari zombie. Sebagian ada juga yang terkena virus zombie, tapi mereka tak berbahaya," ucap Eric. 

"Benarkah? Bagaimana bisa pemerintah tidak mengambil langkah untuk menyelamatkan para warga di sana?" ucap sang ibu terdengar begitu frustasi.

"Bagaimana dengan kondisi di luar sana?" tanya Eric. 

"Kami tak bisa masuk ke dalam negeri. Kami masih berada di luar negeri dan mencoba menghubungi orang-orang di dalam negeri," jawab sang ibu. 

Eric membuang napas kasar. 

Sementara itu, Danny dan James yang bertugas berjaga di atap tengah makan roti. Mereka tak menyadari ada mobil yang melaju pergi meninggalkan super market. 

Di ruang isolasi, Edgar dan Devon yang berjaga. Mereka mendengar suara langkah cepat di lorong. Rupanya itu adalah Alma. 

"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya Devon ketika melihat ekspresi panik di wajah Alma. 

"Sherin menghilang," ucap Alma. 

Ezlyn sedang menonton film di ponsel Eric. Mendengar suara percakapan di luar ruangan, ia bangkit dan melihat lewat lubang di pintu. 

"Semalam, dia tidur di sampingku di ruangan yang biasa aku gunakan untuk menyendiri. Tapi saat barusan aku bangun, dia sudah tidak ada," jelas Alma. 

Salah seorang pemuda menghampiri mereka sembari memegangi bagian kepalanya. "Sherin kabur dengan membawa salah satu mobil setelah dia memukulku dan satu temanku yang sedang berjaga," ucapnya. 

"Apa?" Devon dan Edgar saling pandang. 

Ezlyn juga terkejut mendengarnya. Ia tak tahu dengan apa yang terjadi. Lagi pula, ia tak bisa membantu banyak karena terisolasi di dalam sana. 

Devon dan Alma memberitahu Tony tentang putrinya yang menghilang dan kabur dari super market. Pria itu terlihat khawatir. Ia merasa bersalah dan menyesal karena telah bertengkar dengan putrinya semalam. 

"Kira-kira ke mana dia akan pergi, Pak Tony?" tanya James. 

"Aku tidak yakin, tapi... mungkin saja dia kembali ke rumah kami di Kompleks D," jawab Tony. Aa

"Aku akan mencarinya. Berbahaya berada di luar sana sendirian," ucap James, kemudian berlalu. 

"Aku ikut." Danny menyusul James diikuti empat pria dewasa. Ia beralih pada Edgar dan Devon serta para pemuda lainnya. "Kalian tetap di sini menjaga yang lain."

Raphael menghampiri Tony. "Ayah, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk dengan Kakak? Ini satu-satunya tempat aman," ucapnya yang tentu saja mengkhawatirkan Sherin. 

"Mereka (Danny dan kawan-kawan) akan membawa kembali Sherin," hibur Tony. 

Jessica memeluk lengan Tony. "Maaf, ini semua karena aku."

"Tidak, ini bukan salahmu," sanggah Tony. 

🍂🍂🍂 

Karya asli Ucu Irna Marhamah 

21.28 | 14 Februari 2019

DISTRIK 05Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang